Prolog

8 0 0
                                    

Namanya Chandrama Radyta, manusia pantang menyerah dan terbilang manusia yang senang membahagiakan orang-orang disekitarnya. Laki-laki dengan tinggi badan kurang lebih 1.71 meter itu memiliki tanda lahir di tangan kanan nya. Anak futsal yang terlihat ramah kepada siapapun. 

Aku memanggilnya Rama, manusia aneh yang berhasil menjadi satu-satunya manusia yang akhirnya ku jadikan tumpuan untuk bersandar.

Jam 1 siang, berlokasi di kantin sekolah. Pada saat itu sekolah sedang mengadakan acara, sehingga tidak ada kegiatan belajar mengajar. Siswa-siswi senang bukan main, beberapa orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, ada yang bertahan di lapangan menyaksikan acara pensi yang disediakan panitia, ada yang memilih nongkrong di taman belakang sekolah, ada yang sibuk mengurung diri di perpustakaan, untung saja saat itu penjaga perpustakaan mengizinkan siswa-siswi untuk berdiam diri di perpustakaan, sehingga yang tidak suka keramaian dan bising, atau siswa siswi ambisius dalam belajar, lebih memilih untuk menghabiskan waktu free class mereka di perpustakaan. Terakhir, ada yang lebih senang menghabiskan waktu di kantin sekolah, yang sudah pasti ada banyak makanan dan minuman disana, tempat yang disukai banyak orang.  Berdiam diri di kantin sambil menyantap jajanan yang ada, atau hanya sekedar mampir sebentar untuk membeli makanan minuman, lalu kembali ke tempat asal, seperti aku.

"makasih, bu" ucap ku pada seorang perempuan dengan pakaian yang masih terlihat rapih, padahal sejak pagi ia melayani banyak siswa siswi yang membeli minuman padanya. Satu gelas Ice Milo aku bawa ditangan kanan ku, begitu aku melangkah mundur dari antrian penjual minuman itu, seseorang menyentuh pundak ku. 

Seorang laki-laki dengan kulit putih, rambut hitam pendek, dengan hidung mancung itu tersenyum ke arah ku. Aku lihat, disampingnya seorang laki-laki juga yang sepertinya temannya. 

"nih" tanpa basa basi, ia langsung memberikan robekan kertas yang sepertinya ia dapati di salah satu siswi yang membawa buku ke kantin. Aku menatapnya tidak mengerti, tanpa perlu berbasa-basi, aku menerima robekan kertas lalu pergi meninggalkannya tanpa sepatah kata pun.

Tidak terdengar suaranya yang memanggil namaku, hanya saja, ketika kejadian itu terjadi, terdengar beberapa perempuan yang menyaksikan laki-laki itu memberikan serobek kertas padaku mulai berbisik-bisik dengan temannya, sambil menatap ke arahku. Situasi ini sangat menyebalkan, aku tidak suka ketika harus menjadi pusat perhatian seisi kantin, seolah aku melakukan sebuah kesalahan.

Aku pergi melangkahkan kaki menuju kelas, tidak berniat untuk pergi ke lapangan menyaksikan pensi yang ada, terlalu ramai. Begitu sampai di kelas, sesuai dugaanku, kelas sangat sepi, tidak ada satupun orang yang berada di kelas. Aku melangkah menuju bangku ku, baris pertama dekat pintu, di bangku nomor paling belakang. Dalam satu kelas hanya ada 20 siswa, dan tempat duduk memang dibuat sendiri-sendiri, hal itu cukup menguntungkan untuk ku, aku tidak perlu menghabiskan energi dengan teman sekelas, dan berkenalan lebih jauh.

Diam-diam, aku membacanya sebentar surat yang diberikan laki-laki tadi di kantin. Sebuah surat yang di robek dengan rapih, terlihat tulisan si penulis pun begitu rapih, aku tidak kesulitan untuk membacanya.

 Sebuah surat yang di robek dengan rapih, terlihat tulisan si penulis pun begitu rapih, aku tidak kesulitan untuk membacanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Begitu isi surat pada robekan kertas yang aku terima. Rama nama laki-laki itu, manusia aneh yang datang tiba-tiba dihadapan ku, lalu memberikan surat dari kertas yang di robek. Entah apa maksudnya, aku hanya tidak menyukai dirinya. Saat itu, aku tidak menyukai dirinya, bahkan aku membenci sifat dirinya yang seperti itu. 

Rama, untuk apa kamu memperkenalkan dirimu padaku? Aku tidak berniat untuk berteman dengan siapapun di sekolah ini. Aku hanya perlu menyelesaikan sekolah ku dalam beberapa bulan lagi, lalu aku akan pergi. 

Tidak perlu bersusah payah berkenalan denganku, aku tidak akan pernah menyukainya. Aku benci pada manusia berjenis kelamin laki-laki, kecuali adik ku,  Naka, Nayaka Jaish, hanya dia satu-satunya laki-laki yang ku percaya.

Terlalu percaya diri kalau Rama ingin berkenalan denganku?

Bukankah sudah jelas? dengan ia memberikan serobek kertas berisi pengenalan dirinya, itu menandakan dirinya ingin berkenalan denganku, dan tentu saja, aku tidak menerima perkenalan dirinya. Aku sudah menutup rapat-rapat diriku untuk siapapun, aku sudah malas berteman dengan siapapun.

Namun nyatanya, semua hal tidak pernah kita duga, semua yang terjadi sudah Tuhan atur.

Begitupun, antara aku dan Rama.

CaryophyllusWhere stories live. Discover now