Kesedihan

0 0 0
                                    

Mahira tidak menyangka adiknya yang cerewet dan menyebalkan itu, kini terbaring tak berdaya. Kini wajah itu tak lagi kelihatan menjengkelkan dan berubah menjadi wajah yang sendu, siapapun yang melihatnya akan merasa kasihan dengannya.

"Pah, Anton kenapa? Kenapa dia seperti ini?" Tanya Mahira diiringi air mata yang mulai deras.

"Bapak juga tidak tahu, tiba-tiba saja Anton seperti ini," kata Iskandar sambil menggaruk-garuk kepala dengan kencang.

"Pah, Anton harus dibawa ke rumah sakit!" ucap Mahira.

"Iya Bapak tahu, sebentar lagi ambulance datang kok !" Balas Iskandar dengan suara yang meninggi.

Mahira hanya terdiam mendengar perkataan Iskandar dengan suara yang keras itu. Baru kali ini bapaknya bersuara dengan sangat keras kepadanya. Membuat ia berlari keluar dari kamar tersebut dengan rasa sedih teramat sangat.

Limabelas menit kemudian, Ambulance pun tiba di rumah. Iskandar langsung mengangkat Anton dan membawanya ke ambulance Mahira langsung mengikuti bapaknya. Hanya Iskandar, Fauzan, Anton, dan Mahira yang ke rumah sakit. Mahira melihat kaki Anton ternyata sudah sangat bengkak. Luka memang tidak boleh disepelehkan.

"Pak Fauzan, boleh pinjam HPnya? soalnya aku mau kabari Istriku kalau Anton masuk rumah sakit."

Fauzan pun menyodorkan handphone miliknya yang kecil dan berwarna gelap. Iskandar langsung mengambilnya dan langsung menelpon Vera. Belum sempat ia berkata sesuatu, Iskandar sudah menangis tak mampu menahan dirinya.

"Bun, Anton....Anton...." Kata Iskandar ia tak mampu meneruskan kata-katanya.

"Anton kenapa Mas?" Vera sangat khawatir.

"Anton masuk rumah sakit," Ucap Iskandar dengan memaksakan diri.

"Astagfirullah, kenapa bisa? Anton anakku." Vera ikut menangis setelah mendengar berita yang didengarnya.

Suara Vera tak lagi terdengar setelah kalimatnya sampai karena handphone milik Fauzan itu kehabisan cas. Dengan berat hati Iskandar menyerahkan hadphone tersebut ke tuannya.

Setelah sampai di rumah sakit, Anton langsung di bawa ke ruang ICU. Iskandar tak mampu melihat wajah Anton begitupun dengan Mahira. Iskandar sangat terpukul dan menganggap dirinya tak berguna. Mahira berusaha menghibur bapaknya bahwa ini bukan salahnya dan pasti Anton akan baik-baik saja namun Iskandar tidak pernah menghiraukan anak perempuannya itu.

Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruangan tersebut dengan wajah yang tertunduk membuat semua orang panik salah satunya Iskandar. Ia langsung berdiri dan memegang tangan dokter tersebut.

"Dok bagaimana dengan anakku? Dia baik-baik saja kan?" Tanya Iskandar dengan penuh harap.

Dokter itu hanya diam sambil menunduk sedangkan yang lainnya sudah tak kuasa menahan air matanya dan mulai menangis tersedu-sedu terutama Mahira ia sudah menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia ingin sekali berteriak namun ia tak kuasa.

"Dok tolong jawab!" Seru Iskandar dengan suara keras membuat semua orang terkaget termasuk dokter di depannya.

"Anak bapak terkena tetanus dan terlambat dibawa ke rumah sakit jadi Mohon maaf,anak bapak tak tersematkan."

"Bohong!" Teriak Iskandar sambil mendorong dokter.

"Yang sabar ya Pak, ini adalah takdir dari Yang Maha Kuasa." Fausan berusaha menenangkan Iskandar.

Iskandar sudah menangis layaknya anak kecil. Ia berbaring di lantai kemudian menangis sejadi-jadinya. Mahira berusaha membangunkan Bapaknya namun ia tidak bisa. Semua orang menatap ke arahnya.

SENYUM YANG DIRINDUKANWhere stories live. Discover now