Behind closed the door

93 11 2
                                    

Profesi idol akhir-akhir ini, memang tengah digandrungi oleh para remaja bahkan anak yang masih belia di Korea Selatan. Setelah K-Pop semakin dikenal seluruh penjuru dunia, mereka rela putus sekolah agar fokus mengejar mimpi mereka menjadi idol terkenal.

Namun, dibalik kekayaan serta popularitas yang dimiliki para idol, tentunya ada harga yang harus dibayar.

Menjadi seorang idol memang tak-lah mudah. Selain harus memiliki paras rupawan diatas rata-rata, para idol harus menjaga image untuk tak mencoreng nama baik grup maupun agensi, para idol-pun harus terbiasa akan hidup mereka yang terus diawasi, diserbu penggemar sana sini dan diintai paparazzi. Para idol juga harus rela mengubah penampilan dan watak mereka yang asli, menjadi karakter yang diciptakan oleh agensi.

Seorang pemalu diubah ke image cool. Seorang yang polos diubah ke image sexy, pun sebaliknya. Yang dulunya selalu berpenampilan urakan-pun agensi bisa dengan mudah mengubah mereka menjadi seseorang yang anggun dan lemah gemulai. Faktanya, rata-rata idol memang bermuka dua

Mereka telah diatur sedemikian rupa sejak mereka resmi menjadi Trainee, tepat setelah mereka menandatangi kontrak. Mau tak mau, suka tak suka, kehidupan mereka sudah mutlak menjadi milik agensi. Setelah debut-pun, tak berarti mereka lepas dari rentetan aturan ketat yang sudah ditetapkan. Selain harus rela bila dipaksa agensi untuk kerja rodi, manggung sana-sini, bolak-balik tampil di televisi, comeback lagi, tour sampai lintas luar negara, belum lagi fanmeeting, walaupun letih, idol tak dapat protes sebab mereka sudah terikat kontrak. Seorang idol tak lebih dari mesin penghasil uang.

Dan setelah resmi debut, kehidupan para idol pun sudah menjadi konsumsi publik sehari-hari. Jadi, tak hanya bakat serta wajah rupawan dan tubuh ideal yang diperlukan, namun seorang idol harus memiliki mental kuat agar dapat tahan dari kritikan pedas publik, yang sebenarnya lebih menjerumus ke menghakimi serta pembulian, tak peduli meski sang idol masihlah minor, publik tak akan berhenti mengkritik sesuatu yang mereka anggap cacat dan tak sesuai dengan ekspektasi mereka.

Dan akhir-akhir ini, publik lebih condong mengkritik tentang paras serta tubuh para idol, terlebih idol perempuan. Entah karena mereka dianggap terlalu kurus atau terlalu gemuk, atau paras mereka yang tak sesuai dengan standar, namun mereka abai tentang bakat mereka yang sebenarnya perlu mendapat perhatian. Seolah K-Pop di generasi kali ini, dan mungkin saja seterusnya, paras rupawan dan tubuh ideal adalah hal yang utama terlepas dari bakat sang idol yang masih dibawah rata-rata dan masih butuh pelatihan yang panjang. K-Pop generasi sekarang, tak lebih dari ajang pamer kecantikan dan tubuh ideal.

Tak hanya kritikan tentang paras serta tubuh mereka, seorang idol asing pun harus siap, menghadapi rasisme dari warga Korea Selatan. Pun untuk idol lokal yang akan menjadi bulan-bulanan di negara mereka sendiri bila suatu saat mereka terjerat skandal, terutama skandal tentang pembulian.

Sebab itu, kala teknologi semakin maju, kala media sosial dengan mudahnya memunculkan skandal masa lalu para idol muncul ke permukaan hingga berujung pemecatan agar grup tak bubar dan saham agensi tak semakin anjlok, selain mencari calon idol yang memiliki paras menawan serta memiliki bakat, agensi besar akan mencari calon Trainee yang memiliki masa lalu yang bersih. Sebab sekali saja terjatuh dalam jeratan skandal, tak hanya grup yang mulai redup, agensi pun akan ikut terpuruk. Ini semua membuktikan bahwa jejak digital memang tak main-main dampaknya. Sehingga agensi tak akan berpikir dua kali untuk mendepak Trainee-trainee yang memiliki kasus buruk di masa lalu meskipun mereka berpotensi menjadi idol sukses di masa depan.

Sukses-pun untuk apa, bila kesuksesan itu sendiri tak mampu menutupi rugi yang disebabkan oleh skandal masa lampau yang sengaja dipublikasikan untuk menjatuhkan nama grup serta agensi? Seberapa baik-pun bangkai di kubur, pasti baunya tercium suatu saat nanti.

Sirius ; Bang YedamWhere stories live. Discover now