Chapter 6 - ep 4

427 49 0
                                    

Bila dihitung menggunakan tanggalan darat, masih di bilang sebentar perpisahan Lois dan Wulan. Namun setiap kali Wulan penasaran dengan setiap mainan yang di sentuh Lois, Lois merasa risih meski tak di tunjukan. Dalam hati Lois bertanya, mengapa dirinya merespon dengan perlawanan. Bukankah hubungan mereka sudah cuma sebatas rekan kerja? Yang kebetulan sedang apes jadi dirinya terseret? Lois menaruh boneka random yang ia temui kembali ke tempat. Pergi dari toko kebetulan lewat Ta Wan.

Sejenak ia berpikir mungkin candaan singkat bisa menaikkan suasana hatinya. Mengingat entah sudah berapa lama sejak keluar dari laut bibirnya jarang mengembang secara alami. Ia mengajak Wulan makan ke restoran tersebut lalu me-mimik gaya bicara Kristianto yang komplen soal mesin EDC. Candaan tersebut berbalas gidik, Wulan bersumpah tidak akan menginjakkan barang satu jempol sekalipun ke restoran tersebut untuk sementara waktu.

"Hmmm bikin kartu kredit kali ya? Terus bayar makanan seharga lima puluh ribu pakai kartu kredit. Kau kan gengsian kalau nominal kecil sampai harus pakai kartu kredit. Nanti apa apa bayar pakai kartu kredit, terus gagal bayar" sengaja mengulang kata kartu kredit.

Wulan berdengus kencang merasa disindir. Tak membalas mendahului Lois yang bibirnya gagal ngembang begitu saja.

Tidak asik. Ucap dalam benak Lois. Di simulasikanlah bila Dewi Kadita yang ia hadapi, jawabannya kira kira akan. "Lancang kau!" atau yang versi kalem, melirik tajam lalu membuang wajah. Yang malah membuat hatinya tambah tersayat.

Di toko berikutnya cahaya pada mata Lois sedikit lebih terang. Wanita itu menemukan boneka berukuran dua jengkal tangan manusia dengan bentuk yang ia cari cari. Dewi Kadita, menggunakan pakaian ala kolosal Jawa zaman dulu masih dengan warna hijau khas pantai selatan, tapi bentuknya chibi.

Tanpa pikir panjang, Lois langsung mentransaksikan boneka tersebut. Menimbulkan tanda tanya besar di atas kepala Wulan yang akhirnya memilih bertanya sejak kapan dirinya peduli pada boneka spesifik berbau khas nusantara. Tentu saja Lois diam seribu bahasa cuma bisa menunjukkan senyum paksa terbaiknya. Tak mungkin ia bilang sejak dirinya setiap ada waktu senggang menelusuri ranah pencarian mempelajari legenda Pantai Selatan lebih dalam.

Wulan mengulang pertanyaannya kembali, tapi Lois mengalihkan dengan mengajak pulang. Dan ajakan tersebut ditolak mentah. Akhirnya mereka duduk di taman dalam mall menikmati lampu lampu sudah dinyalakan menghias temaram. Ditemani kolam berisikan ikan koi. Ditemani pengunjung yang juga ikutan duduk menikmati suasana. Bahkan ada yang membawa anjing mereka jalan jalan.

"Sepertinya asik kalau kita makan di restoran yang ada saungnya. Escape paradise gitu konsepnya."

Mengerutkan alis Lois. "Memangnya ada di Jakarta?"

"Tinggal cari nanti. Kapan ya enaknya?"

"Yang normal saja, biasanya jauh kalau yang konsepnya lesehan." padahal di dalam kepala Lois teringat akan kejadian di saung tempo hari. Kalau di pikir pikir jijik sekali dirinya berlaku demikian. Tiba tiba memberikan pelukan dengan alasan kehangatan, kalau di era modern seperti ini dirinya pasti sudah dirajam cemooh netizen karena masuk kategori modus semacamnya kalau masuk berita.

Lois memejamkan mata sejenak membuang rasa malunya jauh jauh. Mengatakan pada diri sendiri kalau yang ia lakukan hanyalah membantu orang yang minim pakaian bagian atas dan ia tak punya pilihan lain karena di saat itu kemejanya juga lembab. Alasannya sangatlah Valid!

"Kita pernah makan di Rumah Makan Lesehan yang dekat Ragunan dan kau tidak komplain satu kata pun."

"Iya kah? Kapan?"

Wulan membalas menceritakan detail kejadian tersebut. Menceritakan kembali saat itu Wulan tengah dilanda ngidam makanan tradisional spesifik di restoran yang konsepnya tidak seperti kota besar dan kala itu Lois betulan mengemudi mengantarkan ke tempat yang dirasa enak.

My Queen from Southern SeaWhere stories live. Discover now