It Ain't Me

212 25 0
                                    

Banyak yang bilang bahwa hari Senin adalah hari yang menyebalkan, tak terkecuali aku. Orang-orang cenderung malas upacara setelah bermalas-malasan dua hari sebelumnya; malas berdiri sejak pagi di lapangan, malas bermandikan cahaya matahari yang terkadang menyengat kulit, malas mendengar pidato yang membosankan, dan lelah berdiri.

Alasan lain, menunggu akhir pekan selanjutnya itu melelahkan.

Ini terasa menyebalkan saat dipikirkan, jarak antara hari Senin dengan hari Sabtu adalah 5 hari dan hari Minggu 6 hari. Namun, jarak antara hari Minggu dengan hari Senin adalah 1 hari. Bukankah ini tidak adil?! Aku bertanya-tanya.

Haruskah aku menyampaikan protes pada orang yang membuat kalender? Itu tidak mungkin. Sepertinya berdiri di bawah sinar matahari terik pagi ini membuat pikiranku sedikit terganggu.

Baru beberapa menit berdiri di sini, tetapi cahaya matahari sudah membuatku gerah dan berkeringat. Rasanya sedikit masam melihat guru-guru berdiri rapih di bawah bayang-bayang bangunan sekolah, sementara kami, para murid, harus berdiri di lapangan bersentuhan langsung dengan cahaya matahari.

Sedikit tidak adil, tetapi inilah dunia.

"Ru, liat deh. Tim basket sekolah menang lagi." sosok jangkung Park Jeongwoo menyenggol pelan lenganku, tatapan matanya menatapku sekilas sebelum kembali fokus pada panggung kecil di depan lapangan.

Tanpa banyak kata aku mengikuti arah pandangnya. Dalam iris hitamku terpantul sosok laki-laki tengah tersenyum kecil dengan aura khasnya berdiri di samping Pak Kepala Sekolah menerima sebuah piala kemenangan pertandingan basket beberapa hari lalu.

"Hebat, ya, di bawah kemimpinan Kak Yoonbin tim basket sekolah kita menang terus." Jeongwoo kembali berkomentar, "Kayanya ini masa kejayaan tim basket kita deh," lanjutnya sedikit hiperbola.

Aku menatap Jeongwoo sejenak sebelum kembali beralih pada sosok kapten basket bernama Yoonbin tersebut. "Mungkin," balasku.

Kak Yoonbin, salah satu siswa populer di sekolah dengan banyak prestasi di bidang musik. Namun, ke-aktif-annya di basket tidak perlu diragukan lagi. Setiap lomba-lomba olahraga, terutama basket, Kak Yoonbin sering dimasukkan dalam list oleh para guru sebagai orang yang wajib ikut serta. Pun sang empu tidak pernah menolaknya.

Hebatnya, di tengah kesibukannya sebagai siswa kelas XII, Kak Yoonbin mampu mengatur waktunya sebaik mungkin. Setidaknya, aku tidak pernah melihatnya kelelahan dengan kegiatan seabrek yang selalu dijalaninya setiap hari. Entah fisik dan mentalnya yang luar biasa atau anaknya memang terlalu aktif.

Aku saja yang melihat Kak Yoonbin berseliweran melakukan banyak kegiatan sudah lelah sendiri, tidak pernah terbayang jika aku menjadi dirinya walau hanya sehari ... mungkin aku akan langsung terkena penyakit tipes.

Kakak kelas yang satu ini memang luar biasa sekali.

Sosok ideal Kak Yoonbin kembali berdiri ke barisan jajaran kelas XII dengan tatapanku yang tidak lepas darinya. Raut wajah tanpa riak emosi kembali ditampilkan saat meluruskan pandangan, fokus pada upacara pagi yang berlangsung, bahkan ketika teman-temannya berbalik untuk memberinya ucapan selamat sekali lagi, laki-laki itu hanya memberi senyum tipis serta ucapan terima kasih.

Sifatnya memang selalu seperti itu, dingin dan tidak banyak berekspresi. Kak Yoonbin pun bukan termasuk orang yang acuh pada sekitar, tak jarang pula mengabaikan orang lain dan dianggap sombong karenanya. Maka tak heran jika orang-orang merasa segan untuk mengajaknya berteman----dan memang, teman yang akrab dengannya itu tidak banyak. Walaupun di basket, entah bagaimana, dia mampu bekerja sama dengan yang lain dan hampir selalu memenangkan pertandingan.

Aku pun terheran.

Iris hitam Kak Yoonbin bergerak bersamaan dengan kepalanya yang menoleh dan mengejutkanku. Dia menatap lurus ke arahku dengan bibir tertutup rapat. Hanya menatap, tetapi aku dibuat merinding karenanya. Sepasang obsidian menatap tajam dengan aura dingin yang menguar dari balik punggungnya, melempar aura kemusuhan kepadaku. Ini tidak berlangsung lama karena ia langsung memalingkan wajah beberapa detik setelahnya.

ABANG : The Best Person Donde viven las historias. Descúbrelo ahora