1. The Unrevealed Something

52 15 39
                                    

Gabriella memegang pangkal sebuah pisau perak dengan tangan bergetar. Matanya membola. Peluhnya bercucuran seiring napasnya yang memburu. Seragamnya kotor berkat darah milik Fallen Angel yang ditikamnya sepersekian detik yang lalu. Percikan darah tersebut memudar perlahan. Sementara itu, Lord Dazzle yang terduduk dengan pisau menancap di dadanya lantas tersenyum tipis dan mengangguk, bersamaan dengan kilatan Unrevealed Memory yang merasuk ke diri gadis di hadapannya.

Gadis Nefilim itu berlutut sekejap, memegang kepalanya yang berdenyut hingga kepingan-kepingan bak film tampak dalam penglihatan. Ingatannya bercampur saat rasa sesak turut merengkuhnya. Sementara itu, Lory, Rigel, dan Zephyr mendekat dengan cemas dan berusaha menolong gadis 15 tahun tersebut.

***

Beberapa hari sebelum empat tim diutus melakukan misi, keenam cermin milik para Demigod berhasil disatukan. Cermin tersebut merujuk pada Mirror Island terakhir yang lokasinya hanya diketahui oleh para pendiri Maple Academy karena mereka yang menyembunyikan pulau tersebut. Namun, keempat pendiri telah tiada. Berbagai penelitian dan informasi digali oleh pihak akademi, tetapi tetap saja tidak ada yang menemukan satu pun petunjuk mengenai pulau terakhir yang melayang di langit itu. Padahal, Mirror Island adalah salah satu kunci untuk melindungi Maple World dari hantaman asteroid.

Gabriella menyendok salad favoritnya setelah kepala sekolah mengijinkan para penghuni ruang makan untuk memulai makan malam. Ia sudah belajar selama beberapa bulan dan tahu jika makan malam dianggap sebagai perayaan setelah satu hari penuh lelah bekerja, belajar, serta agenda wajib sebagai bentuk kekeluargaan dan rasa syukur.

Netranya memandangi teman-teman dan kakak kelasnya. Dekorasi ruangan pun tak pernah membuatnya bosan. Interiornya bernuansa jingga lembut. Terdapat tungku perapian yang apinya berkedip samar dengan aroma manis menguar di seluruh penjuru. Lilin-lilin menyala dengan peralatan makan ajaib di depan masing-masing siswa—hanya membayangkan makanan yang diinginkan, sekitar dua menit hidangan akan muncul begitu saja. Lebih praktis, daripada Gabriella mengantre seperti saat ia membeli gorengan di seberang gereja milik ayah tirinya di Winterwall.

Sesekali ia menatap risi Kaeden, memandangi sesuatu di rambut kribonya bahkan sejak pemuda itu mengambil duduk di sampingnya. Bagaimana bisa sebuah boneka teddy bear berbulu cokelat tersangkut di sana?

Jujur saja, ia agak terganggu dengan kelakuan Nefilim yang satu itu. Sekarang pun, Kaeden lupa kalau sendok dan garpunya tersangkut pula di rambutnya yang awut-awutan itu. Gabriella mendengkus, lalu mengambil dan memberikan benda-benda itu padanya.

“Ini punyamu, huh?” ucapnya, lalu menangkap rona merah di wajah Kaeden yang mengangguk.

Gabriella sontak terkejut dan hampir tersedak saat sebuah pisau tiba-tiba saja menancap di piringnya. Ia memelototi Sevarina—pelaku utama pisau melayang tersebut.

“Aku minta maaf, Gabriella. Sungguh aku tidak bermaksud ….” Gadis yang dipanggil Serine itu segera mengambil pisaunya tanpa menunggu respons Gabriella.

Atensi Gabriella lantas tertuju pada senior yang mencuri perhatiannya akhir-akhir ini. Entah kenapa, ada yang berbeda dengan pemuda itu meski murid-murid memberinya julukan ‘buaya darat’. Gadis itu sampai senyum-senyum sendiri memandanginya. Neyza yang memerhatikannya sigap mengajak bicara gadis 15 tahun tersebut.

“Dia itu buaya,” bisik gadis itu memberi peringatan. “Apa yang kau sukai darinya?”

Gabriella menyunggingkan senyum dan menggeleng.

 “Tidak perlu alasan untuk menyukai seseorang, ‘kan?” gumamnya. Kaeden berdeham keras dan langsung mengurai lamunan Gabriella, bahkan atensi Neyza detik itu.

To the Crystal Place and Sky HighWhere stories live. Discover now