Cerita Ketiga Puluh Satu

1.8K 233 6
                                    

"Mama.... Ada olang ngaji sana."

Tanpa mengucapkan salam bocah gembul itu langsung berlari masuk. Tadi mamanya memang sengaja membuka pintu rumah agar Taya tak perlu berteriak dari depan.

"Iya kan sudah sore. Abang keren pulang sendiri."

Baheera memuji Taya, tak perlu mamanya ke samping untuk menjemput bocah kesayangannya itu.

"Huuh, ada suala olang ngaji sana..."

Taya ingat kok kalau sudah ada suara mengaji dari masjid harus pulang. Kalau malam nanti gelap, nanti dicari sama mama.

"Mandi yukk. Kan sudah keluar hari ini, trus tadi Abang main di rumah Bude. Baju sama celananya Abang sudah kotor nih."

Baheera menatap mirip pakian putra gembulnya. Banyak noda coklat.

Mantap, dicucinya harus sikat agar nodanya bisa menghilang.

"Mama kasih waktu 20 menit buat main. Setelah itu Nataya mandi, sudah mau magrib." Baheera memastikan putranya mendengarkannya.

"Taya mau main...." pekiknya sebal.

"Abang, dengarin Mama. 20 menit bermain atau tidak sama sekali?"

"Huuh." sahutnya cemberut. Ia tahu pilhan apa yang mau diambil, dan juga mamanya sudah memberi pilihan.

Taya perlu dibujuk dan diberitau, tapi dengan cara baik-baik. Kalau sambil marah tentu saja tak baik. Belum tentu anak jadi paham. Bocah gembul itu juga masih belajar mengenal emosi, Baheera tak perlu nembahkan emosinya sebagai orangtua.

Baheera membiarkan Taya dengan kesibukannya. Terkadang bocah gembul itu tak ingin ditemani saat bermain. Tapi seringnya sih main sama mamanya.

"Abang, sudah 20 menit. Mandi yuk..."
Sekarang emosi Baheera sudah mulai mereda, tidak lagi bertanduk seperti saat melihat Taya mengamburkan mainannya padahal sudah dirapikan.

"Kenapa cepat sih Mama.. Mau main...." keluhnya tak suka.

"Abang....."

"Ndak mau mandiiiii...."

"Kenapa? Abang kan sudah main seharian? Kasih tau Mama alasannya kenapa nak?"

Baheera pikir apakah ini ujian menjelang magrib. Kata orangtua zaman dulu menjelang magrib banyak setannya.

"Taya mau main. Ndak mandi Mama..." tolaknya untuk kesekian kali.

"Iya kenapa??"

Lah bocil ditanya alasannya nggk dikasih tahu. Mana bisa mamanya baca pikirannya.

"Ndak mau...." teriaknya kesal.

Baheera menarik napas pelan, menghibur diri sendiri agar lebih sabar.

"Abang dengarin Mama yah, kalau nggak mandi nanti tidurnya nggak nyaman. Lihat baju Abang kan kotor juga. Banyak kuman kan kalau kotor."

"Ndak apa-apa. Taya suka kuman."

Taya terlihat cerita, jawabannya diluar ekspetasi Baheera.

Tidak heran sebenarnya, putranya suka main tanah, pelihara cacing, main hujan, cabutin rumput, tangkap kecoa, main air hujan, dan banyak aktivitas yang berdampingan dengan kotor dan kuman.

Tidak lupa kok.

Tapi tetap saja.

"Nanti gatal-gatal. Abang ingat nggak, waktu Abang garukin badan sampai merah. Kan belum mandi yah."

Misi membujuk bocah gembul untuk mandi terasa alot sekali. Tumben sekali sih yah, padahal Taya tuh anak air. Suka sekali main air, mandi, berenang, main hujan, segala sesuatu yang berhubungan sama air.

"Nanti saja Mama. Ndak mau mandi....."

Tolaknya untuk kesekian kali.

"Abang, dengar itu sudah Adzan kan? Wah gimana nih, masa mau sholat magrib belum mandi."

"Ndak apa-apa.." tolaknya lagi. Masih dengan pendiriannya.

Makan akan boleh nggak yah? Ada saja jawaban bocah gembul menolak ajakan mamanya.

"Jadinya bagaimana nih?" tanya Baheera pasrah melihat kelakuan putranya.

Kenapa sih bocah gembul ini berulah. Baheera tak hanya mengurusnya saja, dia bahkan belum masak untuk makan malam. Lah putranya masih tak mau mandi.

Nataya and DinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang