Grilling

27 6 1
                                    

Menghabiskan malam di rooftop memang yang terbaik. Tapi karena malas masuk angin, aku menatap langit hitam melalui jendela ruang kerja Ama. Hangat. Terlebih ditemani bersusun-susun rak buku. Aroma kertas kayu memanjakan penciumanku.

Oh! Tiba-tiba aku ingat tas Lazar yang masih teronggok pasrah di pojok kasur. Sudah dua kali aku ke Panti Hiraeth, tapi tak mendapati Lazar sekalipun. Gengsi menelponnya duluan makin menghambat pertemuannya. Segera kucari kontaknya di ponsel lantas mengirim pesan padanya secepat kilat sebelum aku berubah pikiran. Membuat janji temu dengannya demi mengembalikan tasnya yang sudah kuperbaiki sepenuh hati. Beberapa saat menunggu balasan, tapi tak kunjung ada, aku mulai menyesal. Tapi, tepat sebelum aku men-cancel pesannya, tampak tanda pesan sudah dibaca, dan Lazar mengirimkan balasan singkat, "Ya, kapan?"

Sebuah senyum terulas di bibirku.

Musik jazz lawas masih mengalun rendah setia menemani malam ini. Dari sini, aku bisa melihat lantai dua rumah Amka. Lampu-lampunya belum dimatikan.

"Udah gak marah nih?" Lazar mengirim pesan. Aku merengut.

"Siapa yang marah?"

"Ya..ya.. Gitulah."

"Heh!"

"Minggu ini ada trip liburan anak-anak panti."

"Oya?" tanyaku antusias. Ah, pintar sekali dia mengalihkan perhatianku. "Kemana? Berapa hari? Naik apa?" dan aku mulai banyak bertanya. Kami mengobrol untuk beberapa lama. Membicarakan banyak hal yang penting dan tidak penting. Menyepakati janji temu di panti untuk mengembalikan tanya yang sudah selesai kujahit. Hingga malam benar-benar gelap. Manis dengan selengkung senyuman sabit disana.

"Laparrr." Aku bercerita iseng.

"Makanlah."

"Ya, jam makam malam bentar lagi."

"Terus?"

"Pengen barbeque-an. Daging sapi, bebek atau sosissssss minimal. Lama nggak nge-grill. Kangen banget. Terakhir kali liburan tahun lalu bareng temen-temenku di Agad." panjang lebar aku bercerita.

"Ya.."

"Atau jagung. Jagung manis bakar. Heuh.."

"Berhenti ngayal dan sana cepat makan."

"Aw. Perhatian nih." aku terpingkal sendiri mengirimnya. Dibaca, tapi tak langsung dijawab.

"Udah jam tidurku. Aku off." pesannya tiba-tiba.

"Loh loh ... ah, curang!" pesan terakhirku ini tidak dibacanya.

"Yah. Apaan coba. Masih belum malem juga. Nggak asik nih." tetap tidak ada tanda-tanda dibaca.

"Lazar!"

"Ama lagi nyiapin makan malam, Va." ucap Baba sedikit mengagetkanku.

"Baba bikin kaget aja." protesku.

Baba mengangkat alisnya dua kali. Tersenyum jenaka seraya menepuk-nepuk perutnya.

"Oke. Ava nyusul, bentaarr lagi."

"Oke, Tuan Putri."

19 Aroma Buku TuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang