16.

254 47 0
                                    

⋆♱✮♱⋆☽☾⋆♱✮♱⋆


          Rosette baru pertama kali pergi jauh—kecuali Hogwarts, Stasiun King's Cross, dan Diagon Alley—dari rumah Keluarga Abbot atau panti asuhannya dulu yang sama-sama berada di Devon. Dia telah berjalan jauh sekali dari sana dan sampai ke daerah muggle di Wiltshire dimana dia bisa melihat lingkaran batu besar tegak yang berada di dalam lingkup tembok tanah yang menjadi salah satu peninggalan sejarah di Inggris, dan karena tempat itu kini tutup untuk musim dingin, Draco Malfoy berinisiatif untuk mengajaknya terbang dengan sapu agar masih bisa tetap masuk kawasan tanpa dikira pencuri...kecuali kalau mereka ketahuan muggle dan berakhir lebih parah dari mencuri batu sebesar Hagrid.

Udara di atas lebih dingin daripada di bawah dan anginnya lebih kencang. Rosette memeluk buket bunganya erat-erat, menyesal tidak memakai sarung tangan.

"Kau kedinginan?" tanya Malfoy, tersenyum senang entah karena dia mengejek atau menganggap pasangan kencannya kedinginan itu lucu.

"Menurutmu?"

"Apa kau mau kita turun?"

"Itu terdengar lebih baik."

Setelah mengacak rambut Rosette dengan gemas, akhirnya mereka turun dan menapak di tanah. Mereka pergi ke kedai terdekat setelah Ulysses tiba-tiba muncul entah dari mana dan membawa sapu Nimbus 2001 Malfoy pergi.

Suhu di dalam kedai itu hangat sekali. Rosette sampai bisa merasakan salju-salju di wajah dan tangannya langsung meleleh, dan darahnya yang tadi hampir membeku, berdesir deras lagi.

"Selamat datang. Mau pesan apa?"

Mereka langsung disambut pegawai berjanggut putih panjang berpakaian Sinterklas ketika mereka masuk. Dari gelas-gelas dan nampan yang melayang, Rosette bisa langsung tahu kalau mereka telah memasuki kawasan sihir lagi.

"Dua Butterbeer," kata Malfoy cepat. Mereka berjalan ke meja di sudut ketika pelayan itu memberikan dua gelas butterbeer besar dan Malfoy membayarnya dengan galleon. "Ambil saja kembaliannya." Rosette memutar bola matanya. Kebiasaan Malfoy yang suka pamer kekayaan memang sulit untuk dihilangkan.

"Aku merasa lebih baik," kata Rosette setelah duduk. Ia menatap sangsi wajah Draco yang masih merah jambu karena kedinginan. Namun herannya lelaki itu tidak mengeluh sama sekali. "Apa kau tidak merasa dingin? Kau merah tapi kau tampak baik-baik saja."

"Mirip Rudolph?"

Rosette terkekeh mengangguk. "Ya, kau mirip Rudolph." Rudolph adalah rusa kutub berhidung merah milik Sinterklas.

"Ini sudah biasa," kata Malfoy santai saat Rosette menyeruput Butterbeer-nya. "Entah kenapa kadang-kadang kulitku memerah semaunya."

"Bukan semaumu?" balas gadis itu. "Bagaimana saat kau menciumku di lapangan? Bukannya kau melakukan semuanya semaumu?"

Lelaki itu terkekeh, wajahnya semakin merah, tapi kini jauh lebih berseri daripada tadi. "Tidak semuanya." Tangannya bergerak untuk mengusap ujung bibir Rosette, dimana busa Butterbeer tersisa, dan tanpa babibu memasukkan ke mulutnya sendiri.

"Draco, itu jorok!" desis Rosette, merah di wajahnya yang tadi menghilang kini muncul kembali bersamaan dengan suhu yang meningkat.

"Tidak. Itu manis." Lelaki itu terkekeh lagi, masih merah. "Apalagi jika kau memanggilku dengan nama depan." Draco Malfoy terlihat semakin senang semakin Rosette mendengus kesal.

Beberapa menit yang berlalu mereka habiskan di dalam kedai itu bersama penyihir-penyihir berpenampilan aneh lain; penyihir-penyihir bertampang-liar; kurcaci bersuara serak, dan sekali bahkan nenek sihir mencurigakan yang memesan sepiring hati mentah dari balik balaclava—topi rajutan wol tebal yang menutupi kepala dan lehernya.

Rosette bisa langsung tahu dalam sekali lihat kalau tempat itu memang bukan tempat berkencan yang bagus. Namun tempat itu hangat dan cukup nyaman.

"Draco?" Ada suara berat dan serak yang terdengar dekat ketika mereka berbincang. Draco tersedak Butterbeer-nya dan batuk-batuk, sehingga Rosette buru-buru menyodorkan tisu untuk lelaki itu. "Itu kau?"

Mereka mendongak ketika langkah kaki itu berhenti, dan mendapati seorang lelaki senja berambut putih platina, keriting dan panjang sebahu. Matanya kelabu dan kulitnya putih pucat, seperti milik Draco—seperti ketika Rosette melihat wajah Draco yang kini menjadi lebih pucat lagi dengan mata membelalak.

Dia berdiri spontan hingga kursinya berdecit—tinggi mereka sama ketika berdiri—, dan cepat-cepat memunggungi Rosette, menutupinya dari pandangan pria itu. "Kakek?"

"Apa yang kau lakukan disini? Pacaran dengan gadis antah berantah?" bentaknya dengan nada yang dipanjang-panjangkan, mirip seperti cara bicara Lucius Malfoy atau Draco ketika sedang mengejek orang lain.

"Dia bukan antah berantah. Dia temanku di Hogwarts," balas Draco, nadanya bergetar, sama dengan tangannya yang mengepal dan mulai berkeringat.

Lelaki itu pasti takut sekali karena dia jelas Malfoy, keluarga darah murni yang cukup kuat, dan tidak boleh terlihat berada dekat dengan Muggleborn. Apalagi kalau yang memergoki kakek atau keluarganya sendiri yang punya motto superior. Namun di antara itu semua, entah kenapa Rosette merasa Deja Vu. Dia seperti pernah melihat pria tua itu, tapi entah dimana.

Rosette masih mengeryit bingung ketika akhirnya ikutan berdiri, masih tertutup tubuh Draco yang tinggi. "Anda tidak bisa menyebut seseorang yang tidak Anda tahu sebagai gadis antah berantah," kata Rosette tegas, seperti kebiasaannya saat dirundung, dia tidak akan tinggal diam. "Itu tidak sopan apalagi jika Anda adalah darah murni yang terhormat."

Namun reaksi marah yang dibayangkan Rosette pada pria itu tidak muncul, malah berubah sepucat cucunya sendiri sekarang dengan mata yang membelalak. Pupilnya bergetar dan bibirnya bergerak-gerak, tapi tidak ada suara yang keluar selama beberapa detik. Tangannya yang terangkat ikutan bergetar, seakan mau meraih Rosette yang menurutnya seperti hal paling mengerikan untuk disentuh.

"Tidak mungkin," desisnya. Dia segera sadar dari keterkejutannya dan mengerjap. Mulutnya tertutup lagi, tetapi dia masih pucat. "Ikut aku, Draco! Kita harus bicara." Pria itu berbalik, menuju ke luar kedai, meninggalkan mereka di tengah ketegangan.

"Rosette." Draco menangkup wajah Rosette hingga dia bisa merasakan bagaimana dinginnya tangan lelaki itu. "Aku akan kembali secepatnya."

Rosette tersenyum tipis. "Tidak apa. Aku akan menunggu." Ketika Draco Malfoy menghilang dari balik pintu kedai, Rosette terhenyak di kursinya lagi. Dia menghembuskan napas kasar, berharap semuanya baik-baik saja.

Namun lelaki itu tak kunjung bicara bahkan saat mereka sampai di gang sempit dimana tadi pagi Draco menunggunya. Langit sudah gelap dan salju turun lagi, hampir menutupi seluruh pagar rumah.

Rosette tahu kalau kencannya tak sesuai harapan—harapannya maupun harapan Draco, tapi kelihatannya apa yang dikatakan kakek Draco lebih mengejutkan daripada yang bisa diperkirakan otak Rosette, sehingga ia tidak bisa mengembalikan Draco ke perasaannya yang semula.

"Selamat Natal, Draco. Sampai bertemu di Hogwarts," kata Rosette akhirnya. Ia merapatkan mantel untuk menyembunyikan buket bunga mawar dari lelaki itu. Dia tidak mau orang-orang rumah tahu kalau dia baru aja berkencan dengan seseorang.

"Rosette." Draco akhirnya menoleh ke arahnya sesaat sebelum gadis itu melangkah menuju rumah Keluarga Abbott. Lelaki itu membawanya ke dalam dekapan erat dan berbisik, "maaf. Tapi aku janji aku akan menceritakan semuanya di Hogwarts." Rosette mengangguk ketika Draco melepas pelukannya. "Selamat Natal."


⋆♱✮♱⋆☽☾⋆♱✮♱⋆

original by IR. Sequoia

𝐀 𝐒𝐨𝐮𝐥𝐦𝐚𝐭𝐞 𝐖𝐡𝐨 𝐖𝐚𝐬𝐧'𝐭 𝐌𝐞𝐚𝐧𝐭 𝐭𝐨 𝐁𝐞 | 𝐕𝐨𝐥 𝐈 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang