2.2 Bertimbun Luka di Badan

147 27 7
                                    

Aryo menghela waktu dia sampai di depan kontrakannya yang lengang. Rumah sederhana satu lantai yang punya enam kamar. Lampu terasnya yang remang sudah menyala karena hari juga sudah petang. Biasanya kalau jam segini, ketiga temannya sedang berkumpul di ruang keluarga yang tak diisi televisi. Belajar sendiri-sendiri meski saling berdampingan. Mengurusi urusannya masing-masing.

"Ada PR, Ru?" 

Sekarang, mereka punya seorang penghuni baru.

"Ada, Mas." 

Handaru -adiknya- sedang sibuk memperhatikan rumah kontrakan sang kakak ketika pertanyaan digaungkan oleh yang lebih tua. Bikin fokusnya sejenak terbagi sebab harus menunduk untuk dapat menatap wajah abangnya dan membalas. 

"Bawa bukunya?" 

Retoris. 

Bikin Handaru menggaruk kepala bingung, "Tidak," kata dia, "Sempat."

Ya.

Benar juga sih.

Keduanya tak punya waktu kembali ke Keraton setelah berdiskusi dengan Damar juga Jatmiko. Seusai keempatnya membulatkan rencana, Aryo dengan segera bawa adiknya untuk tinggal bersama. 

"Kapan dikumpul?" 

"Besok, hehe," jawab Handaru tersenyum tolol. Mengantisipasi respon yang barangkali akan lawannya berikan. Tapi alih-alih memarahi sang adik yang menunda tugas, pemuda itu menghela sabar. 

"Ya udahlah, masuk dulu saja, nanti PR-mu biar aku yang cari jalan keluar." 

Menuruti titah tuan rumah, Aryo meniru di belakang. Berjalan menyamakan langkah dengan sang abang yang kemudian mengetuk pintu sebelum membukanya dan mendapati sekelompok pemuda yang langsung alihkan pandang. 

Seorang dari ketiga yang lain, mata Aryo langsung dapati satu presensi yang membuat mulut juga matanya menganga. Pun serupa dengan yang dilakukan si bungsu Raden Mas, yang dimaksud juga perbuat hal sama. 

"KEENAN?!"
"HANDARU?!" 

Persis seperti drama picisan. 

Aryo refleks tutup telinga sebab suara rendah Handaru memekik tepat di sebelah dia. Buat rungunya pengang sebab Handaru punya suara yang lantang. 

"Oh iya, kalian kan teman sekolah," kata Aryo sambil lalu. Tak terlalu menaruh peduli dan memilih buat masuk ke dalam rumah untuk merebahkan dirinya di sofa panjang, yang jadi sandaran Kafka yang ternyata juga ikut membelalakan mata. 

Memandang heran. 

"Ngapain bawa adik lo malem-malem begini?" tanya Kafka menggeleng bingung, "Ngapain bawa adik lo ke sini?!" 

Aneh.

Kadang Kafka bertanya-tanya, bagaimana sih cara otak Aryo bekerja? Maksudnya, tujuan awal dia mengontrak 'kan untuk memutus kontak dengan keluarganya. Kabur dari bayang-bayang Keraton, yang melingkungi sebab besarnya tanggungjawab yang mesti diemban. Tapi kenapa, hari ini, dia bahkan bawa tidak cuma seorang tapi dua saudaranya ke sanctuary milik dia? Muaranya untuk berlari. Tempat persembunyian. 

Berdeham, "Ceritanya panjang." Kafka butuhnya alasan, "Maaf karena tidak meminta persetujuan kalian, tapi, mulai malam ini hingga waktu yang belum ditentukan, adikku akan tinggal sama kita ya?" 

"APA?!" Keenan, memberi respon berlebihan.

Berbeda dengan Josiah yang menggedik acuh. Yang paling muda pasrah, dia tidak pernah punya masalah dengan Handaru pun tak pernah berinteraksi dengannya selama di sekolah kendati dirinya tahu siapa Handaru bagi Aryo; pacar kakak tunggalnya. Jadi memperbolehkan Handaru tinggal bersama dia tak akan punya pengaruh besar di hidup Josiah. 

Buana Bumantara | J-Line Treasure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang