Bab 22

17.7K 474 0
                                    

Setelah pagi harinya, orang tua Atifa datang kerumah putri mereka bersama twins tentunya untuk mengajak putri dan cucu mereka jalan-jalan dan main bersama.  Ayah Teguh menghembuskan nafasnya gusar ketika mengingat ucapan putrinya yang menuduhnya sebagai pembunuh Ayah kandungnya, dia takut jika sang putri menolaknya kembali seperti kemarin yang bahkan tak ingin mendengarkan penjelasannya.

"Ayah harus sabar ya, Ibu yakin jika Ifa pasti paham setelah Abi jelaskan, Ifa pasti mau menerima Ayah sebagai Ayahnya lagi. Senyum dong, tampilkan senyum yang biasanya Ayah tampilkan pada Ifa kita"ucap Ranti menyemangati suaminya yang terlihat gugup akan penolakan Atifa.

"Bismillah. Semoga Ifa paham dan mau ngomong lagi sama Ayah"jawab Ayah Teguh diangguki oleh Ranti.

"Ayo masuk Ayah"ajak Tirta tak sabaran karna rindu pada Aiden dengan menarik tangan sang Ayah untuk masuk kedalam rumah.

Didepan pintu mereka melihat banyaknya bodyguard yang membungkuk pada mereka yang hanya tersenyum dengan mengangguk kecil,  sementara Dias dan Tirta membusungkan dadanya menampilkan senyum bangganya.

"Assalamualaikum"salam mereka lalu masuk kedalam setelah mendapat jawaban dari arah ruang keluarga.

"Ibu"ucap Atifa lalu memeluk Ibunya,  sementara Abian
menyalami sang Ayah dan adik iparnya

"Kak Abi, Aiden mana?"tanya Tirta memandang kakak iparnya dengan wajah penasaran.

"Ai masih sekolah dong, kan ini baru jam 8. Ai pulangnya nanti jam set 9,sebentar lagi pulang kok. Sabar ya"jawaban Abian membuat Tirta cemberut.

"Yah.. Padahal Tata kesini bawain mainan sama makanan ringan buat kita main nanti"ucap Tirta lesu, dirinya menatap paperbag ditangannya yang berisi lego dan snack yang dia beli tadi sebelum sampai dirumah kakaknya.

Mendengar ucapan Tirta membuat Abian tersenyum geli, dia mengambil ponselnya untuk menghubungi Ben diluar rumahnya yang pastinya saat ini sedang berjaga ketat disana.

"Permisi semuanya. Ada yang bisa saya bantu tuan?"tanya Ben yang telah berdiri didepan Abian dan yang lain dengan badan sedikit membungkuk.

"Tolong kau jemput Aiden ya, dia pasti sudah keluar dari kelasnya. Jangan lupa ajak juga adik iparku ini untuk ikut menjemput putraku"perintah Abian dengan wajah datarnya saat memerintah anak buahnya.

"Baik Tuan,  akan saya laksanakan perintah anda"jawab Ben lalu berjalan mundur sedikit dan undur dari dari sana.

"Pergilah,  jemput Aiden disekolahnya. Dia akan sangat senang ketika tau kalian menjemputnya"ucap Abian dengan mengusap pucuk kepala Tirta dan Dias bersamaan sembari tersenyum manis.

"Baik kak. Terimakasih kak Abi"jawab mereka lalu memeluk Abian sebentar, kemudian mereka berlari keluar rumah memasuki mobil yang ternyata sudah ada Ben menunggu disana.

Setelah mobil pergi,  Abian mengajak mertuanya untuk masuk kedalam ruang keluarga dan mereka duduk disana sembari mengobrol ringan. Tatapan mata Teguh tak lepas dari sosok putrinya yang masih tertawa bersama sang Ibu tanpa mau menatapnya sedikitpun, bahkan saat dia datang putrinya tak mau menyalami tangannya

"Apakah Ifa masih marah pada Ayah nak? Atau justru sekarang Ifa benci Ayah karna mengira Ayah yang membunuh Ayah Ammar. Maafkan Ayah sayang, Ayah tak bisa jujur padamu selama ini karna Ayah takut jika kau akan membenci Ayah seperti sekarang. Maafkan Ayah Ifa" batin Teguh menangis namun diluar dia mencoba tetap biasa saja dan menahan air matanya agar tak tumpah.

Abian yang melihat mata Ayah mertuanya berkaca-kaca hanya menghela nafasnya pelan. Dia melirik kearah Atifa yang masih mengobrol dengan Ibunya tanpa melirik sang Ayah.

My Duda My Husband [END]Where stories live. Discover now