7. A Star

565 66 6
                                    

.

.

.

Wenddy hidup dengan citra anggun, manis, dan ceria di buktikan dengan cara dia berpakaian dan lagu yang dia nyanyikan.

Sejak belia dirinya di tuntut dalam keadaan apapun harus terlihat ceria, sekalipun tertekan. Ini adalah sebuah tuntutan yang wajib hukumnya bagi seorang public figure, bahkan untuk wenddy yang terhitung masih belia saat itu. Namun, pada kenyataanya pulik tidak pernah memperdulikannya. Mereka hanya ingin melihat sisi baik dan tidak menerima sisi buruk. Padahal ke dua hal ini sudah menjadi suatu kesatuan dan hak mutlak untuk manusia.

Dengan mengatas namakan profesionalitas wenddy gadis kecil yang seharusnya dapat dengan bebas bermain sepuasnya di usianya. Dirinya di tuntut selalu terseyum kala hatinya ingin pergi sekolah, berkumpul dengan anak-anak seusianya. Hanya saja ibu selali tidak pernah mengizikan Wenddy untuk pergi ke Taman Kanak-kanak selalu menyuruhnya untuk ikut audisi ini dan itu.

Seperti sekarang Wenddy kecil sedang menunggu antriannya untuk melakukan audisi sebagai salah satu tokoh cilik dalam film baru yang akan di garap oleh produser terkenal.

"Lakukan semua apa yang ibu ajarkan padamu di depan mereka." Tunjuk ibu Wenddy dengan gerakan retina matanya menatap tiga juri dari ambang pintu.

Wenddy tidak menyahuti nasihat ibunya. Dia kesal, dirinya tidak suka melakukan hal-hal seperti ini.

Nama Wenddy di panggil bersamaan oleh ibu dan staf audisi.
"Peserta nomor 33.." Gadis berkucir kuda itu menoleh malas pada ibunya. Sesuai nomor yang tertera pada bajunya 33.

"Jangan kecewakan ibu. Kamu harus mendapat peran ini." Ibu Wenddy memberikan tatapan menusuk pada mata jernih Wenddy. Gadis kecil itu paham arti tatapan ibunya, beliau tidak menerima penolakan yang artinya Wenddy tidak memiliki pilihan lain dan harus melakukannya.

Ingin sekali gadis kecil itu merajuk, meraung menangis berlaku sesukanya. Menolak seperti anak lain jika tidak suka. Berbeda dengan dirinya, mau merajuk dan meraung menangis sekencang apapun  ibu tidak akan pernah luluh. Hatinya sekeras batu karang yang membuat kapal titanic tenggelam. Bahkan deburan ombak besar pun enggan meruntuhkan kekokohan batu karang.

Gadis kecil itu menyerah dan tidak pernah ingin melakukan hal kekanakan seperti itu lagi. Padahal memang dirinya masih anak-anak.

Dia cukup jera melakukan hal itu karena ibunya tidak menujukan simpati sedikitpun ketika dirinya menangis dengan air mata yang sudah membasahi seluruh pipi gembulnga suara yang turut serak karena terlalu lama berteriak setengah hari.

Setelah hari panjang itu Wenddy menyadari satu hal dari ibunya. Beliau keras kepala. Sangat keras. Sejak saat itu pula Wenddy memilih diam ketika tidak setuju dengan pilihan ibunya. Gadis kecil itu berpikir kenapa harus berdebat menghabiskan energi dengan ibunya yang hasilnya sudah jelas- Tidak ada harapan.

Wenddy memasuki ruang audisi tanpa menoleh kembali pada ibunya. Dia sudah lihai dengan perkenalan sebagai dasar pembuka sebelum menampilkan peran yang dia tampilkan.

1 2 3 action!

Wenddy kecil merengek, mulai berdialog satu arah. Suara paraunya yang sudah bersiap menangis menggema di atap langit-langit. Lalu menagis pilu, terdengar menyayat hati ketika setiap isakan keluar dari bibir kecilnya.

***
Belasan tahun hidup bersama ibunya tidak membuat diri Wenddy terbiasa dengan semua aturan yang di buat sang ibu.

Pola kehidupan ketat yang di lakukan Wenddy sejak kecil tidak pernah bisa bersahabat, dulu Wenddy pikir akan terbiasa tetapi nyatanya sampai detik ini pun neraka ini semakin mencekik dirinya.

Life A Star | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang