11. Akhir untuk Awal

297 25 2
                                    

.
.
.

Satu hari sudah berlalu dan sekarang adalah hari di mana Arvi dan teman seangkatannya dinyatakan lulus dari SMP, para siswa memakai setelan jas hitam dengan kemeja putih dan berdasi hitam, sedangkan para siswi memakai setelan kebaya yang bahan dan warnanya sama.

“MANTEMAN!”

Iqbal berlari menyusul kedua sahabatnya yang sedang duduk-duduk di bawah pohon rambutan di lapangan utama sekolah.

“Malu-maluin anj-- aduh!” Dio menabok pelan bibir Arvi.

Iqbal ikut duduk lesehan di sebelah kiri Arvi, sedangkan Dio berada di sisi kanan Arvi, posisi Arvi berdada di tengah-tengah mereka.

PLAK

“Aduh!” Arvi mengelus pundaknya yang terasa panas.

“Iqbal!” peringat Dio karena Iqbal menampar pundak Arvi kencang. Sedangkan Iqbal malah cengengesan.

“KaDeeRTe mulu kalian!”

“Fadil mana?” tanya Iqbal.

“Ilang digondol mbak Kunti penghuni kamar mandi belakang,” jawab Dio ketus.

“Coba ulangi yang kamu katakan, Dio!”

Tiada angin tiada petir, tiba-tiba Fadil berdiri di belakang Dio dengan raut yang tidak mengenakkan.

“Fadil!” kaget Dio, sedangkan Fadil mengangkat satu alisnya dan tersenyum miring. Oh ayolah kuberitahu, Fadil itu lebih menakutkan dari Dio.

“Oh tadi anu itu Iqbal ngomongin yang nggak-nggak jadi--”

“Heh! Kok jadi gue yang kena! Gak gitu Dil, Dio bohong.”

“Aku bohong? Anjai aku bohong.”

“Pengen gue tampol, sumpah.”

“Gelut yuk, Iq! Umpung rame.”

“Gais wali murid udah datang!” ucap Arvi antusias.

“Ayo persiapan,” ucap Fadil.

Dio dan Iqbal akhirnya tidak jadi gelut, memilih bersiap-siap untuk acara kelulusan.

Suasana di SMP Angkasa sudah mulai ramai, para orang tua/wali murid sudah duduk di bangku yang disediakan dan berdampingan dengan anak-anaknya. Pihak sekolah memang membedakan jam kedatangan siswa kelas IX dengan orang tua/wali murid, siswa datang lebih awal untuk menikmati pentas seni khusus dari siswa-siswi SMP Angkasa.

Waktu sudah menunjukkan 5 menit sebelum acara inti, entah mengapa Arvi merasa cemas dan khawatir karena Ayahnya belum datang, sepertinya hanya Arvi yang duduk sendiri tanpa didampingi orang tua/walinya. Sahabat Arvi berada di bangku belakang sudah bersama orang tua mereka, formasinya itu satu kelas satu banjar sesuai nomor absen.

“Mohon perhatian, acara pelepasan siswa kelas IX akan segara dimulai.”

Pembawa acara bilang acara akan segera dimulai, tapi Ayah Candra belum juga datang. Sahabat Arvi yang ada di belakang bisa melihatnya yang masih duduk sendirian.

“Ayah kok belum sampai sih.”

“Sebelum memulai acara pada hari ini, marilah kita panjatkan puji syukur dengan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita semua kesempatan dan juga nikmat hidayahnya sehingga kita semua dapat berkumpul dengan keadaan yang sehat pada hari ini.”

“Susunan acara yang pertama adalah menyanyikannya lagu Indonesia, para hadirin dimohon untuk berdiri.”

Setelah menyanyikan lagu Indonesia adalah sambutan dari kepala sekolah, dan Ayah belum juga sampai membuat Arvi semakin khawatir.

PrakāśaWhere stories live. Discover now