Perasaanan pilu masih memeluk hati selama satu minggu ini, menurunkan hujan dari mata tanpa henti. Membuat hati perlahan-lahan membiru sebab sibuk meratapi. Kepergiannya meninggalkan duka yang berkepanjangan. Menyisakan kenangan yang lama-kelamaan membuatnya terasa seperti tercekik penyesalan. Apalagi, ketika kolase waktu itu kembali terputar dengan samar.
"Aku ngantuk."
"Kalau gitu tidur, semoga mimpi indah."
"Jangan mimpi indah, aku cuma mau tidur yang nyenyak."
"Kalau begitu, tidur yang nyenyak. Tapi, jangan lupa bangun, ya?"
"Iya."
Matanya mulai terpejam dengan rapat. Deruan napas yang awalnya beraturan tiba-tiba tak lagi ku dengar. Dan di saat itu tangisku melebur—menjerit sembari mengguncangkan badannya dengan sepenuh tenaga. Tubuhnya bergerak semua, namun ia tak merespon apa-apa. Aku kalut, apalagi saat tubuhnya terasa dingin, padahal aku sedang memeluknya dengan hangat.
B I M A S E N A
©Nonatypo
MEMPERSEMBAHKAN
Bimasena Candrakumara
Bandung, 06 Juni 1997“Kenanglah aku meski tidak begitu sempurna. Meski hanya sedih-sedih yang tersisa. Sebab, bagaimana pun pahitnya, aku pernah menjadi seseorang yang pernah mencintaimu dengan sungguh-sungguh kala itu.”
Flora Almahyra Selia
Jakarta, 16 Juli 2002“Jika pada akhirnya kamu hanya menamai dirimu sebagai kenangan. Lalu, untuk apa dulu kamu datang mengajarkanku arti sebuah ketenangan? Jika setelah itu, kamu memilih tiada, dan membuatku menjadi orang yang paling patah setelahnya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
It Will Rain || LHC
Short Story"Jangan mimpi indah, tidur saja yang nyenyak." ____________ Sejak hari itu, kamu hanya menjadi kenangan. Dan hanya akan menjadi batas kenang orang-orang. Bima, benar, memori memang selamanya akan menjadi memori. Setelah kamu memutuskan tiada, aku me...