10

340 43 1
                                    

"Apaan nih?" Seorang gadis dengan setelan seragam SMAnya menatapku dengan tatapan menghardik.

Gadis itu ---Stella, ia adalah gadis yang kusukai selama kurang lebih satu tahun belakangan ini. Senyum manis Stella yang selalu ia berikan untuk semua orang membuat aku jatuh hati. Parasnya juga terlihat begitu manis, kulit hitam manis dengan mata besar serta bola mata gelapnya mampu membuatku terpana.

Dia adalah salah satu siswi yang paling diincar-incar di sekolah. Entah itu kakak kelas, teman seangkatan hingga adik kelas banyak yang menyukainya. Termasuk diriku yang masuk ke dalam jejeran pengagum rahasia gadis itu.

Sudah cukup bagiku untuk menjadi pengagum rahasianya selama satu tahun. Setiap hari, aku selalu menyimpan sebatang coklat di lokernya dan hari ini aku berniat untuk memberanikan diri untuk memberikan sebuah coklat langsung kepadanya.

"Ternyata lo yang selama ini nyimpen coklat di loker gue?" Tak seperti ekspektasiku, ternyata reaksi yang ditunjukkan oleh Stella benar-benar membagongkan.

Aku mengangguk, lalu menundukkan kepalaku. Entah mengapa rasanya seperti semua rasa kepercayaan diriku menguap begitu saja menjadi asap dan tak bersisa.

"Sorry, ya. Gue nggak makan coklat murahan kayak gini." Stella melempar coklat yang kuberikan padanya, bahkan dirinya kini mencoba untuk mempermalukan diriku di depan banyak orang.

Mulutku hanya terkatup rapat, merasa sulit untuk berkata bahkan hanya untuk satu patah saja. Hatiku rasanya seperti hancur berkeping-keping bersamaan dengan hilangnya semua kepercayaan diriku.

"Lagipula apa lo itu nggak punya kaca di rumah?"

"Lo itu harusnya sadar diri, dong!"

"Gue nggak suka sama cowok jelek, gendut, dan cupu kayak lo."

"Punya nyali banget lo ngasih coklat terus bilang suka sama gue."

"Lo pikir gue mau nerima lo jadi pacar gue? Mimpi kali ya!" Stella tertawa mengejek, gadis itu memandangku rendah bagai aku adalah sampah yang patut untuk diinjak-injak.

"Kalo lo mau ngelamar jadi babu gue sih gue bakalan nerima Lo dengan senang hati." Sembari bersidekap dada, Stella kembali meremehkan diriku.

Aku mengepalkan tanganku dengan kuat. Harga diriku benar-benar seperti tengah diinjak-injak. Bagaimana bisa aku pernah menyukai gadis yang minim etika seperti dirinya? Rasanya aku ingin merutuki kebodohanku karena pernah menyukai dirinya.

Namun sepertinya sial sekali diriku ini. Dihadapan Stella, mulutku rasanya seperti dikunci dan enggan untuk menjawab segala macam hinaan yang terlontar dari bibirnya itu. Kini yang aku lakukan hanyalah membiarkan waktu berlalu hingga gadis itu bosan menghina diriku.

Namun sepertinya, apa yang dikatakan oleh Stella tak sepenuhnya salah. Gadis itu benar. Aku bukanlah cowok good looking ataupun cowok most wanted yang paling diidam-idamkan semua gadis.

Standar good looking yang ditetapkan oleh masyarakat adalah memiliki kulit putih, tubuh langsing dan tinggi semampai, badan atletis (untuk cowok) hingga hidung mancung bak perosotan anak TK. Dan sepertinya diriku tak memenuhi satupun spesifikasi yang ada di atas.

Aku hanyalah seorang pria dengan tubuh yang agak berisi dengan kacamata tebal yang tak luput dari wajahku, tinggiku pun tergolong pendek bagi seorang pria yaitu hanya sekitar 160 cm saja dan tentunya aku tak memiliki tubuh atletis apalagi perut sixpack yang diidam-idamkan para kaum hawa.

Di hadapan banyak orang, aku telah menyalahi standar good looking yang ditetapkan oleh masyarakat.

Setelah mengatakan rentetan kalimat yang menusuk hati, Stella pun mengambil langkah untuk pergi dari hadapanku. Tidak --gadis itu tak langsung pergi begitu saja, namun gadis itu masih sempat-sempatnya menginjak coklat pemberianku hingga hancur.

Changed (Hiatus)Where stories live. Discover now