08

369 79 0
                                    

Kedua pria bermarga Lee telah tiba di pusat penahanan. Mereka hendak menyelidiki kasus yang menimpa mantan atlet internasional, Seong Hansoo. Penyelidikan itu dimulai dari mengunjungi pelaku di penjara.

Lee Jinho telah meminta izin pada kepala pusat penahanan untuk melakukan kunjungan terhadap salah satu tahanan di sini. Tujuannya tersebut diterima dengan batas waktu tertentu. Ia akan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin untuk menggali infomasi dari sang supir.

"Tahanan 1029 ada kunjungan, waktunya 15 menit."

Tahanan 1029 masuk ke dalam sel kunjungan. Ia memandang Lee Jinho yang duduk di kursi dengan tenang. Lalu mendekat dan duduk di kursi yang ada di hadapannya. Keduanya memang berhadapan, tetapi aslinya tidak karena mereka dibatasi oleh dinding kaca.

"Anda bukan keluarga saya, apa tujuan anda kemari?" Tahanan 1029 bertanya pada Lee Jinho yang menghela napas pendek. Kemudian dia berdiri, meletakkan tangannya di dinding kaca sembari menatap tajam sosok di dalamnya.

"Mengapa anda menabrak atlet Seong?" Lee Jinho bertanya dengan nada datar dan dingin. Membuat seseorang yang ada di depannya tertawa pelan.

"Astaga, pertanyaan ini lagi," ujar tahanan 1029 sambil memegangi perutnya yang terasa bergetar. Dia sudah sering mendengar pertanyaan tersebut dari para polisi, keluarga korban, dan terakhir adalah orang ini.

"Jawab saja pertanyaan saya!" perintah Lee Jinho penuh penekanan. Sosok yang ada di depannya tersenyum kemudian melipat kedua tangannya angkuh.

"Anda tidak akan percaya dengan apa yang saya katakan. Jadi, percuma mengatakan ini pada anda. Silahkan pergi!" ucap tahanan tersebut sembari berdiri dari kursinya. Ia hendak kembali ke dalam sel dan berupaya melupakan kejadian sial yang menimpanya.

"Tolong katakan! Bila anda tidak bersalah, saya bisa membebaskan anda dari sini dengan cepat," pinta Lee Jinho. Ia juga memberikan penawaran yang menggiurkan.

Tahanan 1029 termenung sejenak, memikirkan penawaran yang Jinho berikan. Itu cukup menggiurkan, bebas dari sel dan menghirup udara segar adalah keinginannya semenjak ditetapkan menjadi tersangka kasus tabrak lari. Namun tawaran tersebut belum bisa membuatnya puas dan tetap merutuki nasibnya yang benar-benar sial.

Bebas dari tempat ini tak ada gunanya lagi setelah dipikir-pikir. Perusahaan mana yang mau menerima seorang mantan narapidana? Hidupnya sudah sulit sebelum masuk ke jeruji besi. Apalagi kalau keluar dari brankas napi, mungkin hidupnya telah tak ada harganya lagi.

Ia pun kembali berjalan, menganggap tawaran tersebut hanyalah angin lalu baginya. Namun sebelum benar-benar menghilang di balik pintu. Lee Jinho lagi-lagi menawarkannya sesuatu yang menjamin.

"Saya janji akan memperkerjakan dan membebaskan anda bila anda mau mengungkap sesuatu pada saya."

Tahanan 1029 tersenyum puas lalu berbalik dan duduk kembali di kursinya. "Yah, menarik. Itu setimpal dengan informasi yang saya punya," katanya sambil melipat kedua tangan dan punggungnya bersandar di kepala kursi. Ia memandang angkuh sosok yang menatapnya datar sedari tadi.

"Anda benar-benar licik."

"Tidak selicik dalang sebenarnya."

Lee Jinho mengerutkan kening. Ucapan tahanan tersebut seolah mengungkapkan bahwa dia bukanlah pelaku yang asli melainkan seekor kambing hitam. "Lalu siapa dalangnya?" Ia bertanya dengan hati-hati.

Tahanan 1029 itu tersenyum lalu menjawab, "Seseorang dari keluarga Ri, keturunan Korea Utara. Ri Manseob."

"Anda tidak berbohong?"

"Untuk apa saya berbohong? Dia merencanakan hal ini untuk balas dendam pada atlet Seong yang telah mempermalukannya di pertandingan internasional. Ia juga menjadikan saya kambing hitam supaya bisa keluar dari jerat hukum." Tahanan 1029 menjelaskan alasan Ri Manseob mencelakakan Seong Hansoo pada hari itu.

"Kenapa anda bisa terlibat?" tanya Lee Jinho penuh selidik.

"Karena ekonomi. Saya ditawarkan untuk mengantarkan bahan bangunan ke sebuah proyek. Namun saya diberi sebuah pil yang ternyata obat tidur." Tahanan 1029 menjawab dengan tenang seolah tak menutupi apapun dari sosok di depannya. Karena ia merasa tidak ada gunanya berbohong, lagian pria muda itu juga memberinya penawaran yang terjamin.

Setelah itu Jinho bertanya lagi, "Mengapa anda bisa tahu alasan dari Ri Manseob membunuh atlet Seong?"

Tahanan 1029 tersenyum tipis kemudian dia menjelaskan bahwa sehari sebelum dirinya dimasukkan ke dalam sel. RI Manseob datang menemuinya. Pria tua itu mengatakan sesuatu yang menjadi alasannya membunuh Seong Hansoo.

Lee Jinho membisu seribu bahasa. Ia meragukan kebenaran dari keterangan yang diberikan oleh pria di depannya. Namun saat melihat keyakinan dan kejujuran yang terpancar dari pria tersebut. Ia pun mengangguk percaya.

"Baiklah, terimakasih." Lee Jinho berdiri dari kursinya. Ia hendak melangkah pergi dari ruangan tersebut. Namun tahanan bernomor seri 1029 mengintrupsinya.

"Jangan lupa tawaran dan janji anda!"

"Tentu saja, hm.."

"Sungjoon, Baek Sungjoon."

Lee Jinho tersenyum tipis kemudian mengangguk. "Tentu saja, Baek Sungjoon," katanya.

(⁠ノ⁠•̀⁠ ⁠o⁠ ⁠•́⁠ ⁠)⁠ノ⁠Bocah ⁠~⁠ ⁠┻⁠━⁠┻

"Bagaimana tadi? Lo dapat informasi apa aja?" tanya Lee Jihoon setelah melihat Jinho keluar dari pusat penahanan. Dia sengaja menunggu di luar karena nggak mau masuk ke tempat seperti ini.

Lee Jinho memandang rekannya sekilas kemudian masuk ke dalam mobil tanpa mengindahkan pertanyaan tersebut. Jihoon mendengus lalu ikut masuk ke kursi penumpang di samping pengemudi. Dia menatap wajah lesu temannya yang seperti orang depresi.

"Jelasin bodoh! Bukan kaya anak baru gede yang ngerasain sakitnya diputusin!" cecar Jihoon yang kesal dengan sikap rekannya. Dia kepo, tapi orang di sampingnya kaya orang bisu.

Jinho menghela napas perlahan sebelum menerangkan. Dia bisa darah tinggi kalau dengar gerutuan Jihoon yang mirip emak-emak ngomel. "Supir itu bukan pelakunya. Ia cuma kambing hitam. Dalang sebenarnya adalah Ri Manseob."

"HAH?! Ri Manseob yang atlet Korea Utara itu? MASA DIA KE SELATAN CUMA BUAT BALAS DENDAM?!" Jantung Jihoon seakan melompat dari tempatnya begitu mendengar nama seorang atlet dari mulut rekannya. Dia tidak percaya jika orang tersebut yang menjadi dalang atas kematian Seong Hansoo.

"Telinga saya mau pecah mendengar suaramu yang menggelegar!" ujar Jinho sembari melempar kotak tisu di dashboard ke rekan di sampingnya.

"Saya awalnya tidak percaya, tapi dia sangat yakin," lanjutnya.

"Lo bodoh ya? Tanya atau minta bukti baru percaya, sinting!" sentak Jihoon yang jengkel sama Jinho.

Jinho termenung sejenak lalu menepuk jidatnya. "Astaga, saya lupa!!" ucapnya. Dia seharusnya minta bukti baru percaya, tapi sudah terlanjur. Lagi pula jam kunjungan sudah habis, balik pun percuma.

Akhirnya Jinho memutuskan untuk datang ke pusat penahanan lagi di hari berikutnya. Dia harus minta bukti supaya bisa bertindak cepat. Ia berharap Taehoon tidak kenapa-kenapa di luar sana.

"Sebaiknya kamu juga membantu saya menggali informasi tentang Ri Manseob dan Kim," saran Lee Jinho yang bosan mendengar Jihoon menyumpah serapahinya.

"Ck, kapan gue nggak bantu lo? Tanpa lo saranin, gue juga bakal cari informasi mereka berdua!" sungut Jihoon kesal lalu memukul dashboard di depannya.

Lee Jinho hanya menggelengkan kepala melihat Jihoon yang kaya perempuan datang bulan. Sensi setiap saat padahal dia nggak sepenuhnya salah. Sorot mata Sungjoon terlihat meyakinkan. Ditambah sikapnya yang tenang seolah tak menyembunyikan apapun darinya.

Makanya Jinho mudah percaya dengan tahanan tersebut sampai lupa menanyakan tentang bukti. Besok, dia tidak boleh lupa untuk menanyakan hal ini sekalian mengurus perihal keringanan hukuman untuk Baek Sungjoon. Namun sebelum itu, ia perlu bukti.

(⁠ノ⁠•̀⁠ ⁠o⁠ ⁠•́⁠ ⁠)⁠ノ⁠ ⁠Bocah ~⁠ ⁠┻⁠━⁠┻

Bocah Where stories live. Discover now