Bab 9

46.4K 2.7K 39
                                    


بسم الله الرحمن الرحيم
.
.
.
.
.

Happy reading

=_=_=

"Bukan Salwa yang melaporkan kamu pada Kyai Ghaffar."

Agni mendongak, memastikan pendengarannya tak salah tangkap. "Gus tahu dari mana?"

"Saya memergoki kamu malam itu."

Sepasang manik kembar Agni melebar. Gugup merambatinya.

"Beberapa hari ini saya membiarkannya. Saya ingin tahu seberapa kuat tekad kamu untuk kabur dari sini, tapi saya tidak bisa tinggal diam lagi saat kegiatan kamu itu menganggu ketenangan santriwati lain."

Garis-garis halus muncul di dahi Agni. Menebak maksud Gus Ghaazi. Pandangannya bergeser pada seseorang yang berdiri di samping Gus Ghaazi.

"Salwa selalu memergoki dan mengikuti kamu keluar kamar."

Sial, lagi-lagi bocah oon itu! batin Agni kesal.

"Dia-nya aja yang kepo!" sanggah Agni sambil melipat tangannya di dada.

"Agni, orang tua kamu mengirim kamu ke sini untuk memperdalam ilmu agama. Dengan kamu kabur dari pesantren, memangnya kamu punya tempat tujuan?"

"Bukan urusan Gus!"

"Jika kamu berhasil kabur, kamu yakin bisa sampai tempat tujuan dengan selamat? Banyak kejahatan di luar sana, terlebih kamu perempuan. Rawan kejahatan."

Agni mendengkus. "Udah deh, nggak usah banyak omong. Jadi apa hukumannya?"

"Membersihkan halaman belakang asrama santriwati dan minta maaf sama Salwa."

=_=_=

Langit gelap melingkupi bumi, hembusan angin menusuk kulit. Namun, tak menyurutkan semangat para santri melaksanakan ibadah sunah mereka.

Tok ... tok ... tok ...

"Nduk, sudah bangun belum?" Ummi Shafiyah mengetuk pintu berwarna coklat di depannya.

Tadi malam, keluarga besar calon besannya memutuskan menginap di rumah mereka. Sebenarnya keluarga Kyai Alwi Attabiza ingin menginap di hotel, tetapi cuaca mendung mengurungkan niatnya itu.

Rumah ndalem yang bergaya joglo pangrawit. Rumah turun temurun yang di wariskan dari leluhur. Hanya ada beberapa renovasi yang di lakukan guna memperkuat rumah.

Sekarang pintu yang di ketuk Ummi Shafiyah berada di sayap kiri. Seperti rumah adat jawa kebanyakan, ndalem memiliki tiga pintu. Di mana terdapat filosofi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang.

Kamar berpintu putih itu di huni dua orang gadis. Salah satunya Salwa, santriwatinya yang baru saja mengalami insiden mengerikan.

Ning Zawna bergegas turun ranjang, membuka pintu. "Afwan Ummi, Zawna kesiangan."

Ummi Shafiyah tersenyum lembut. "Mboten nopo-nopo, Ummi maklum. Di tempat baru memang biasanya susah tidur."

GuS [END]Where stories live. Discover now