7 - The Curse

8 2 0
                                    


Gavin menegakkan kepalanya setelah merasakan ada sesuatu yang aneh pada mobil yang ditumpangi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gavin menegakkan kepalanya setelah merasakan ada sesuatu yang aneh pada mobil yang ditumpangi.

"Paman Darel, ada yang terinjak mobil kita!"

"Hah, mana mana?" Darel celingukan tampak bingung.

Setirnya langsung diputar ke kiri untuk menepi. Mobil pun berhenti. Seorang gadis kecil menggendong boneka kelincinya, berdiri di depan mobil. Darel dan Gavin lekas turun untuk memastikan.

"Apakah kau tidak apa-apa, Gadis Kecil?" Darel mendekati gadis itu.

"A-aku tidak apa-apa, Tuan. Tapi, Bunny terluka." Wajah gadis itu tampak sesenggukan. Setetes air mengalir dari lubang hidungnya.

"Bunny?" Darel mengamati boneka seukuran bola basket yang dipegang anak itu. Boneka kelinci berwarna biru dengan telinga panjang dan kantong di perut. Namun, ada jejak roda di kepala boneka. Mata kiri dan hidungnya pecah.

"Anda harus menggantinya," isak gadis itu. "Kalau tidak, Bunny akan mengutukmu."

"Hei, beraninya kau bicara seperti itu kepada pamanku! Siapa suruh bermain boneka di jalan raya." Gavin memarahinya.
Gadis kecil itu menangis makin kencang. Fokus beberapa orang sampai beralih ke arah mereka. Darel pun turun tangan.

"Gavin, kau tidak boleh berbicara kasar seperti itu. Ayo, cepat minta maaf!"

"Enak saja! Bukan salahku kalau bonekanya jadi buruk rupa begitu. Paman saja yang minta maaf," ketus Gavin seraya melangkahkan kakinya menuju mobil. Ia memasang sabuk pengaman, kemudian tiduran sambil bersedekap.

"Maafkan Paman, ya! Paman janji akan memperbaikinya." Darel mengangkat tangan kanannya hendak bersalaman.

Gadis kecil berponi imut itu mengusap air mata dan ingusnya dengan tangan, kemudian balas menyalami Darel. Ia merasa agak risih. Tetap memaksakan tersenyum.

***

Seperti biasanya, Lova mampir di Moonlight Café sepulang sekolah. Tatapannya masih sinis ke arah bocah lelaki yang tengah belajar di meja pojokan dekat etalase permen. Sesekali ia menyeruput kopi hazelnut-nya dan camilan kue nanas dengan raut wajah yang masih cemberut.

"Sudahlah, Lova, jangan cemberut terus! Aku bosan melihatnya. Wajahmu jadi tidak cantik kalau begitu terus."

Lova menoleh ke arah Darel sambil terus mengunyah kue di mulut. Tatapan bola mata sehitam langit malam itu memang tampak berbeda.

"Kau ingin menggoda atau meledekku?" tanya Lova ketus.

"Dua-duanya," jawab Darel santai, menunjukkan dua jari di depan wajah Lova. Entah sebab iseng atau terpesona, Darel sangat suka menjahilinya. Bahkan terkadang suka menyentil anting bulan purnama yang tampak mencolok itu.

Kali ini, Darel ingin melakukan sesuatu yang lain.

"Hei, apa yang yang kaulakukan, Darel? Aduh ... pelan-pelan, dong!" Lova terkejut lantaran Darel tiba-tiba menarik telinganya lumayan kuat. Ternyata, ia ingin mengembalikan barang berharga milik Lova yang sempat tertinggal. Gadis itu mengambil cermin kecil dari dalam tas selempangnya.

SACRED HOUR [SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now