6

7.9K 438 250
                                    

Rintik hujan mulai membasahi bumi perlahan-lahan menjadi hujan lebat di salah satu kamar bernuasa cerah ada pemuda tampan melihat pantulan dirinya di cermin. Beberapa hari tinggal di rumah kedua orangtuanya kegiatan Fano hanya sekolah setelah itu pulang ke rumah. Fano memangku dagu bosan dilarang keluar rumah oleh kedua orangtuanya. Fano terbiasa hujan-hujanan mencari uang demi mengganjal perut, tapi mulai hari ini Fano tidak perlu melakukan itu semua.

"Bosen di kamar mulu," keluh Fano.

Fano mengulurkan tangan kanan ke jendela kamar yang sengaja dibuka Fano. Satu tetes hujan membasahi tangan Fano membuat senyum lebar terbit di wajah Fano. Fano naik ke jendela kamar ingin bermain dengan air hujan.

"Dingin. Gua suka ini dimana air hujan mengenai tangan gua," ucap Fano.

Fano turun dari jendela kamar sebuah ide muncul di dalam benaknya. Fano mengunci kamarnya tidak ingin diganggu saat bersenang-senang.

Fano membuka hodie yang digunakannya ingin bermain air hujan. Fano melompat dari jendela kamar, dan mulai berlarian kesana-kemari bahkan bermain genangan air.

Fano tidak menggunakan alas kaki apapun jadi kedua kakinya penuh lumpur, tapi Fano tidak peduli sama sekali baginya bersenang-senang lebih utama.

"Ayo dong lebih deras!" pekik Fano.

Fano melompat-lompat seperti anak kecil, namun sayangnya kesenangan Fano harus berakhir karena seseorang menarik telinga kanan Fano.

Beberapa menit sebelumnya

Stevan akan mengecek keadaan Fano memastikan Fano tetap berada di kamar. Stevan paham kalau anaknya tidak bisa diam di kamar lebih sering berkeliling tidak jelas di rumah, ataupun membantu para maid mengerjakan tugas mereka.

"Semoga si bontot gak buat ulah lagi," ucap Stevan.

Stevan tiba di depan kamar Fano. Stevan memutar kenop pintu tapi ternyata terkunci jadi Stevan pergi ke ruangan cctv mengecek keberadaan Fano di kamar.

Stevan memijit keningnya melihat rekaman cctv disana terlihat Fano melompat dari kamar untuk bermain hujan-hujanan.

"Dulu sebenarnya aku dosa apa sih punya anak jiplakan aku semua," keluh Stevan.

"Yah anggap saja kau kena karma dari perbuatan nakalmu dulu sayang," ucap Lusiana.

"Tapi aku sudah tobat sayang," ucap Stevan.

"Aku mengerti. Lihat kondisi si bontot saja sana nanti dia bisa sakit kalau kelamaan bermain hujan-hujanan," ucao Lusiana.

"Oh iya lupa!" pekik Stevan.

Flashback off

Stevan menjewer telinga Fano akibat kesal akan ulah nakal Fano lihat saja penampilan Fano seperti habis mandi lumpur saja. Dari atas sampai bawah penuh lumpur bahkan Fano hanya menggunakan celana pendek, tidak menggunakan alas kaki, dan lebih parahnya bertelanjang dada.

"Sakit bodoh!" kesal Fano.

"Adek mengatai ayahmu sendiri bodoh?" tanya Stevan datar.

"Eh?!" kaget Fano.

"Ayo cepat masuk nanti kau sakit demam!" ajak Stevan.

"Lepaskan jeweran di telingaku dong, pah," mohon Fano.

"Tidak akan!" tegas Stevan.

"Hiks," tangis Fano.

"Adek!" kaget Stevan.

Stevan melepaskan jeweran di telinga Fano melihat bahu Fano naik turun ada isakan lolos dari mulut membuat Stevan bungkam akan hal itu.

"Maafkan papa nak," mohon Stevan.

Stefano Mahardika (END) Where stories live. Discover now