01. Tentang Wanita yang ku sebut Ibu

122 46 409
                                    

Aku sempat berpikir tentang sebuah lirik lagu kanak-kanak, dalam liriknya, tertulis "satu, satu, aku sayang ibu..."
Mengapa harus ibu yang nomor satu? Padahal, ibu selalu menomorsatukan orang lain.

Seperti saat di rumah, Ibu selalu patuh pada ucapan ayah. Jika Ayah bilang "A" Ibu juga akan berkata demikian, walaupun, Ibu memiliki jawaban lain.

Bahkan, Ibu juga selalu membuat sesuatu yang menyenangkan orang lain dibanding dirinya. Misal seperti, aku yang menyukai ikan kuah kuning. Ibu akan dengan senang hati memasak itu untukku! Walau sebenarnya Beliau tidak menyukai olahan ikan.

Ibu juga selalu bangun pagi untuk menyambut hari. Tidur paling akhir, namun bangun selalu lebih dulu. Jika aku menjadi ibu, mungkin aku akan lemas seharian karena kurang beristirahat. Tapi, mengapa ibu terlihat begitu kuat beraktivitas seharian tanpa penat?

Aku juga selalu mendengar lagu "Kasih Ibu"  Yang mana, pada liriknya tertulis, "Kasih ibu Sepanjang masa, Bagai sang Surya menyinari dunia." Ibu, apakah ketika Tuhan menciptakan-Mu, ia menanamkan jiwa Malaikat juga?

Aku pernah dimarahi ibu, tapi itu karena kesalahanku. Itu karena aku yang membuat masalah lebih dulu. Akan tetapi, di balik marahnya, Ibu tidak pernah menurunkan setitik pun kasih sayangnya padaku.  Ia akan tetap bertanya keadaanku walaupun amarahnya masih di ubun-ubun.

"Udah makan? Makan sana! Ibu tadi masak."

"Sekolah kamu gimana? Ada pr-nya gak? Nanti kerjain, loh!"

"Kamu itu pulang sekolah atau pulang Demo, sih? Kotor banget seragamnya! Sana bersih-bersih terus seragamnya di taro keranjang kotor biar ibu cuci nanti."

"Jangan main hp terus! Belajar dulu sana, terus tidur. Jangan begadang! Besok masih sekolah."

Mungkin, ucapan yang terlontar terdengar seperti perintah mutlak yang tak terbantahkan. Tetapi, sebenarnya itu adalah bentuk kecil dari perhatian yang tengah ia tunjukkan.

Ibu, kini aku mengerti tentang kasih sayangmu sepanjang masa. Aku juga mengerti mengapa Engkau begitu dinomorsatukan.

Ibu selalu mengutamakan orang lain di atas kepentingan dirinya, ia bahkan melupakan dirinya demi kebahagiaan keluarga.

Ibu, banyak sekali pertanyaan yang terlontar dari lisan manismu. Terdengar menghardik namun mendidik. Terdengar kasar namun amat perhatian dan sabar. Bu, aku masih banyak kurangnya dan masih perlu bimbinganmu.

Ibu, atau tidak tahu letih yang kau rasa sebesar apa, aku juga tidak mengerti apa yang engkau tangisi setiap malam hari. Entah masalah di kehidupanmu yang amat berat hingga langkahmu tertatih atau duniamu yang menjadi gelap hingga dirimu terselimuti sedih.

Ibu. Anakmu masih perlu dibimbing seperti engkau membimbingnya kala ia ingin berjalan dan belajar berbicara. Kala ia terjatuh dan kau bantu dirinya berdiri.

Ia sudah bisa berdiri dengan kakinya sendiri saat ini. Tapi, bu, kaki yang dulu sering kau usap lembut ketika terjatuh dan luka justru ia pergunakan untuk berlari dari masalah yang ada.

Ibu, anakmu hilang arah. Keliru jalannya, sulit untuk memilih tujuannya. Ia butuh uluran tanganmu untuk menghempas penat yang ada, butuh nasihatmu untuk menjadi pencerah jalannya yang terlampau gulita.

Ibu, bantu ia untuk menggapai semuanya agar perjuanganmu dalam mendidiknya ada hasil sebuah bahagia. Tolong hidup lebih lama dan temaniku melangkah ke ujung bahagia.  Mengarungi samudera dan melawan badai gemuruh bersama.

Ibu, tolong jangan pergi lebih dulu sebelum pengorbanan yang kau lakukan berhadiah senyuman bahagia. Senyuman yang terpatri di bibirmu, itu candu ku yang selalu ingin aku lihat sepanjang hidupku.

Goresan HujanNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ