Erwin, Starla dan Rencana B

46 8 0
                                    

"Ish, Erwin! Aku bilang kalau kelas kamu udah selesai, langsung temuin aku di tempat parkir. Kenapa malah oleng main basket dulu?"

Sebuah omelan dilontar walau sang target omelan akhirnya datang menghampiri dengan napas memburu kelelahan. Starla tak kenal ampun kalau Erwin sudah berulah 'lagi'.

Hangus dada Starla sekarang berkat sohibnya sendiri. Roman kesal yang diberi Starla memang terlihat sama saja dengan ekspresi-ekspresi lain, selalu terlihat lucu di mata Erwin. Tapi yang kali ini Erwin bisa rasakan aura kekesalan yang Starla beri, ditambah kedua lengan yang disedekapkan tambah kesan guru killer di kelas.

"I-Iya, La, maaf. Lain kali gak bakal—"

"Lain kali gak bakal diulang lagi. Huh, ampe dinosaurus berubah jadi nugget juga aku yakin kamu gak bakal berubah."

Starla hembuskan napas kasar, buat Erwin garuk tengkuknya dengan rasa bersalah. Starla tak ingin waktunya habis hanya untuk memberi sesi ceramah pada hari di mana Erwin lahir ke dunia. Rasanya seperti merusak momen. Daripada berlama-lama, mereka segera bersiap naiki motor kepemilikan Erwin yang sudah familiar dengan penumpang bernama Starla di jok belakang. Pergi ke tempat yang sudah mereka rencakan jauh hari. Kali ini, Starla yang awali ajakan, tempatnya juga Starla yang pilih. Katanya sih hitung-hitung refreshing sepulang sekolah sekaligus rayakan hari jadi Erwin ke-18 tahun.

Starla keluarkan ponsel dari saku baju seragamnya, "Aku yang bakal arahin jalannya nan—"

"Udah gue aja. Gue tau rute jalannya ke mana." Ucap si lelaki penuh percaya diri, nyalakan mesin motor.

Starla lihat rona percaya diri itu, dan itu makin buatnya ragu. "Serius?"

Dengan percaya diri memuncak, Erwin anggukkan kepala. Ya, apa boleh buat, Starla coba percayakan semua pada Erwin kali ini.

-

Starla agaknya—ralat, sangat menyesal telah memercayakan semua pada Erwin beberapa menit lalu.

"Ini yang kamu sebut tau rute itu kah?!"

Erwin agak tersentak, hampir hilang keseimbangan dengan alat kemudinya, "Demi apapun padahal gue hapal tapi gak tau kenapa gue seketika lupa sekarang." Iya, sudah putar-putaran terus sebanyak itu mirip kaset rusak.

"Makanya, ah, jangan asal ngomong 'bisa kok bisa' padahal lupa. Kalo gitu aku aja yang ngarahin pake google maps."

Andai kata Starla bisa menetapkan suatu tanggal sebagai hari nasional, ia ingin buat hari ini sebagai "Hari Menjewer Erwin Nasional". Ingin sekali ia jewer kuping lelaki di jok depannya. Tapi jika ia bersikeras maka yang nanti muncul hanyalah berita kecelakaan di bunderan yang akan tayang di televisi.

Erwin tahu penumpang jok motornya merasa jengkel, beruntung ia punya 'Rencana B'.

"La, kita berhenti di pinggir sana dulu yuk?"

Starla tak tahu di mana tempat yang Erwin maksud, tapi tanpa pikir panjang ia iyakan, tak ingin membuat sore ini jadi semakin panjang.

-

"Ck! Kamu mati disaat yang salah."

Si perempuan hampir saja alungkan ponselnya jika otaknya yang logis berkata jangan! Ponsel Starla habis dayanya. Begitupun ponsel Erwin—sejak pulang sekolah tadi. Niat awal melihat google maps lewat ponsel terkubur sudah.

Yang ada sekarang hanyalah Starla, Erwin, warung sate maranggi tepi jalan raya, segelintir pelanggan dan si penjual.

Akhir kata, mereka akhirnya rayakan pergantian umur Erwin di sini, di warung sate maranggi. Menyantap santapan di bawah pikiran masing-masing.

"Maaf ya, Win." Starla memecah hening di tengah melahap santapan.

Erwin tersedak kecil. Kenapa tiba-tiba Starla minta maaf, pikirnya. "Kenapa, La?"

"Rencana kita buat makan-makan rayain ultah kamu di restoran itu jadi gagal."

Erwin alihkan atensinya dari piring pada gadis di hadapanya, "Kok malah lo yang minta maaf?"

"Aku harusnya gak milih tempat yang kita belum tau rute jalannya. Tapi aku ngotot pake dalih kalau kamu pernah bilang pengen banget ke sana."

Erwin tersenyum tipis. "Gue cuman ngomong loh, La. Nggak perlu secepatnya dikabulin." Sahabat perempuannya masih murung, dirasa belum terhibur ujaran si lelaki.

"Gue juga mau minta maaf. Rencana hari ini gagal semuanya karena gue juga. Padahal gue yang abis ultah, gue yang banyak bikin ulah."

"Ck, makanya jangan berulah," cicit Starla kecil di tengah acara santap-menyantap makanannya.

Hening kembali. Khidmat nikmati sate maranggi lengkap dengan lontong yang belum sampai suapan terakhir.

Erwin mengulas senyum, "Tapi jujur, gue lebih seneng makan-makan di sini loh. Lo inget gue pernah bilang kalo gue suka sate maranggi juga? Apalagi makannya di pinggir jalan, nikmatin udara hangat sekaligus ademnya sore, liat mobil motor lalu-lalang .... bareng lo."

that's when, sullyoon. ✔Where stories live. Discover now