7

33 6 0
                                    

Pukul sembilan kurang sepuluh menit Jonathan menghubunginya untuk memberitahu jika dirinya sudah menunggu di depan teras. Anis segera mengambil sling bag miliknya dan keluar dari kamar untuk menemui laki-laki itu. Dengan t-shirt hitam yang dibalut jaket denim Jonathan terlihat sudah siap untuk menghabiskan hari itu bersama Anis. Disampingnya, tepat di atas meja Anis melihat sebuah kotak bekal.

"Apa nih?" Tanyanya menunjuk kotak bekal dengan matanya.

Jonathan mengambil kotak bekal tersebut seraya berdiri. "Rendi bawain sandwich, buat cemilan kita dijalan katanya."

"Oiya, kok lo sendiri? Rendi sama Haikalnya mana? Temen-temen lo juga nggak keliatan."

"Hari ini kita pergi berdua dulu. Tiba-tiba aja mereka jadi orang sibuk." Jawab Jonathan.

"Gimana maksudnya?" Anis tidak paham.

"Haikal sama Rendi katanya masih ada urusan di sekolah. Kalau temen-temen gue mau nganterin mereka sekolah, katanya." Jonathan mengendikan bahunya tanda dia sendiri tidak begitu yakin dengan alas an mereka.

"Hah?"

"Lo nggak paham kan? Sama gue juga."

"Haikal sama Rendi sih gue masih paham. Nah temen lo ngapain nganterin mereka sekolah? Lagi cosplay jadi supir?"

Jonathan hanya terkekeh. "Nggak tahu. Mau cari gebetan anak sekolahan kali." Jawabnya asal. "Yaudahlah biarin aja, suka-suka mereka. Ayok berangkat, keburu siang."

Lagu-lagu Tulus menemani perjalanan mereka pagi itu. Sesekali Anis ikut bersenandung kala ada lirik yang dia hapal. "Liriknya unik." Ujar Jonathan saat Tuan Nona Kesepian terputar.

"Tapi relate. Soalnya banyak yang kesindir sama lagunya." Kata Anis sambil terkekeh.

"Iya juga. Karena ternyata banyak orang-orang kayak gitu disekeliling kita tanpa kita tahu."

"Bener." Jawab Anis. "Mirip lo." Lanjutnya dalam hati.

Malam dimana Anis melihat Jonathan untuk pertama kalinya dengan ekspresi yang tak terbaca di wajahnya. Meski dipertemuan-pertemuan berikutnya lelaki itu selalu menampilkan senyum manisnya. Namun entah mengapa dibalik semua senyum itu Anis tidak mendapatkan hal yang sama dalam tatapannya. Anis bukannya bisa membaca ekspresi wajah seseorang, dia hanya suka mengamati hingga membuatnya sedikit peka. Entah apa yang tengah lelaki itu sembunyikan dibalik semua senyumannya. Seolah dia ingin menunjukan pada semua orang jika dirinya baik-baik saja.

Lagu-lagu Tulus masih menjadi teman perjalanan mereka. Dari Monokrom sampai Hati-Hati Di Jalan. Kini keduanya masing-masing terdiam. Anis menikmati lagu-lagu yang terputar sedangkan Jonathan fokus pada jalanan. Untuk beberapa menit hanya suara Tulus yang mengalun mengisi keheningan di dalam mobil. Anehnya mereka tidak merasa canggung dengan keheningan tersebut. Baik Jonathan maupun Anis seolah tengah menikmati sesi hening itu.

"Lo pernah nemuin orang yang tepat kayak gitu nggak, Jo?" Tanya Anis tiba-tiba. Dirinya tiba-tiba saja menjadi penasaran saat mendengar lirik dari Teman Hidup yang sedang terputar.

"Pernah. Beberapa tahun lalu." Jawab Jonathan.

"Beneran? Gimana rasanya mencintai orang sedalam itu? Sorry, gue bukan maksud mau kepo tapi cuma penasaran aja. Liriknya yang terlalu lebay atau emang beneran ada orang-orang yang mencintai sedalam ini."

"Beneran kok." Kata Jonathan lagi. "Ketika lo udah nemuin orang yang tepat lo akan ngerasain hal itu. Liriknya nggak lebay sama sekali, tapi relate. Saat lo ngerasa lo mampu menghadapi cobaan apapun yang ada dalam hidup lo asal ada orang itu disamping lo, artinya lo udah nemuin orang yang tepat itu."

Hujan & Kamu | Johnny Suh (On Going)Where stories live. Discover now