Chapter 4

450 51 0
                                    

Di sebuah bangunan yang bentuknya tak jauh dari joglo. Dayang dayang sudah bangun bersiap menjalani hari meski matahari belum tiba. Saling membahu merapikan diri, bergegas pergi ke pos masing masing. Ada yang pergi ke dapur, ada yang pergi ke ruang penyimpanan makanan, ada yang pergi mengambil alat perawatan tanaman. Sisanya, menyebar entah kemana. Yang pasti kamar dayang dayang kini sudah kosong.

Di atas dahan tak jauh dari sana, bersembunyilah Dian yang semalaman tak tidur menunggu waktu. Mengamati gerak dayang dayang yang kadang kala terbangun cuma untuk mengambil udara segar sebelum kembali tidur atau jalan ke toilet. Mengamati situasi jaga jaga kalau ada penjaga yang berkeliaran meski jarang sekali ada yang lewat.

Sekarang! Serunya dalam hati setelah lima menit telah berlalu dan tak ada lagi orang yang keluar ataupun berlalu lalang.

Dian turun dari atas pohon mengendap endap mendekati bangunan. Membuka pintu sebisa mungkin meminimalisir suara. Meski terpukau akan kerapihan isi bangunan disana, Dian tetap terpusat pada misinya. Membuka satu persatu tempat penyimpanan yang ada. Menaruh kembali benda yang sempat di pegang ke lokasi awal lengkap dengan sudut yang disamakan. 'Where?!' ia mulai kebingungan menebak tempat batu yang ia cari. Beruntung ada kotak lain yang menyita perhatiannya.

Kotak tersebut tampak sederhana dari luar. Berbahan kayu di sepuh cat coklat tua. Depannya diberikan kunci tempat gembok mencantol namun tak ada gembok disana. Dian membuka kotak tersebut. Isinya penuh ada kisaran tiga puluhan butir mustika di tumpuk. Ia mengambil satu di selipkan di lipatan selendang pada pinggangnya. Berlari masuk ke dalam kolong ranjang paling dekat yang bisa ia jamah usai menghapus jejak. Menutup mulut menahan nafas begitu ada langkah kaki yang terdengar.

Beberapa dayang datang cuma untuk mengambil tudung kepala yang terbuat dari anyaman, meninggalkan tempat sama sekali tak menaruh curiga.

Dian menghela nafas pelan hendak merangkak keluar dari kolong ranjang. Namun lagi lagi langkah kaki terdengar. Kali ini satu dayang yang datang. Jongkok di sebelah ranjang tempat Dian bersembunyi. Mencantolkan gembok ke kotak tempat batu mustika di taruh. Juga tak menaruh curiga pergi dari sana.

Meninggalkan Dian yang bangkar memegangi dadanya mengira isi di dalam sana akan meledak. Dian menghitung sampai sepuluh mencoba menenangkan diri. Meyakinkan diri kalau tak akan ada lagi hambatan, ia pun mengendap endap mengitari bangunan sampai ke belakang. Menjauh dari sana.

Dan sekarang, misinya adalah memberikan mustika ini kepada dokter Lois. Manusia yang tak kunjung muncul di rumah sakit maupun tempat latihan, satu satunya tempat yang masih bisa dicari adalah kediaman Nyi Roro. Tapi... untuk menyusup ke sana dibutuhkan tenaga ekstra... dan dirinya sudah merasakan kantong matanya memberat. Dian menggeleng menguatkan tekad. Mencoba membobol pertahanan para penjaga disana namun sepertinya tidak perlu.

Dari kejauhan belum sampai gapura, Dian sudah bisa melihat manusia yang dicari tengah berseteru dengan seorang kakek kakek yang dibantu pegang oleh seorang wanita paruh baya.

Dokter Lois tampak berang meski suara yang dihasilkan tak mengundang perhatian. Yang malah membuat Dian tertarik menceburkan hidungnya ke dalam masalah tersebut. Ia berlindung di balik gapura. Mendengarkan percakapan di halaman kediaman Nyi Roro.

"Andai aku tahu kau siapa... aku akan membiarkanmu mati kejang."

"Tapi Lois, aku tetap kakekmu! Aku yang menggendongmu saat kau kecil!"

"Jauhkan aku dari drama kalian! Kenapa sih kalian yang cerai yang kena pelampiasan keturunan yang di bawah?! Tidak papa tidak kakek sama saja!"

"Mamamu diceraikan?! Dasar pria keparat! Akan ku kutuk dia!"

"Berkacalah."

"Aku punya alasan ku sendiri untuk cerai! Jangan menatapku rendah!"

Dokter Lois mengeluarkan sumpah serapah tak ingin mendengar lebih lanjut. Akan tetapi sang kakek tetap menjejalkan alasannya yang malah membuat kepala dokter Lois semakin panas. "Cukup! Pergi dengan istri baru mu dan jangan mencari aku lagi!"

My Queen from Southern SeaWhere stories live. Discover now