Bab 11| Tahap Ketiga

108 48 0
                                    

Degup jantung Misca kini semakin berpacu cepat, layaknya kini ia tengah berlari dua putaran lapangan stadion yang ada di kota nya.

Beberapa kali tatapan Sheila tampak menusuk ke arahnya.

Ingin sekali ia membuka suaranya dan mengatakan pada kakak tertuanya itu bahwa keluarga calon suaminya masih berada di jalan dan akan datang tepat waktu, hanya saja entah mengapa mulut Misca tampak terkatup rapat dan tak mengeluarkan suara apapun.

Manik Misca tampak melirik ke arah sang ayah yang duduk di sebelahnya, dan juga ke arah Meira yang menyibukkan diri dengan handphone yang ada di tangannya itu.

Misca yang mulai tak enak dengan keluarganya, akhirnya berinisiatif untuk memberikan pesan pada Veer bahwa dirinya dan keluarganya telah sampai disana, yang memang setengah jam lebih cepat dari jam yang di tentukan.

Beberapa kali Misca tampak memainkan jari jemarinya menunggu balasan pesan dari Veer.

(Notifikasi pesan masuk)

Dengan cepat Misca segera mengecek handphone nya dan melihat balasan pesan yang masuk pada nya.

Ada rasa lega yang Misca rasakan saat mendapatkan pesan dari Veer tersebut. Paling tidak ia tak perlu lagi merasa gundah jikalau sang calon suami tak jadi datang karena terjadi halangan atau semacamnya.

"Misca, apakah aku boleh berbicara sebentar dengan mu?" tanya Meira yang tiba tiba saja atensi nya fokus pada Misca menunggu gadis itu menatap dirinya.

Spontan Misca menganggukan kepala nya menjawab sang Kakak yang hanya duduk berseling satu bangku duduk di sebelah Sheila yang sedari tadi sibuk dengan dunia nya sendiri.

Setelah nya Misca berpamitan dengan sang ayah, dan mengikuti langkah kaki Meira yang membawa nya keluar dari ruangan VIP yang di pesan khusus dinner kali ini.

Tanpa berfikir macam macam Misca tetap mengikuti langkah kaki Meira yang semakin lama semakin menjauh dari ruangan reservasi tersebut.

"Ka?" lirih Misca yang cukup bingung dengan Meira yang terus melangkah kan kaki nya menuju area taman yang ada di resto tersebut.

Meira menghentikan langkah kaki nya setelah benar benar berada di area taman yang sekiranya ia fikir tak akan ada yang mengekori dirinya dan Misca disana.

"Misca, apakah kau harus sejauh ini?" lirih Meira tanpa basa basi pada sang adik.

Misca mengerutkan kening nya bingung, tak memahami sama sekali maksud dari perkataan yang baru saja di lontarkan oleh sang kakak tersebut.

"Apa nya yang jauh ka? Aku kan hanya mengikuti Ka Meira."

Misca dengan segala kelemotannya dan juga polosnya.

Meira memutarkan maniknya malas. Tak bisakah Misca lebih cepat memahami situasi yang sedang terjadi?

Mungkin hal semacam itu yang di rasakan oleh Meira.

"Apakah kau tahu apa arti pernikahan? Kau yakin dapat melalui nya?"

"Menurut yang aku baca pernikahan adalah proses pengikatan janji suci antara laki laki dan perempuan."

Sebuah kalimat yang terdengar penuh percaya diri dari belah bibir Misca yang dapat Meira dengar.

"Aku tahu pengertian itu, bukan hal itu yang aku maksud, apakah kalian saling mencintai satu sama lain?"

Misca mengerjapkan maniknya pelan. Jujur saja ia tak memahami kalimat yang di tanyakan oleh Meira. Mengapa ia justru di tanyai mengenai mencintai? Apa itu cinta? dan mengapa definisi yang Misca katakan salah?

Misanthropy Vs Philanthropy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang