Epilog

542 48 10
                                    

Pagi pagi buta Lois sudah bangun menikmati pemandangan Dewi Kadita terlelap. Terlihat damai membelai mata, menyegarkan dada. Ia mengusap sebelah telapak tangan yang di taruh diatas bantal. Memberikan kecupan singkat di sana masih bisa menghirup aroma sisa sisa pergulatan tadi malam. Tak ingin membangunkan Dewi Kadita sebenarnya.

"Oops. Ku kira kau tidur pulas."

"Bagaimana aku bisa pulas kalau tangan ku dijadikan bahan candu."

Lois mengerutkan sebelah hidungnya turun dari atas ranjang. Menjamah tasnya mengambil kotak anting di sana. Ia membuka kotak tersebut begitu Dewi Kadita sudah bangun seutuhnya. Duduk di samping wanita itu membantu menyematkan perhiasan tersebut. Begitu selesai ia mengangkat dagu Dewi Kadita melihat sisi kiri dan kanan. "Sempurna."

"Sering sering memberikan ku hadiah. Aku suka anting ini." menatap Lois penuh suka cita tapi yang ditatap malah memicingkan mata mengejek.

"Kalau yang mulia ratu bisa menggajiku."

Sejenak Dewi Kadita ikut memicing, teringat akan sesuatu yang tidak diketahui Lois. "Ah... ya... Mbah pernah menyebutkan soal kau minta dibuatkan kontrak kerja. Akan ku proses nanti, tapi sekarang sepertinya ada kegiatan yang lebih menarik ketimbang membahas pekerjaan." tersenyum manis menunjuk sebelah pipinya minta di kecup.

"Satu ronde di pagi hari bukan ide buruk."

.

—-

.

Langkah kaki terasa gaduh menghias rumah sakit. Mendengar kedatangan Lois, kakek segera mengambil langkah lebar siap menyemburkan ocehan. Dan pria tua itu benar benar merealisasikan seluruh rangkai kata di dalam kepalanya begitu Lois sampai dan menutup telinga tidak dengar.

"Lois! Tagihan apa ini?! Untuk apa kau memesan candi?! Kepada siapa kau berikan candi itu?! Kenapa mahal sekali?!" lalu berhenti sejenak mencermati leher Lois, dan kaset rusak kembali berputar. "Siapa yang mencabuli mu?! Kenapa ada banyak sekali hisapan disana?! Beritahu kakek!"

Memilih menarik nafas sedalam dalamnya saja, Lois melirik ke arah Dewi Kadita. Cukup lama hingga kakek menyadari pesan dalam lirikan yang dilayangkan. Berubah seratus delapan puluh derajat. Mendadak sopan berusaha menutupi setiap lontaran kata sebelumnya.

"Oh! Nyi Roro, hisapan yang indah, sungguh sebuah seni."

Malah mengerutkan alis Lois. Tetapi tidak Dewi Kadita. Wanita itu masih tetap memasang senyum terbaiknya. Berpura pura tak ada yang terjadi langsung minta dipanggilkan Mbah, memberikan kabar kalau Lois sudah bisa di perbudak sesuai dengan perjanjian yang berlaku.

Tak lama setelah urusan mereka selesai, Blorong datang dari atas langit. Berbinar terang seterang matahari yang menyinari. Memeluk Lois erat mentrigger urat di pelipis Dewi Kadita meski sang ratu tersebut tak berucap sepatah katapun.

"Lois! Kau berhasil!"

"Berhasil apa?" melepaskan pelukan pelan.

"Mataharinya terang lagi! Kita semua selamat!"

Tiba tiba Dewi Kadita berdehem menggamit sebelah tangan Lois menandai. "Nanti ku jelaskan."

Menaikkan sebelah alis Blorong ingin menggoda, tapi Lois sudah menengahi memutar kalimat Blorong.

"Kesalahan bukan di kalian kalau aku yang memilih." berikutnya. "Jadi hentikan kompetisi kalian."

Menjadikan Lois sebagai bahan ejekan bahwa wanita itu tidak asik. Lois cuma bisa menaikkan sebelah alis mengusap dagu berusaha mencerna. Yang sudah disuarakan oleh kakek.

"Kalau dua rival diserang jadi kompak ya." seakan dengan cepat sudah bisa membaca kondisi hubungan keduanya.

.

—-

.

Seperti itulah hidup Lois kembali dimulai. Menjadi budak sosial di dunia bawah laut. Dengan keterbatasan pengetahuan akan sebutan obat obatan disana dan ilmu per-magis-an. Apakah wanita itu pusing tujuh keliling? Tentu saja, setiap ada kesempatan waktunya dihabiskan untuk membaca mempelajari hal yang tidak ia mengerti. Namun dengan adanya Dewi Kadita disisinya, keduanya bisa saling membagi beban yang dipikul terlepas dari pergulatan hangat mereka. Saling bertukar pikiran. Saling mengukir kenangan manis disela sela kesibukan. Lantas bagaimanakah hubungan Dewi Kadita dan Blorong? Sesekali Blorong masih saja menggoda Lois cuma untuk sekedar mengusik Dewi Kadita, yang biasanya dibalas dengan cara cara tak kasat mata seperti menarik paksa menjauhkan keduanya atau memancarkan aura membunuh dibalik senyum mematikan. Tapi kalau sudah membahas urusan kerajaan, keduanya tampak akur seakan tak ada perang tersirat yang di deklarasikan. Dian? Gadis itu tetap menjadi rekan dalam kejahatan Lois. Olahraga bersama Lois di lapangan latihan para prajurit, belajar dibawah sayap Lois. Jangan lupa berusaha me-mimik gaya menggerutu Lois. Dan seiring Lois mengenal kakek hubungan mereka lumayan sedikit membaik, meski kadang kala kakek senang sekali mengungkit biaya candi seakan tahu cara menyudutkan cucu nya. Yah, namanya juga permukaannya saja kasar, makin dikenal makin dikenang. Nyatanya Lois sama sekali tak ambil pusing, mencoba melawan setiap kali di pojokkan entah bagaimana caranya. Yang kadang kala perkara tersebut dibawa hingga ke singgasana memberikan Dewi Kadita kerjaan tambahan.

Dan yang terakhir, untuk orang orang pembuat perkara yang mempertemukan dan mempersatukan dua insan dari dunia yang berbeda. Sebesar besarnya Lois mengucapkan sumpah serapah mengajari Dewi Kadita untuk ikutan menyumpah.

.

.

.

Fin

My Queen from Southern SeaOnde histórias criam vida. Descubra agora