Satu Manusia (bonus chapter)

27 5 2
                                    

(POV AMKA)

Bus meninggalkanku di halte yang sepi. Dengan ringan kakiku melangkah menuju sebuah gang kecil, berbelok di gang sempit, berbelok lagi di gang yang lebih sempit lagi. Keluar menuju jalan besar. Menyeberang, melewati toko kaset, kedai-kedai kecil, menuju tempat yang telah kusewa sejak tahun lalu. Tudung hoodie besarku kurapatkan saat lelaki paruh baya melintas.

Begitu masuk, aroma kayu dari furniture-furniture lawas menguar tajam seperti biasanya. Setelah mengunci pintu, (aku telah menggantinya dengan pintu yang lebih baik. Dan demi keamanan, kupakai kunci pintu digital dengan sidik jari. Berlebihan? Masa bodoh) segera kurebahkan diri di ranjang kamar seraya menyalakan AC di titik 16 derajat celcius.

"Orang aneh," desisku.

Tidak berlama-lama rebah, aku beranjak ke lemari. Menggantung hoodie oversize yang kupakai di tempat yang semestinya lantas mencomot sepotong pakaian di gantungan. Kucermati rupaku di depan cermin untuk kesekian kali. Perlahan kulepaskan rekatan rambut palsu dari kepalaku kemudian menaruhnya di meja. Berurutan kutanggalkan kacamata besar, microsound canggih perubah suara dari balik geraham dan softlens hijau zamrud lantas membersihkannya dengan hidrogen peroksida dan air saline yang khusus kudapatkan dari salah seorang teman dokter.

"Eleazar Hamka Yosef."

Ya, Lazar adalah Amka dan Amka adalah Lazar.

Usai membersihkan diri di kamar mandi dan mengenakan setelan kemeja rapi, kubereskan barang-barang Lazar dan menyimpannya di laci khusus.

Aku memutuskan menjadi seorang Lazar sejak kembali dari studi singkat di Atlant. Kota yang telak telah merubahku. Beberapa tahun mendapat didikan langsung dari Sang Krisan Putih yang luar biasa. Namun, bukan tanpa alasan aku merubah identitas. Atau tepatnya, menyamarkan identitasku di Panti.

Panti Asuhan Hiraeth awalnya milik Ama. Ibuku. Didirikannya sejak lama. Namun, sepeninggalnya lima tahun silam, pengelolaan panti diambil alih oleh pemerintah. Kegagalanku sebagai seorang anak di masa lalu menjadi sebuah rasa bersalah yang mendorongku untuk membaktikan diri pada Panti ini. Jelas, tidak dengan identitas Amka. Sebab Amka adalah putra yang buruk. Lalu terciptalah ide 'Lazar'. Tanpa pikir panjang, alat menyamar terbaik segera kuburu. Begitupun dengan ide perubahan style yang mencolok. Awalnya aku ragu dengan penampilanku yang lebih mirip monster ini, tapi, anak-anak menyukaiku. Jadi, itu semua sudah cukup.

Kemudian Ava datang menyelinap.

Apa salahnya? Apa salahku? Kali pertama Ava dan Rasy bertemu dengan Lazar, aku gugup bukan main. Bagaimana kalau aku tertangkap basah? Bagaimana jika mereka mengenaliku? Beruntung, segalanya berjalan dengan baik. Saking baiknya, Ava bahkan tak menyadarinya hingga saat ini.

Tahu-tahu Ava sudah memutuskan untuk mengikuti jejak Lazar untuk membantu Panti.

Apa yang kalian pikir bisa aku lakukan? Mencegahnya? Mengusirnya? Aku hanya diam. Kupikir jika sikapku kurang menyenangkan akan membuatnya berubah pikiran. Membuatnya mengundurkan diri dan tak datang lagi ke Panti. Cukup kami saling mengenal sebagai Ava dan Amka. Nyatanya salah besar. Gadis lugu itu baik-baik saja. Bahkan pertengkaran kemarin lusa di sungai tak menyurutkan semangatnya berangkat ke Panti.

Sejujurnya, aku tidak benar-benar meninggalkannya sendirian disana. Aku menunggu di tempat yang lebih jauh hingga jemputan Amanya datang. Waktu itu ia menolak tawaranku memesankannya taksi. Aku menungguinya yang marah-marah dan kebosanan sendirian. Menggemaskan. Juga tentunya aku tidak benar-benar marah soal tas itu.

"Jangan lupa makan. Kalau bisa malam ini makan di rumah aja. Ada paket, Bibi taruh di kamarmu." Bibi Lizi mengirimiku pesan.

Kuhela napas panjang.

Haruskah Ava tahu tentang rahasia kecil ini? Haruskah aku jujur? Aku tahu aku sudah membohonginya. Tapi, bukankah itu sebuah ketidak-sengajaan? Lagipula, paling-paling dia hanya akan menganggapku seperti orang aneh. Siapakah orang aneh di dunia ini yang rela berpura-pura menjadi orang lain hanya untuk menjadi sukarelawan di sebuah panti? Aku. Ah, tapi bagaimana jadinya jika dia tahu dengan cara yang paling tidak diinginkan? Apakah aku akan melukainya?

###

Satu kejutan sudah dibuka. Masih akan ada hadiah-hadiah lain yang masih terbungkus rapi. Nantikan potongan chapter selanjutnya!
😏

Vote, ya. Vote!! Oii!!!

19 Aroma Buku TuaWhere stories live. Discover now