KKL PART 2

16 3 0
                                    

Pekan ini Abbas memutuskan untuk pulang diantar Raze yang memang tak memiliki agenda juga bosan jika diam di kontrakan.

“Sajid tak ikut? Tumben.” Pak Mustofa tersenyum dan Raze balas tersenyum sambil melirik Nindy. Semakin besar anak itu semakin lucu. Dia sangat ingin memandangi lama jika tak takut dicekik Abbas. Dia tahan-tahan sebisanya.

“Bang Sajid ah iya, aku kangen sama dia. Kenapa dia tak ikut, Bang?” Nindy menyenggol lengan Abbas.

“Dia kerjalah, dia bahkan susah untuk mengambil cuti. Dia super sibuk.” Abbas menyuap keripik dan Nindy tersenyum.

“Hebatnya bang Sajid itu, sekarang sudah jadi Chef utama. Gajinya juga pasti besar kan, Bang?” Haris ikut nimbrung dan Abbas mengangkat bahunya.

“Mana aku tahu,” katanya sewot.

Tak henti-hentinya mereka membahas Sajid dan Raze yang menjawabnya. Abbas mendesah kesal karena dia merasa menjadi orang lain jika keluarganya sudah membahas sahabatnya itu. Tak dipungkiri kadang dia risi mendengar pujian-pujian itu untuk Sajid. Dia juga hebat dan memiliki gaji lumayan, perlu dibanggakan juga bukan hanya Sajid yang statusnya hanya orang lain. Bukan hanya rasa risi tapi rasa iri dengki itu membeliak di dalam hatinya dan dia berusaha berkilah.

Abbas dan Raze sudah malam belum juga kembali ke kontrakan. Abbas malah ketiduran dan Raze membalas pesan Sajid yang menanyakan mereka di mana. Setelah dibalas Sajid pun tenang.

“Eh, Ndy.” Raze berbicara sangat pelan dan Nindy menoleh. “Sudah kelas berapa sekarang?” tanyanya dan Nindy tersenyum.

“Mau naik ke kelas tiga SMA, Bang. Kenapa?” Nindy memandang dengan kedua mata bulatnya yang selalu memesona ketika mendelik atau mengerling.

“Abang minta nomor ponselmu, boleh?” Raze melirik Abbas sekilas dan Nindy mengangguk tak keberatan. Dia menerima ponsel pria itu dan mengetikkan nomor ponselnya.

“Hp Abang bagus.” Dengan polos dia memuji dan Raze tersenyum.

Raze hendak menimpali lagi tapi lekas bungkam saat Abbas menggeliat. Nindy paham dan langsung menatap ke depan. Teman-teman Abbas memang selalu menarik perhatian gadis itu tapi dia selalu diperingatkan agar tak kecentilan atau meladeni celetukan teman-teman Abangnya. Padahal hanya sekadar kenal tak apa, batin Nindy.

Nindy merasa memiliki kakak laki-laki lagi ketika teman Abangnya baik-baik padanya apalagi Sajid dan Raze.

Besok paginya, Abbas dan Raze meninggalkan rumah tersebut. Abbas terus mengomel karena Nilam menelepon tak henti-hentinya. Padahal dia sudah bilang sedang di jalan. Raze terkesiap saat hendak memasuki kompleks tapi Abbas meminta berhenti.

“Apa?” tanya Raze bingung karena dia diminta turun.

“Aku pinjam motormu,” kata Abbas cengar-cengir dan melirik seorang gadis di tepi jalan sedang memainkan ponsel. Raze melongo dan memukul bahu kawannya itu.

“Wah... parah kamu.” Jarinya menunjuk kesal karena dia tak tega pada Nilam.

“Apaan, sih? Cepatlah aku pinjam dulu motormu, bukannya kau tak akan kerja hari ini? Aku ganti bensinnya nanti.” Abbas sudah tak sabar seperti cacing kepanasan dan Raze turun dengan wajah terlipat. “Jangan bilang-bilang Nilam, ya. Awas saja.” Abbas serius dan pergi meninggalkan Raze yang menyelia.

Kisah Kasih Luka (TAMAT di Apk Karyakarsa)Where stories live. Discover now