0.3 Wahai Rembulan yang Bundar

229 41 13
                                    

TW // Profanity , degrading words

***

Aryo murka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aryo murka. Kemarahannya meledak. Emosinya membeludak. Yang sudah sejak semalam ia tahan untuk tidak menguar demi menjaga performanya di Arena. Tapi sayang, kesabarannya diuji hingga siang ini.

Tapi untuk kini, tak mampu lagi ia bendung kekesalahan yang dari kemarin petang menohok tenggorokan. 

Penyebabnya satu orang. Sumber dari semua rasa sebal; Damar. Yang sedang duduk dengan santai di dalam ruang petinggi kampus. Terlihat tidak peduli kendati sang adik baru saja ditimpa satu kejadian paling tolol yang Aryo simpulkan kalau hal tersebut disebabkan oleh sang abang.

"Mas?!" Membentak tertahan ke arah Damar. Menarik perhatian saudara sulungnya untuk tatap datar si adik sebentar, sebelum kembali mengalihkan pandang ke arah pria paruh baya yang juga ada di dalam ruangan. 

Tak peduli pada fakta bahwa perbuatannya buat Aryo jadi bahan pertunjukan dan tontonan sejak dirinya masih berada di kelas sampai sepanjang perjalanan menuju kantor rektorat. Sebabnya karena wajah dia terpampang bebas di akun Instagram resmi universitas tempatnya berkuliah. Bunyinya kurang lebih menyuruh Aryo datang ke kantor rektorat. Tanpa alasan, ataupun menyertakan tujuan. 

Tingkah Damar sukses bikin orang-orang punya prasangka buruk terhadap adiknya. Kendati Aryo merasa dia tak melakukan apa-apa. Si bungsu juga jadi menerka-nerka, perkara yang ditimbulkannya sebesar apa sih sampai jadi buronan kampus begini? Balapan liar? Tapi kan bukan cuma Aryo yang melakukan! Atau Aryo yang harus bertanggungjawab? Ya bukan masalah sih, toh pemuda itu merasa dia memang pantas disalahkan kalau memang harus ada yang menanggung hukuman. 

Sayangnya, bukan aksi keheroikan macam itu yang buat Aryo sampai repot-repot disuruh datang ke kantor rektorat. 

"Terima kasih atas bantuannya. Saya pamit undur diri."

Enteng. Seakan apa yang Damar lakukan bukanlah mempermalukan adiknya di hadapan seluruh warga kampus. 

Usai ini nanti, mau ditaruh mana muka Aryo? Apa Damar bahkan memikirkan akibat dari perbuatannya yang barusan dilakukan?

Ah sial!

"Sama-sama, Mas Damar. Kalau ada apa-apa jangan sungkan menghubungi."

Santai sekali ia bertingkah. 

Tanpa tahu kalau Aryo yang berdiri di ambang pintu sedang menggertakan gigi menahan angkara. Menyumpah serapah dalam diam. Mengutuki abangnya yang sembarangan. Pria muda itu mau mengamuk, tapi tidak bisa langsung di depan orang paling tinggi di kampusnya. Bisa jadi masalah dan Aryo tidak mau mencoreng reputasinya yang sudah terlanjur busuk. 

"Mari, Pak."

Setelahnya Damar berlalu, menggandeng kencang pergelangan tangan sang adik yang memberontak kasar. Meronta minta dilepaskan. Meski tak semudah itu juga Damar kabulkan. Apalagi mengingat kalau Abang sulungnya punya kekuatan tak bernalar. Berbanding terbalik dengan Aryo yang bahkan tidak bisa buka jeruk sunkis tanpa kesusahan.

Buana Bumantara | J-Line Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang