(9)

159 66 44
                                    

Awan biru dengan langit kelabu, angin sepoi sepoi yang menerpa pahatan rahang tegas dari sang kuasa. Surai cokelat yang berterbangan, tangan yang kini sudah menonjolkan otot otot membuka knop pintu.

Terasa aneh rumahnya kali ini. Bau masakan yang saling beradu menusuk indra penciumannya, ia semakin tertarik mendekat ke arah dapur. "Oh? Hey brother," sapa sang kakak.

Ia membuang tasnya ke sembarang arah, kemudian ikut duduk berhadapan dengan Maheswara. "Tumben kakak pulang?" Sinisnya.

"Tch, what's wrong?" Sugut Mahes tak suka dengan responnya.

Ia hanya melanjutkan makannya dengan tenang nan damai, tak peduli ocehan sang kakak yang mencoba mengajaknya berbincang ria. "By the way kakak tadi lihat tetangga kita," celetuk Mahes mampu membuatnya tersedak.

"Rumah sebelah kan angker? Jangan ngibul deh," desisnya.

"Its not ghost, but it is youre past," ucap Mahes membuatnya tersentak.

"Who? Rei?" Mahes mengangguk.

"Rambut dia warna biru, right?"

"Kamu udah ketemu? Atau dia satu kelas sama kamu? Soalnya kakak lihat seragam kalian mirip."

"Hm kita satu kelas, tapi namanya Devina," jawab Haikal dengan lesu.

"Terus?"

"Aku mau menyelidiki dan memastikan kalau dia adalah Rei!"

"Really? Apa ada kesempatan hidup untuk Rei?"

"Why not?" Sanggah Haikal. Bisa bisanya sang kakak berharap Rei meninggalkannya.

"Kamu cuma masa lalu, Devina itu versi baru. Jangan diselidiki tapi coba didekati," saran Mahes, kemudian mereka melanjutkan makan dengan tenang.

ooOoo

Renjana, satu satunya pihaknya. Mereka tengah berdiskusi untuk apa yang harus Haikal lakukan kedepannya.

"Please, masa gak boleh?"

"Melanggar privasi Haikal! Sekalipun aku punya data anak kelas, but sorry," jelas Renjana membuat Haikal semakin sedih.

Melihat wajah murung Haikal, Renjana sekali lagi menghembuskan napas panjang. "Oke aku bakal lihat alamat rumah Devina. Dengan syarat, kamu gak boleh buat Devina risih. Paham?" Ia mengangguk excited.

"Inget kata kak Mahes, dekati versi terbaru Rei. Jangan dipaksa apalagi kalau sampai salah dan ternyata Devina bukan Rei!" Peringat Renjana mampu membuat Haikal tertegun.

Selesai berkonsultasi dengan Renjana, ia akhirnya memilih untuk pergi ke rumah Devina. Tanpa persiapan dan hanya dengan kendaraan.

Rumah bernuansa putih, dengan pagar yang menjulang tinggi. Ia menghampiri pos satpam rumah Devina. "Permisi pak bang Zennya ada?"

Oke ia tahu ini terlampau aneh. Bahkan Haikal saja belum memastikan apakah yang ia lihat adalah Kaizeno atau bukan. Namun sekalipun bukan maka jawaban mentoknha hanyalah 'maaf salah rumah', 'maaf tidak ada orang yang bernama itu disini'. Dan bagaimana jika Haikal menggunakan nama 'Devina' untuk bertemu? Tentu akan lebih rumit lagi.

"Temennya pak Zen ya? Sebentar saya panggilkan," jawab pak satpam dengan sopan. Ia sempat termengu sebelum akhirnya bersorak 'yes dan yes' di dalam hati. Ternyata dugaannya benar, dan sedikit lagi ia akan menemukan resolusi.

We Are Not Strangers || Haeryu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang