15

367 13 0
                                    

Author's POV


Ansara merasa tidak nyaman karena Alatas sampai sekarang belum menunjukkan rasa ingin pamit pulang, apa tidak ada pekerjaan dirinya, sudah isya padahal.

Badannya sudah lelah, ingin beristirahat. Tentu tidak enak hati jika ia meninggalkan tamunya untuk tidur duluan.

"Kamu ngantuk dek?" Saat ini mereka sedang menonton film, ya mereka berpura-pura mengakrabkan diri satu sama lain.

Ansara mengangguk karena memang mengantuk, menguapnya juga semakin intens saat ini, "Aku boleh nginep disini?"

Mata Ansara langsung terbelalak, ia tahu bahwa orangtuanya sudah banyak berbuat baik terhadap dirinya, namun menerima tamu lawan jenis, oh tentu tidak bisa. "Engh, gimana ya mas, maaf aku gak enak sama bi Ani."

"Kan aku tidur dikamar tamu bisa." Alatas menatap Ansara dengan lembut, ia ingin membelai kepalanya yang masih berbalut jilbab itu. Sungguh cantik ternyata Ansara jika diperhatikan lebih intens.

Ansara bingung, Alatas kemasukan iblis apa sampai seperti ini. Ia merasa tidak nyaman, ingin segera mengakhiri adegan ini, ia tak nyaman dibelai oleh Alatas, "Gak enak juga dilihat tetangga."

"Oh ya udah, kamu kayaknya masih gak nyaman sama aku. Gak papa, kamu gak salah juga kok. Mungkin mas aja yang masih belum bisa memposisikan diri saat ini." Alatas bangkit, "Mas pamit dek, assalamualaikum." Alatas langsung bangkit dari duduknya tanpa mendengarkan balasan dari Ansara.

Ia sedikit kecewa. Entah mengapa, ia juga tidak paham dengan dirinya sendiri, maunya seperti apa sebenarnya.

Tentu Ansara tidak nyaman, apalagi hubungan mereka sebelumnya tidak pernah akur. Dengan riwayat kekerasan dan perilaku yang tidak mengenakan membuat salah satunya tentu tidak nyaman. Belum lagi trauma yang belum tentu bisa hilang.

Alatas sendiripun juga tidak sadar dengan prilakunya, apakah ia merasa nyaman dengan kedekatan mereka hari ini?

Tapi mereka juga tidak melakukan kegiatan yang spesial hari ini, Alatas juga tidak tahu kenapa bisa berbuat seperti ini.

Alatas dengan langkah cepatnya menuju tempat parkir mobil miliknya karena merasa kecewa, andai saja waktu bisa diulang? katanya dalam hati.

Ia akan pulang ke rumah orangtuanya malam ini, entah pikirannya sedang tidak enak. Mobil dikemudikan dengan tak beraturan mengikuti suasana hatinya.

Ansara yang kebingungan masih melongo di ruang keluarga, apa salah dirinya? Bukankah tindakan yang Ansara lakukan sudah benar? Ia masih menganut ajaran tidak mau ada kumpul kebo di rumahnya.

Beda memang tidak seperti Alatas, yang biasa tinggal dengan wanita dalam satu ruangan.

Walaupun ia tidak dibesarkan oleh orangtua yang lengkap, namun wejangan-wejangan eyangnya masih selalu ia pegang dan diingat.

Dan juga untungnya ia dikelilingi oleh orang-orang baik yang bisa membawa Ansara ke jalan yang benar.

Hanya saja Ansara yang salah jalan, memilih jalan pintas karena pikirannya sudah buntu.

**********

Author's POV

Alatas membuka pintu dan terkejut melihat kedua orangtuanya sedang duduk di ruang tamu sembari memamerkan kemesraan mereka. "Dari mana? Kata bi Esah kamu pergi dari siang." Mamanya memulai percakapan mereka, dilemparnya senyum ejekan kepada putranya itu.

Alatas duduk disebrang mereka, mengambil beberapa biji cemilan kesukaannya, nastar keju. "Main." Balasnya singkat kemudian melahap nastar yang tadi ia ambil.

Meira melihat suaminya, mereka menahan tawanya, "Yakin kamu? Kok tadi mama liat mobil kamu di rumah Ansara."

"Mama ngapain ke sana?" Tanya Alatas santai, tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika ada yang memergoki dirinya berada di rumah mantan istrinya.

"Lah kan mama emang sering kesana dari dulu." Meira mengeratkan pelukannya pada Rei, "Kamu sendiri ngapain disana?"

Alatas masih menikmati cemilannya, ia mengambil lagi nastarnya ketika yang ada ditangan sudah habis. "Ngobrol doang."

Meira hanya mengangguk, ia mencubit kecil pinggang suaminya untuk melanjutkan rencana mereka.

"Ngapain kamu ke rumah Ansara, mau cari gara-gara lagi?" Giliran Rei sekarang yang bertanya.

"Gak, coba tanya Ansara sendiri, ngapain aja aku di sana." Sahut Alatas.

Rei menahan tawanya, "Kenapa selama itu ngobrolnya? Gak pegel tuh bibir nyerocos mulu."

"Papa kenapa sih, ya kan ngobrol biasa. Gak yang setiap detik Alatas ngomong jugakan?"

Rei hanya tertawa menanggapi alasan putranya itu, ia dan istrinya sudah tahu jika Alatas akhir-akhir ini mencari informasi tentang Ansara.

Disisi lain mereka juga takut, kalau-kalau Alatas menyakiti Ansara kedua kalinya. Bukan tidak mungkinkan jika seseorang kembali ke tabiat buruknya?

Pernikahan Kontrak (18+)Where stories live. Discover now