3

273 26 0
                                    

.












.
















.

Semua nya terasa amat mendadak bagi Jeongin. Ia bahkan tidak menyangka bahwa setelah pertunangan nya dengan orang asing yang tak ia kenali itu. Pernikahan nya segera akan di berlangsung kan.










Ia pikir pernikahan nya akan di lakukan setelah ia lulus SMP. Kenyataan nya berkata lain. Orang tua dari calon suami nya menginginkan pernikahan putra nya itu segera di laksanakan.









Dan mau tidak maupun Jeongin mengiyakan permintaan calon mertua nya tersebut. Menolak pun seperti nya tidak berguna. Orang tua nya pasti akan memaksa nya menerima bukan. Jadi percuma saja ia menolak.








Tapi ia sama sekali tak menduga bahwa hari itu adalah hari ini. Iya benar, saat ini Jeongin sedang melaksanakan upacara pernikahan nya dengan seorang pria yang bernama Han Jisung.










Pria yang sejak mereka di tunang kan, belum pernah ia liat sama sekali wajah nya. Sebab di hari pertunangan mereka dulu, Jisung tidak hadir.








Sebenar nya Jisung enggan menerima perjodohan yang dilakukan orang tua nya itu. Karena merasa diri nya bisa mencari pasangan hidup nya sendiri. Meski saat ditanya siapa pacar nya. Jawab nya masih jomblo sih.










Akan tetapi ternyata Mama Papa nya ternyata lebih keras kepala. Dan tetap menginginkan perjodohan itu berlanjut. Maka jadilah pernikahan hari ini.










"Apakah saudara Yang Jeongin bersedia?"






Ucapan pendeta di depan nya itu membuyarkan lamunan tak tentu arah milik Jeongin.











"Ya, saya bersedia." jawab Jeongin lugas.









Dalam hati nya Jeongin berat sekali mengucapkan kata bersedia. Karena kenyataan nya memang ia tidak bersedia. Belum siap menjadi istri orang lain. Terlebih lagi ia mengetahui fakta bahwa suami nya itu juga tidak menginginkan pernikahan ini. Ia takut di benci dan tidak diperlakukan baik oleh pria itu.






Setelah pengucapan janji suci itu. Kedua mempelai dipersilahkan untuk berciuman sebagai tanda kasih. Jeongin sempat gemetar takut saat suami nya itu menangkup wajah nya. Ia tak mau di sentuh, apalagi dicium orang tanpa seijin nya. Apalagi itu di bibir. Ia merasa dilecehkan.











"Chuu..,"









Bukan di bibir, Jisung mencium Jeongin di dahi nya. Membuat Jeongin yang sempat tegang karena ketakutan menjadi rileks seketika.









"Semoga pernikahan kita bahagia selama nya."







Ditambah bisikan lembut yang terucap setelah nya membuat Jeongin menatap wajah suami nya tidak percaya. Apa diri nya sedang bermimpi? Kalau ini mimpi kenapa terasa nyata sekali. Jika ini kenyataan mengapa terlalu indah? Hingga membuat nya tak percaya sama sekali.









Apa benar suami nya memang sebaik ini kepada nya? Kepada orang yang dipaksakan orang tua nya untuk dinikahi. Apa suami nya benar benar tulus kepada nya? Apa suami nya itu tidak membenci nya? Apa semua ini bukan sandiwara yang dilakukan di depan para tamu undangan? Jeongin pusing memikirkan nya.







"Jeo.., apa kamu lelah? Kamu terlihat melamun saja dari tadi? Apa jangan jangan kamu sakit?" tanya Jisung terlihat khawatir.










Bahkan beberapa kali menempelkan telapak tangan nya di dahi. Mengecek keadaan suhu Jeongin.





Jeongin tak menjawab. Ia masih terpaku terhadap keadaan. Baru setelah beberapa menit kemudian, Jeongin menggelengkan kepala nya sebagai respon keadaan nya bahwa ia baik-baik saja. Namun, Jisung malah menjadi lebih khawatir lagi. Yang berakhir Jeongin dipaksa istirahat di kamar hotel duluan oleh nya. Dan tamu undangan itu dijamu oleh Jisung tanpa dia.







TBC

Terlalu banyak tersakiti, sedikit sulit menerima ketulusan.





Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Titipan Tuhan (JeongSung) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang