04. Anjing

526 66 0
                                    

.

.

.

"Ditemukan beberapa potong tubuh manusia di dalam sumur. Diduga–"

Clik.

Tv itu mati.

Renand menatap suaminya dengan penuh tanda tanya. "Kenapa kau matikan?" Sang suami merebahkan kepala ke pahanya. "Gak guna. Mereka gak bakal bisa nemu pelakunya."

"Belum dicoba, belum tau kan?"

Harka tersenyum kecil. "Dari mayat pertama aja, belum ketemu. Sekarang udah muncul mayat kedua." Alis Renand mengerut. "Maksud kau?"

"Jelas-jelas pelaku yang sama. Gak akan bisa ke tangkap, karena pelakunya main bersih tanpa jejak."

Setelah berujar, ia beranjak mengambil tasnya. "Kau akhir-akhir ini pergi terus. Kemana?"

"Kemana-mana hatiku senang." Pria berkulit tan itu menyunggingkan senyumnya sebelum menghilang dari pintu.

.

.

.

Sebuah gulungan kertas meleset masuk ke dalam tempat sampah. Dirinya frustasi menjadi tak fokus melanjutkan lagunya. Jerry sedang membuat sebuah lagu untuk comeback nanti.

Pening dan sakit diperut membuatnya ingin pingsan. Wajar saja, ia belum makan dari semalam. Bibirnya semakin pucat.

"Arghhh! Mago bangsat!"

Mata Jerry semakin berair. 19 tahun ia menikah serta 10 tahun ia menahan semua rasa sakit yang Mago berikan. Ia berpikir, menikah dengan pria yang ia cintai akan selamanya bahagia. Nyatanya itu hanyalah sebuah harapan kosong.

"Hiks.. mama.. Jerry gak tahan lagi. Jerry mau ikut mama."

Tangisnya semakin menjadi-jadi. Untung studionya saat ini sedang kosong. Ia tidak perlu menahan tangis.

Tiba-tiba sebuah ketukan pintu mengejutkannya. "Jerry? Kamu di dalam?" Secepat mungkin air mata itu terhapus. Sebelum membuka pintu, ia mengenakan masker.

"Iya. Masuk aja."

Seorang pria memasuki ruangan dengan senyuman. Jerry tersenyum membalas. "Udah makan? Aku bawain kamu udang goreng. Kamu suka banget sama ini."

"Hehe.. gak perlu repot-repot. Tapi makasih, ya." Sebuah usakan pun mendarat di kepalanya. "Kamu gemes banget."

"Kusut begini dibilang gemes. Ada-ada aja."

"Hahahha. Oh iya, gimana kabar lagu kamu?"

"Setengah jadi."

Merasa canggung, Jerry memainkan ujung pensilnya. "Kamu.. gimana sama Mago? Dia masih.. gitu?" Mendengar pertanyaan orang itu, Jerry menggigit bibir bawahnya.

"Masih.."

"Udah aku bilang cerai aja. Kamu makin sakit kalau gini."

Gelengan kecil Jerry berikan. "Gak akan bisa.. aku hamil lagi. Satu-satunya cara lepas dari dia cuma mati." Pria itu terkejut. "Ha.. hamil?"

Mereka terdiam. Wajah pria itu mengeras. "Aku pulang dulu." Tanpa mendengar jawaban, ia meninggalkan Jerry yang bingung melihatnya.

.

.

.

Sek sek sek sek

Sek sek sek sek

"Haish! Kenapa gak ilang-ilang sih? Habis dimarahin bunda kalau ketahuan." Sura menggosok bajunya lebih kuat. Noda itu tidak hilang-hilang. "Apa gue bakar aja ya ni baju? Makin ditempeleng anjir."

Sek sek sek

"Ah udah lah! Tinggal dikit, gak mungkin nampak." Segera ia bilas dan peras. Kemudian menjemur di balkon kamarnya.

Ketika akan keluar kamar, matanya menangkap sesuatu. "Lupa masukin ini lagi." Tangannya meraih tas. Menyimpannya di tempat yang tak bisa bundanya sentuh.

"Nah. Gini kan aman."

"Nak?"

Tubuhnya mematung. "Ngapain kamu?"

Dug!

Kepalanya terbentur dinding. "Nggak apa kok bun. Gapapa.. hehehehe.. bunda kenapa ke sini?" Tak lupa ekspresi cengengesan ia keluarkan.

"Mau manggil kamu. Makan, masakan bunda udah siap."

"WUII!! Ayo bunda, kita makan!" Dengan pelan ia mendorong bahu sang bunda untuk keluar kamar.

"Bunda masak apa, nih?"

.

.

.

Mago menarik dasinya. Rasa lega perlahan ia rasakan. Masuk ke dalam rumahnya yang gelap. Sepertinya Baraji sudah tidur.

Tak

Sebuah lampu menyala. Ia berjongkok di depan kandang anjingnya. Mengusak-usak dengan lembut.

Sepertinya para anjing kelaparan. Ia memberikan makanan pada masing-masing mangkuk.

"Lapar, ya?" Tanyanya.

"Kalian kesepian? Mau nambah temen?"

"Menggonggong dong. CEPAT!"

Guk!

Guk!

Guk!

Guk!

"Coba dari tadi begitu. Dasar anjing bodoh."

.

.

.

TBC.

RecordWhere stories live. Discover now