44

5.2K 676 102
                                    

"Aku sadar betapa fatalnya kesalahan yang kuperbuat ini, dan aku juga sadar bahwa tidak akan pernah ada cara yang bisa kulakukan untuk memperbaikinya. Ibu telah pergi, Naruto telah hancur dan membenciku. Semuanya ... telah selesai."

"Bahkan tanpa Naruto memintaku pergi pun, aku memang sudah tidak memiliki wajah untuk tetap berada di sana, tidak setelah Ibu meninggal. Tapi setidaknya untuk yang terakhir kali, aku ingin meluruskan semuanya. Aku tidak akan sanggup terus-menerus hidup dengan perasaan bersalah karena menutupi kebenaran ini. Aku ingin membebaskan pria itu dari tanggung jawab yang tidak seharusnya dia pikul hanya karena mengasihani nasib dan ingin menyelamatkan nyawaku di masa lalu."

"Aku mungkin tidak menyukaimu dan bahkan benci melihat kalian bersama, tapi ... aku akan lebih membenci diriku sendiri jika Naruto sampai harus melalui semua ini sendirian. Ibu juga pasti akan semakin marah padaku jika aku membiarkan semua itu terjadi."

Hinata mengingat setiap ucapan Karin sebelum wanita itu beranjak pergi meninggalkannya di coffeeshop seorang diri, mengingat bagaimana air mata Karin berderai dan ketidakrelaan untuk melepas Naruto terpancar jelas dari wajahnya.

Hinata sempat merasa kesal, dongkol setengah mati setelah mengetahui semuanya. Akan tetapi, dia juga merasa cukup puas karena Karin ternyata masih memiliki kesadaran untuk tahu diri, meski sudah amat terlambat.

Dan kini, keputusan Hinata sebelum perbincangannya dengan Karin pun sudah semakin bulat.

Naruto sudah cukup membuktikan dirinya sendiri, membuktikan bahwa Ia memang tidak berselingkuh maupun merasa malu memiliki Hinata sebagai istri. Setiap tindakan yang diambil oleh Naruto selalu memiliki alasan tersendiri di baliknya, dan mulai sekarang Hinata akan berusaha untuk memahami.

Dia mengurungkan niat untuk menyerah secepat itu. Tidak, belum saatnya.

Seraya menancap gas menerobos hujan deras yang semakin sering turun belakangan ini, Hinata pun menuju rumahnya bersama Naruto, rumah mereka. Ia tidak ingin menjadi perempuan egois dengan prinsip selalu benar, karena bagaimanapun juga, dirinya masih seorang manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, dan meminta maaf tidak akan membuatnya rendah diri.

Mengaku keliru bukanlah sebuah aib maupun kejahatan.

Hinata mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang cenderung cepat. Melihat Naruto di depan kelas pagi tadi tanpa bisa memeluknya setelah seminggu tak bertemu membuat Hinata diserang rindu yang meluap.

Ternyata memang benar, rindu itu berat, dan kalau bisa Hinata ingin Naruto saja yang memikulnya, karena Ia sudah tidak mampu.

Entah apa yang akan pria itu katakan padanya, Hinata tidak peduli. Kalaupun Naruto akan mentertawainya, Hinata juga tidak akan merasa keberatan.

Persetan dengan rasa malu dan gengsi. Ino benar, mereka tidak hanya membicarakan hubungan sepasang kekasih yang bisa dengan mudah diputus atau disambung. Mereka sedang membicarakan sebuah pernikahan.

Apa pun awal mulanya, pernikahan tetaplah pernikahan.

Setelah tiba di depan rumah dua lantai tersebut, Hinata terpaksa harus turun dari mobil dan membiarkan rintik hujan membasahi tubuhnya ketika ingin membuka pintu pagar.

Namun, wanita itu mengerutkan keningnya saat mendapati pagar tersebut dipasangi dengan sebuah gembok, yang tidak biasanya ada di sana mengingat kompleks perumahan mereka sudah memiliki keamanan yang terjaga.

Melirik ke dalam dengan susah payah di tengah derasnya air hujan yang mengguyur, Hinata semakin dibuat heran saat melihat tidak adanya tanda-tanda penghuni di dalam rumah tersebut.

Alhasil, Hinata segera masuk kembali ke dalam mobil meski dengan keadaan yang sudah basah kuyup. Wanita itu terdiam sejenak dan berusaha berpikir ke mana perginya sang suami.

Secretly Married [NaruHina] ✅Where stories live. Discover now