Identitas: Alat Persatuan dan Biang Kerok Perpecahan

128 23 2
                                    

Selasa, 4 Oktober 2022

Identitas itu ada dua macam. Identitas fisik dan identitas nonfisik. Pada umumnya, kita mengidentifikasi diri kita sendiri sebagai makhluk hidup. Dengan spesifikasi yang lebih sempit lagi, kita adalah manusia.

Nah, manusia masih bisa diklasifikasikan lagi. Ada ras kulit putih, ras kulit hitam, ras ini, ras itu, ras anu, yang semuanya itu dapat dilihat secara kasat mata.

Di lain sisi, ada identitas yang sifatnya konseptual. Itulah identitas nonfisik. Identitas yang hanya ada di kepala, bisa berubah-ubah, dan seringkali merupakan label atau cap yang yang diberikan oleh diri kita sendiri maupun orang lain. Misalnya, pemeluk agama, anak bangsa, warga negara, penganut stoikisme, nihilisme, agnostisisme, beserta isme-isme lainnya, termasuk cebong, kadrun, fans K-Pop, smart people-nya Dedi Kokbuset, pecinta sepakbola, penggemar Leslar ...

Eh.

Lalu, mengapa sejak dulu manusia butuh identitas?

Sebenarnya, kebutuhan dasar manusia selain sandang, pangan, papan--plus listrik dan internet bagi manusia zaman now--itu adalah pengakuan dan penerimaan. Kita butuh diakui. Kita butuh diterima. Salah satu cara untuk diakui dan diterima adalah menyematkan label bahwa kita adalah bagian dari suatu kelompok beridentitas tertentu.

Sayangnya, identitas-identitas yang seharusnya jadi alat persatuan, malah berulang kali jadi biang kerok perpecahan. Kita baku benci karena berbeda. Kita saling menghancurkan sebab tak sama. Padahal, identitas awalnya kita itu satu. Kita itu sama-sama manusia, sama-sama makhluk hidup, sesama being lah istilah kerennya.

Kalau menurut kalian, masih perlukah kita menonjolkan identitas untuk kehidupan ke depan yang lebih baik?

Tumpah SampahWhere stories live. Discover now