9. Hari Pertama

825 151 2
                                    

Cerita ini hanyalah fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, dan peristiwa adalah hasil ketidaksengajaan.

*
*
*

Seorang wanita paruh baya memberiku kemben hitam, kain jarik, dan selendang berwarna putih. Itu adalah seragam pelayan di keraton Parahyangan. Wanita yang memberiku seragam itu adalah Nyi Asih, kepala pelayan di sini.

Kemarin Sangkuriang memutuskan untuk mengabdi kepada Raja. Aku senang dia memilih keputusan itu, walau aku tahu ia tak menyukainya. Tapi setidaknya, dia bisa hidup.

Setelah memakai pakaian, aku mengumpulkan semua rambutku dan menyanggulnya. Aku sempat kesusahan karena rambutku panjang dan tebal.

"Namamu Kemala bukan?" tanya Nyi Asih kepadaku. Aku mengangguk mengiyakan.

Ia melanjutkan, "Mulai hari ini, kamu akan melayani Nyai Putri Dayang Sumbi, putri dari Gusti Prabu Sungging Purbangkara!"

Apa? Aku akan menjadi pelayan Dayang Sumbi? Yang benar saja. Jujur, aku tak pernah menyukai tokoh satu ini. Satu-satunya yang bagus darinya hanya wajah awet mudanya. Selebihnya hanya kebodohan.

Maksudku, ayolah. Walaupun aku juga terkadang malas untuk mengambil barang yang jatuh, tapi aku tidak akan mengatakan hal bodoh seperti sayumbara pengantar biang masalah.

"Hei, kamu dengar tidak?"

"Ah, iya. Maaf Nyi, tadi anda bilang apa?"

"Ck, kau ini masih muda tapi sudah tuli!" sindirnya dengan pedas.

Ya ampun Nyi, aku ini tidak tuli. Aku hanya tidak fokus saja.

"Aku bilang, bersikaplah yang baik di depan putri. Jangan sampai membuat kesalahan, mengerti?!"

"Baik, Nyi Asih!"

Nyi Asih membawaku menuju kamar Dayang Sumbi. Di perjalanan, aku bertemu dengan Sangkuriang. Seragam pengawal terlihat sangat cocok di tubuh kekarnya.

Sangkuriang menengok ke arahku dan mata kami bertemu, lalu dia tersenyum. Ya Tuhan, Kakangku ini manis sekali. Aku balas tersenyum padanya.

"Jalan yang cepat Kemala. Jangan lambat!" bentak Nyi Asih yang berjalan di depanku.

"Ah, iya Nyi!"

Setelah beberapa menit, akhirnya kami sampai di kamar Dayang Sumbi. Kamarnya luas sekali. Banyak perabotan antik yang terbuat dari emas dan kuningan mahal. Kasurnya terbuat dari kapas, dan sprainya dari sutra.

Di meja rias, Dayang Sumbi duduk sambil para pelayan meriasnya. Seorang pelayan menyisir rambut panjangnya, pelayan yang lain memoles wajahnya dengan pupur menur dan lati aruna di bibirnya.

Tunggu wanita itu, bukankah ia yang membantuku dan Sangkuriang sembunyi dari para prajurit Parahyangan? Jadi benar dia itu Dayang Sumbi.

"Sampurasun, Nyai Putri!"

"Rampes! Ada apa Nyi Asih?" jawab Dayang Sumbi, masih fokus memandang wajah cantiknya di cermin.

"Saya datang bersama pelayan baru anda. Namanya Kemala!" ucap Nyi Asih memperkenalkan diriku.

Baru setelah Nyi Asih bicara maksud kedatangannya, Dayang Sumbi melihat ke arah kami.

Aku membungkuk memberi hormat. Dayang Sumbi nampak sedikit terkejut sepersekian detik, sebelum akhirnya tersenyum. Sepertinya dia mengenaliku.

Dayang Sumbi mengibaskan pelan tangannya setelah seorang pelayan memasang tilak di dahinya. Seketika tiga orang pelayan di sekitarnya, mundur menjauh.

"Senang bertemu denganmu, Kemala. Semoga kamu betah menjadi pelayanku!" ucapnya.

Kemala di tanah Parahyangan Where stories live. Discover now