#3

7 0 0
                                    

iluvplumtea

Di mata anak-anak bahkan gang sempit sekali pun bisa menjadi tempat untuk berpetualang. Ada debaran tersendiri ketika menemukan jalan baru, seolah itu adalah jalan rahasia menuju lokasi tempat di mana petualangan menanti.

Halo, namaku Icha dan ini adalah petualanganku.

Sebagai anak perempuan, aku tidak takut melakukan permain yang dilakukan oleh anak laki-laki. Aku akan bermain boneka barbie, berpura-pura bahwa aku adalah seorang tuang putri dari sebuah kerajaan di negeri dongeng. Atau aku berlarian di tepi sawah, mengejar layangan putus. Namun, yang paling membuatku senang adalah menemukan jalan rahasia.

Suatu ketika aku berkunjung ke rumah nenek. Di pemukiman padat penduduk, banyak gang sempitnya. Aku selalu menyelinap keluar rumah untuk menyusuri jalan yang seperti labirin tersebut.

Aspal di bawah kakiku, tembok bata yang dilapisi semen kelabu di sekelilingku, bau masakan yang tercium dari rumah penduduk tercampur dengan bau debu. Kulangkahkan kakiku dengan riang. Berbelok ke arah berlawanan dengan arah yang akan membawaku menuju rumah nenekku. Tembok berganti dengan semak belukar, dan aspal menjadi rumput hijau, dan aroma makanan berubah menjadi aroma manis bunga. Aku menengok ke belakang, masih jalan yang sama yang kulalui. Oleh karena itu, tanpa ragu aku tetap melangkah ke depan.

Di depan mata, alih-alih rumah, sebuah taman terpampang jelas. _Apakah aku masuk ke halaman rumah orang?_ tanyaku dalam hati. Sangat tidak sopan masuk kawasan rumah orang lain tanpa permisi, bukan?

Namun, sejauh mata memandang, aku tidak menemukan rumah. Hanya ada tumbuhan hijau dan bunga-bunga dengan warna cerah. Rumput yang tingginya hampir sepinggang, malah sepertinya ada yang melebihi tinggi badanku.

Bunga dan pepohonan yang tidak pernah kulihat sebelumnya pun ada di situ. Yang mengeluarkan aroma harum seperti permen kapas. Lembut dan manis.

Aku menghampiri sebuah pohon pendek dengan daun hijau kebiruan dan memiliki buah berbentuk bulat seperti jeruk kecil, namum berwarna kemerahan. Karena penasaran, aku memetik satu dan memakannya.

Rasanya tidak seenak yang kubayangkan, jadi aku memuntahkannya kembali. Rasa pahit tertinggal di lidah membuatku pusing. Rasanya aku perlu minum, tetapi tidak bisa menemukan sumber air apa pun.

Aku berbalik menuju jalan yang tadi kulalui untuk bisa sampai di sini. Namun, alangkah terkejutnya aku ketika aku tidak menemukan jalan keluar. Hanya ada semak belukar di sekelilingku. Padahal aku tidak pergi jauh-jauh dari jalan tadi, kenapa aku tidak bisa menemukannya.

Panik, aku berlari mengelilingi tempat yang cukup luas itu. Anehnya, aku tidak bertemu dengan seorang pun. Karena kelelahan aku duduk di bawah sebuah pohon rindang. Perutku sudah tidak enak membayangkan bahwa aku tersesat dan tidak bisa pulang. Aku tidak akan bertemu dengan orang tua, kakak, dan sahabatku lagi. Aku mulai menangis. Padahal Mama sudah sering mewanti-wanti agar aku tidak main ke tempat jauh, karena kalau aku bertemu dengan penculik, maka aku tidak akan bisa pulang lagi.

Tak lama, ada sosok berpakaian serba hijau, bahkan kulitnya pun hijau, dengan mata seperti mata kucing menghampiriku. Sosok itu berkata, "Nak, apa kamu tersesat?"

Aku mengangguk.

"Kamu tadi mencuri apa?"

Aku meggelengkan kepalaku. Kemudian teringat bahwa aku tadi memetik dan memakan satu buah.

"Setiap pohon ada pemiliknya. Kamu tidak boleh memetik tanpa izin," tegur sosok itu.

Aku mengangguk lagi. "Maaf," ujarku sambil menangis.

"Karena kamu sudah memakan buah di sini, maka kamu tidak akan bisa pulang lagi ke rumahmu."

Tentu saja aku menangis lebih keras. Aku sudah merindukan orang tuaku.

"Kalau kamu mau pulang," kata sosok itu, "panjatlah pohon  itu." Dia menunjuk pohon besar tak jauh dari tempat kami berbincang. "Panjat pohonnya dan makanlah buah yang ada di pohon itu. Setelah memakannya, larilah ke arah utara dan jangan menoleh ke belakang. Mengerti?"

Aku mengangguk. Walaupun aku sedikit takut, tetapi memanjat pohon bukan hal baru bagiku. Aku suka memanjat pohon belimbing di depan rumahku atau pohon jambu tetanggaku. Tentu saja aku tidak pernah memanjat pohon sebesar pohon ini.

Dengan hati-hati aku memeluk batang pohon, mencoba untuk meraih dahan pertama. Kulit pohonnya begitu kasar menggores kulit. Untung aku mengenakan celana panjang. Hanya tanganku yang menjadi korban lecet. Meraih dahan pohon tidak mudah, semakin banyak luka yang kuperoleh. Harusnya tadi aku main ke warung saja. Tidak perlu susah-susah memanjat pohon dan bisa membeli es.

Setelah berkutat cukup lama akhirnya aku berhasil naik ke dahan yang ada buahnya. Segera saja aku menjulurkan tangan untuk memetiknya. Namun sayang, ditengah kegembiraanku menemukan buah biru tersebut, aku gagal memperhatikan bahwa ada binatang di dekat situ.

Tanganku yang sedang memetik buah digigit. Rasa panas langsung muncul di permukaan kulitku. Ketika hendak melihat jenis binatang apa, makhluk itu sudah menghilang. Setelah melihat tanganku, aku lega, bukan ular. Namun, bekas gigitan itu sungguh aneh, tidak seperti taring atau sengat, melainkan gigi yang tidak beraturan, seolah aku ditusuk beberapa paku sekaligus.

Aku tidak ambil pusing, karena aku belum mati, sepertinya binatang itu tidak berbisa. Tanpa membuang waktu aku segera turun kemudian memakan buah yang ada di tanganku.

Rasanya asam. Hampir kumuntahkan.

Setelah menghabiskan buah tersebut aku lari ke arah utara. Untung saja ada matahari yang menjadi petunjuk. Setelah beberapa meter aku mulai melihat tembok kelabu lagi. Aku tersenyum senang. Bahkan aku melakukan lompatan kecil sebagi bentuk kegembiraanku saat menjejakkan kaki di jalanan aspal.

"Icha."

Ada yang memanggil namaku jadi otomatis aku menoleh ke belakang. Ekor mataku menangkap sosok perempuan cantik. Namun, seperti ada tangan yang menahan kepalaku untuk memutar lebih jauh.

Aku merasa rasa sakit yang tajam di kepalaku. Kemudian aku muntah. Dan kemudian aku tak ingat apa-apa lagi.

Saat aku bangun, aku sudah berada di tempat tidur. Hari sudah gelap karena lampu kamar sudah dinyalakan. Di sampingku ada Mama yang begitu melihatku membuka mata langsung mengomel habis-habisan karena aku main terlalu jauh. Aku ditemukan pingsan di dekat pabrik gas. Untung saja ada yang kenal. Kalau aku ditemukan orang lain bisa-bisa aku sudah diculik.

Sambil membelai rambutku, Mama menyuruhku untuk tidur lagi karena aku tidak mau makan. Walau Mama bersikeras aku meminum segelas air.

Aku menghela napas. Sepertinya aku terlalu hanyut dalam imajinasiku tadi hingga tidak sadar kakiku melangkah ke mana. Aku menggeliat. Kemudian mengernyit ketika merasakan rasa perih di tanganku.

Bekas gigitan tadi.

Namun, bukannya merah seperti bekas gigitan, sekarang di tanganku hanya ada titik-titik hitam, seperti sekumpulan tahi lalat. Dan masih terasa panas.

"Ma." Aku memanggil Mamaku dan menunjukkan tanganku.

Mamaku mengamati tanganku cukup lama. "Mama tidak ingat kamu punya tanda lahir di sini. Mungkin baru muncul."

Aku mengangkat bahu. Mungkin saja. Namun, apa tanda lahir, atau tanda apapun itu, terasa panas dan perih ketika baru muncul?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 05, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Buletin AdventureWhere stories live. Discover now