Bab 3

807 193 10
                                    

Mata Mark yang masih berat untuk terbuka, mendadak segar begitu melihat angka yang ditampilkan jam digital di meja samping ranjangnya. 07.15. Tanpa pikir panjang laki-laki itu segera lompat menuju ke kamar mandi. Tidak seharusnya ia bangun siang seperti ini. Biasanya Mark akan bangun pukul 5 pagi, mengawali aktivitas rutinnya sampai pukul 7 ia siap berangkat ke kantor.

Hidup Mark meskipun santai, sebenarnya sudah tertata rapi dengan jadwal rutinitas yang diterapkan sejak empat tahun lalu. Namun, kali ini untuk pertama kalinya ia merusak jadwalnya sendiri. Lelaki itu berdiam di bawah guyuran shower. Otaknya bekerja, bagaimana mungkin ia bisa bangun siang? Bahkan semalam ia tidur sepuluh menit lebih awal dari biasanya.

Seketika Mark menegang kaku. Ia menyadari rasanya malam ini tidur jauh lebih nyenyak. Keningnya mengernyit, mendapati fakta itu. Alasan apa yang membuat tidurnya nyenyak untuk pertama kalinya setelah badai memporak-porandakan kehidupannya 7 tahun silam? Mark bergidik menepis semua spekulasi di otaknya. Ia perlu segera bersiap sebelum asistennya membuat ponselnya meledak dengan panggilan telepon.

Meski sangat tergesa, bukan berarti Mark masa bodoh dengan penampilannya. Ia masih berusaha tetap rapi seperti biasanya. Apalagi hari ini, ia akan mengunjungi studio untuk berkenalan langsung dengan calon brand ambasador yang direkomendasikan oleh salah satu karyawan terbaiknya, Pak Wisnu.

"Pak Mark, selamat pagi..." sapa Astri dengan penuh kelegaan, tapi ia tidak memiliki kesempatan untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Astri, tunggu sebentar. Saya ke toilet sebentar. Wait, ya." Sengaja, Mark memotong kalimat asistennya sebelum wanita itu berbicara tanpa henti.

"Baik, Pak. Semua sudah menunggu di studio."

Mark mengangguk singkat sebelum bergegas meninggalkan asistennya. Baginya, yang pertama harus ia lakukan saat ini, memastikan penampilannya rapi dan rileks. Akan menjadi tanda tanya jika ia terlihat sekali berantakan. Di mata karyawannya, ia tidak pernah terlihat geradak-geruduk. Semuanya rapi dan sistematis. Lebih penting lagi, ia harus menunjukkan kesan pertama yang baik di mata brand ambasadornya.

Begitu ia sudah memastikan semuanya baik, Mark segera meninggalkan toilet. Di ruang kerjanya, masih ada Astri yang setia menunggu untuk mendampinginya ke studio.

"Sudah, Pak?" tanya Astri memastikan.

"Sudah. Leo sudah datang?" tanya Mark sambil berjalan menuju ke studio. Langkahnya lebar dan santai, terlihat berkharisma. Ini pembawaan Mark selama di kantor.

"Pak Leo hari ini sedang negosiasi lahan untuk franchisee baru, Pak."

Mark menganggukkan kepala. "Makasih, Astri," ucapnya ketika gadis 25 tahun itu hendak membukakan pintu untuknya.

Pintu yang sudah terbuka sedikit, kembali tertutup rapat ketika ponsel Mark berdering. Mark urung masuk begitu melihat nama yang muncul di layar ponselnya. Ia berjalan menjauh dan memberikan isyarat pada Astri jika ia ada urusan mendadak. Paham dengan kode tersebut, Astri masuk ke studio, mewakili bosnya untuk menyambut baik kedatangan Maurie sebagai brand ambasador.

Sementara itu, Mark bergegas kembali ke ruangannya. Tidak lama ia keluar dengan tergesa.

"Oke. Alamatnya dimana? Gue ke sana sekarang. Gue yang ketemu orangnya aja. Lo urusin mobil lo sampai kelar dulu," ujar Mark sambil menuju ke tempat parkir mobilnya.

"Data-datanya ada di gue. Lo nyamperin gue dulu, deh."

Mark mengembuskan napas. Ia tidak memprotes kali ini. Dari nada bicaranya, Leo sedang menahan kesal. Ia paham laki-laki itu kalau sedikit saja ada masalah, terus ada yang menambah kekesalannya, moodnya akan berantakan. Dan, Mark mengalah pagi ini menyusul Leo yang rencananya akan bertemu dengan pihak pemilik lahan yang akan disewakan untuk franchice barunya.

If You Don't Mind- Pre order Sampai 16 APRIL 24Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum