Sorry & Thanks(2)

105 22 2
                                    

Cieeee, double up. Hahaha :p

By the way, aku sekalian mau kasih tau kalau part ini mengandung bullying, kata-kata kasar, dan kekerasan! Bagi yang TIDAK NYAMAN silahkan SKIP.

Terima kasih.
Enjoy and happy reading~♡

*

Pukulan itu mengenainya telak. Haruto jatuh tersungkur setelah terus-menerus menghindar, tersudut di posisi bertahan. Tidak bisa melawan ketika kerah seragam putih SMA-nya dicengkeram sebelum tubuhnya terlempar ke arah dinding di sebelah kiri.

Haruto meringis pelan, wajahnya terdapat beberapa lebam dan tenaganya sudah terkuras habis. Jika pemuda di depannya ini berniat memukulinya sampai mati, Haruto tidak bisa melawan lagi. Diangkatnya pandangan menatap netra gelap di depannya ketika jari telunjuk pemuda itu mengangkat dagunya perlahan.

"Denger," ujar pemuda itu menatap Haruto dengan kilat berbahaya. "Sekali lagi lo ngadu ke guru-guru ... gue nggak akan segan-segan buat lo mampus, Haruto."

"Tapi lo salah." Haruto menatap tepat di mata. "Tindakan lo yang merudung orang lain itu nggak benar, Kak."

Pipi Haruto ditampar sekali seolah pemuda di depannya ini tidak senang dengan perkataannya. "Siapa peduli tindakan gue benar atau enggak?" pemuda yang diketahui adalah kakak kelasnya itu menjawab tak acuh. "Selama gue bahagia, kesengsaraan orang lain bukan masalah gue. Itu urusan mereka."

Haruto mengerutkan kening dalam, sama sekali tidak suka dengan penuturan tersebut. "Pernah, nggak .. lo mikir kalau korban lo bisa aja depresi dan bunuh diri?" tanyanya lirih dengan wajah menggelap.

"Ruto, hidup itu keras. Kalau lo lemah, lo bakal ditindas sama mereka yang lebih kuat." sesaat tatapan pemuda itu menerawang jauh. "Jadi, bukan salah gue karena mereka lemah."

Haruto mengepalkan tangan. "Kak, lo udah ngerasain pahitnya kehidupan sejak SMP. Begitu pahit .. dan, mungkin, meninggalkan trauma tersendiri." ia menggigit bibir bawahnya sejenak. "Lo paham gimana rasanya takut karena nggak berdaya, tertekan, dan mulai meragukan arti hidup lo sendiri. Terus kenapa sekarang orang lain juga harus merasakan hal yang sama kaya lo? Apa lo udah lupa----"

"Haruto," panggil pemuda itu dengan nada rendah. "You must know your limits. Don't cross the line."

Barulah Haruto tersadar wajah pemuda di depannya sudah menggelap. Ia tahu, ini adalah topik sensitif bagi pemuda di depannya. Meski begitu, Haruto tetap berani menyinggungnya untuk menyadarkan kakak kelasnya ini bahwa merudung itu salah.

Tidak ada hal baik dari perudungan.

Bukan hanya melukai fisik, merudung juga dapat membuat mental seseorang tertekan. Bagi mereka yang tidak kuat dengan tekanan tersebut bisa berakibat sangat fatal, yakni kematian. Jika memikirkan dampak jangka panjang, korban akan trauma berat dan tidak menutup kemungkinan depresi. Korban akan selalu merasa rendah diri, menganggap bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Kalau tidak diberi bimbingan yang benar, mereka tidak akan bisa terbebas dari lingkaran setan itu.

Harga untuk mengatasi mental yang terguncang tidaklah murah, tetapi apa pelaku bertanggung jawab membiayai itu semua? Jelas tidak. Meski tahu apa yang mereka lakukan membawa kesengsaraan bagi orang lain, tetapi mereka tidak peduli. Tidak jarang orang merudung demi kesenangan belaka, seolah melihat orang lain kesusahan adalah kebahagiaan tersendiri untuknya.

Lalu, dengan harga yang tidak murah itu apa korban akan langsung sembuh? Jawabannya, tidak. Tidak sedikit dari korban yang membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga jejak dari perudungan itu dapat menghilang sepenuhnya. Tidak sedikit pula yang membutuhkan waktu seumur hidupnya untuk sembuh dari trauma yang mereka terima.

ABANG : The Best Person Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang