BAB 2 || Dia Siapa?

247 87 8
                                    

"Kartyana Kinasih!" ucap seseorang di belakangku.

Aku berbalik dan mendapati seorang laki-laki yang postur tubuhnya bisa dibilang sangat ideal, lebih tinggi daripada aku tentu saja, kulitnya putih, rambutnya rapi dan dia terlihat, emm.. keren dan tampan mungkin? Oke lupakan.

"Lo siapa, ya?" tanyaku dengan sopan. Namun, aku tak mendapatkan jawaban apapun. Dia hanya diam menatapku dan malah mengedikan bahunya.

"Ikut gue!" ucapnya tegas sambil menarik tanganku agar aku mengikutinya.

"Lo siapa? Kenapa gue harus ikut sama lo? Gue gak mau!" tolakku dengan kesal sambil berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya. Kemudian tak lama ia berhenti, ia melepaskan tanganku dan menatapku dengan tajam.

"Mapel pertama lo geografi kan? Lo telat." ucapnya dengan nada datar. Maksudnya apa coba, dan kenapa dia tau kalau sekarang aku mendapat pelajaran geografi?

"Tau darimana lo, kalo gue dapet pelajaran geografi di jam pertama? Jangan-jangan lo cenayang, ya? Terus apa hubungannya sama gue yang telat?" tanyaku bertubi-tubi pada laki-laki tersebut.

"Bego lo!" dia mengataiku sambil menoyor keningku dengan tangan kanannya.

"Emang lo sepinter apa bisa ngatain gue bego?!" ucapku mulai emosi dan suaraku lumayan terdengar cukup keras di koridor yang nampak sepi. Kemudian laki-laki tersebut menarik tanganku dengan paksa dan membawaku ke bawah tangga.

Aku meronta-ronta dan mulai berteriak. Namun, saat sudah sampai di bawah tangga, ia langsung mendorong tubuhku ke dinding yang ada di dekatnya. Ia lalu membekap mulutku dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang bahuku.

Aku terkejut, sampai-sampai mataku melotot saat dia tiba-tiba mulai mendekatkan tubuhnya padaku. Wajahnya semakin dekat seiring dengan rasa takut yang menyergapku. Aku masih berusaha berteriak walau mulutku dibekap olehnya. Namun, usahaku sia-sia. Saat kulihat di sekelilingku sepi.

Detak jantungku kian memacu bak lari marathon, saat ia mulai mendekatkan wajahnya padaku, mengikis jarak yang ada di antara kami. Nafas hangatnya menerpa kulit wajahku, dan aku bisa mencium wangi mint dari nafasnya. Semakin mendekat wajahnya, nafasku kian tercekat tatkala ia berbisik di telinga kananku.

Tunggu dulu! Aku seperti merasa deja vu dengan keadaan seperti ini, tapi kapan ya? Sudahlah, ini bukan saatnya untuk aku memikirkan hal itu. Yang terpenting sekarang bagaimana aku bisa lepas dengan laki-laki gila ini.

"Bisa diem gak, lo? Kalo lo gak mau dihukum gara-gara berkeliaran di koridor pas jam masuk kelas udah bunyi dari 15 menit yang lalu" ucapnya berbisik namun masih terdengar tegas dengan suara khas seorang lelaki.

Lalu terdengar suara langkah kaki yang hendak menuruni tangga menuju lantai 1. Saat langkah tersebut menuju pintu keluar, kami mendengar orang tersebut berbicara dengan seorang wanita.

Astaga! Aku sepertinya mengenal suara tersebut. Itu Pak Andi! Dia sedang berbicara dengan salah seorang guru disana.

Saat kedua orang tersebut sudah tidak terdengar lagi. Seketika bulu kudukku meremang mengingat perkataan yang laki-laki ini ucapkan. Tentu saja, aku tidak mau dihukum oleh Pak Andi sang guru BK. Bisa-bisa aku pingsan dan tegeletak di lapangan karena dihukum berjemur di lapangan sambil hormat ke tiang bendera selama jam pelajaran berlangsung.

"Daripada lo dihukum, mending lo ikut gue." ucapnya lagi, kemudian beralih menatap kedua mataku dengan tajam dan menusuk.

Manik coklatnya mengingatkan aku akan sesuatu, tapi entah apa. Tiba-tiba semua ingatanku sirna saat menatapnya. Aku seperti terhipnotis saat melihat mata laki-laki ini. Entah kenapa aku betah berlama-lama menatap manik coklat itu, dan berusaha mencari sesuatu di dalam matanya.

My True First LoveWhere stories live. Discover now