16- Pesan Sederhana

67 18 1
                                    


Terima kasih dan selamat. Kamu adalah satu dari sekian orang yang membuatku berada di titik menakjubkan

***


Sesuai keinginannya, Nara satu mobil ke tempat perlombaan dengan Aidan. Namun, lelaki berjaket cokelat itu tak menoleh ke arahnya sama sekali. Nara berusaha maklum mengingat kondisinya yang sedang tidak baik. Aidan pasti tengah menahan rasa sakitnya agar tidak membuat orang kecewa.

Aidan duduk di kursi depan sehingga Nara hanya bisa melihat bahu dan kepala belakang lelaki itu. Ia sedikit merasa kecewa sebenarnya. Keinginan mendapat ucapan semangat dari Aidan tak terkabul. Akhirnya ia memilih memandang keluar jendela, berharap perasaannya segera membaik. Jangan sampai hal ini berpengaruh pada perlombaannya nanti. Nara harus bersikap profesional.

Kalau kamu kalah, kamu sendiri yang rugi, Ra. Itulah kalimat yang Nara ucapkan berkali-kali dalam hatinya. Ia melakukan semuanya untuk menarik perhatian Aidan. Jadi, Nara tak boleh menyia-nyiakan kesempatan begitu saja.

Sampai tempat tujuan, semua peserta turun dari mobil. Nara melirik Aidan yang sedang mengobrol dengan Windi, teman satu bidang perlombaannya. Ia baru ingin menghampiri, tapi tangannya sudah ditarik Aski karena upacara pembukaan akan segera dimulai. Berdecak, Nara terpaksa mengikuti langkah lelaki itu dengan lesu.

Tak membutuhkan waktu lama untuk upacara selesai. Setiap siswa akhirnya pergi secara terpisah ke tempat perlombaan. Sama halnya dengan Nara yang melangkah memasuki stadion. Ia agak terkejut melihat betapa luas lapangan di depannya. Biasanya Nara berlatih di jalan lurus, bukan jalan memutar seperti ini meski jarak latihan yang tempuh hampir sama.

"Ini pakai dulu nomor dadanya." Pak Arya tiba-tiba muncul membawa tiga buah kertas HVS berisi nomor peserta.

"Nomor 28," ucap Nara memandangi tulisan di dalam kertas. Ia menempelkannya di bagian depan tubuh lalu menatap sang guru pembimbing. "Ini tidak akan lepas, kan, Pak?"

"Usahakan jangan lepas, tapi kalau sudah di lapangan hal tidak terduga bisa saja terjadi."

Nara mengangguk paham kemudian menekan kertas tersebut agar erat dan nanti tidak terlepas. Perasaan Nara dan yang lain benar-benar campur aduk saat perlombaan sudah dimulai. Nara bahkan berkali-kali mengusap dadanya yang berdetak keras. Ia juga bolak balik toilet karena tiba-tiba ingin terus-terusan buang air kecil.

Perlombaan diawali dengan peserta putra. Arki tidak masuk final. Hal tersebut semakin membuat Nara dan Eliya gugup bukan main.

"Tenang anak-anak. Kalau kalian gugup, nanti malah jadi tidak bisa konsentrasi dan gagal." Pak Arya menasehati untuk kali kesekian. Nara meringis lalu mengambil botol air mineral dan meneguknya.

"Peserta nomor 26, 27, 28, 29, dan 30 harap memasuki lapangan!"

"Ra, itu dipanggil, cepet Ra! Semangat!" Eliya tampak tak sabaran mendorong punggungnya. Nara langsung gemetar saat itu juga.

"Semangat Nara, lo pasti bisa! Jangan kayak gue, harus masuk final!" Arki tak ketinggalan memberikan semangat. Begitupun Pak Arya yang tersenyum hangat dan menepuk bahunya. "Semangat! Kamu pasti bisa Anara, buat kita bangga!"

Nara seperti mendapat semangat baru. Ia mengangguk dan berjalan menuju garis start. Apa pun yang terjadi, dirinya harus menjadi orang pertama yang sampai di garis finish. Nara harus menjadi orang yang membanggakan. Mungkin semua berawal dari kata demi Aidan, tapi tanpa Nara sadari, ia tidak pernah terpaksa. Sejak awal Nara memang sangat menyukai dunia olah raga dan ia senang melakukan semuanya.

"Siap?" tanya wasit. Semua peserta mengangguk bersamaan. Jantung Nara semakin tidak bisa dikontrol. Dengan posisinya, Nara menatap tanah di bawahnya. Ya ampun! Ia takut malah tidak bisa berlari saking gugupnya.

About Aidan ✔️Where stories live. Discover now