Erwin, Starla dan Kelas Sejarah

35 8 0
                                    

Gadis itu berusaha guncang awak pemuda yang terlelap di bangku sebelahnya, "Win, ih, dibilangin jangan tidur di kelas!" bisik Starla dengan nada yang agak tinggi agar terdengar oleh Erwin, tapi tak bisa terdengar oleh guru yang sedang khusyu menerangkan mata pelajaran sejarah di hadapan.

Erwin, lelaki teman sebangku Starla untuk bulan ini—mengerang dalam posisi wajah yang tenggelam di antara kedua lengan.

"Ng, gue gak tidur." ucapnya tak jelas, masih berada di perbatasan antar dunia mimpi dan dunia realita.

Starla mendecak, "Kalau kamu pengen bohong, belajar lagi deh."

Starla menyerah di tengah 'jalan'. Malah berusaha tutupi kepala lelaki di sampingnya dengan buku sejarah yang lebar nan tebal—yang memudahkan buku itu untuk berdiri sendiri—dari sapuan pandangan sang guru yang masih hanyut dalam pembahasan mata pelajarannya sendiri, sampai-sampai anak didiknya yang diduga tertidur tak tertangkap basah padahal jumlahnya hitungan jari.

Starla gak mau berurusan panjang dengan interogasi sang guru karena tidak membangunkan teman sebangkunya yang tertidur—padahal sudah Starla usahakan maksimal hanya saja si pemuda yang bebal, jadinya ia lakukan ini.

Masih sambil memegangi kedua sisi buku, "Win, kamu beneran tidur ampe mimpi?"

"Eng—gak." Masih setegah terjaga.

"Ck, cepet bangun, Win. Kalo kamu gak nyimak abis itu dikasih tugas jangan ngeluh gak bisa ke aku. Salah kamu sendiri."

Tahu-tahu,

"Baik semuanya, pembelajaran mapel sejarah kita sampai bab 3 akhirnya selesai. Jangan lupa seperti yang ibu bilang di tengah-tengah penjelasan tadi, minggu depan kita ulhar bab 3 dengan semua sub-babnya tanpa terkecuali."

"HAH?!" satu kelas kompak tunjukkan aksi tak percaya lewat vokal.

Sang guru agak tercengang, "Loh kok 'hah' bareng-bareng? Ibu sudah jelaskan garis besar ulharnya tadi jadi jangan terlalu takut lah."

Hahhh, murid-murid di kelas itu nampak lega—kecuali Erwin.

Si lelaki langsung angkat kepalanya, tak percaya dengan yang barusan ia dengar. Erwin nampak belingsatan sepeninggal guru dari ruangan, "La, kenapa lo gak bilang kalo lagi dijelasin garis besar soal ulhar mingdep?!"

Sang hawa menatap dongkol, "Aku juga ga dikasih klue ternyata lagi jelasin soal ulhar mingdep?! Kamu sih, makanya jangan tidur di kelas. Kalang kabut sendiri kan."

Erwin mendecak, kesal lantaran keputusannya untuk curi-curi waktu molor di tengah kelas kali ini tidaklah tepat.

"Yaudah lah." Erwin malah memilih jalan alternatif—kembali pada posisi wajah tenggelam ditengah kedua lengan yang dilipat dan kembali tidur, mumpung kelas sudah usai dan masuk jam istirahat.

Starla hanya bisa menepak jidatnya lelah, Erwin memang sudah diluar dugaan kalau kau sudah mengenalnya lebih dari sekedar "lelaki pemalu nan tampan".

Mencuri pandang pada si lelaki yang kembali tertidur, ternyata cahaya matahari pagi itu begitu terang-benderang. Sinarnya saja kini tepat tertuju ke arah wajah Erwin yang duduk dekat jendela.

Starla awalnya ingin protes mengapa haru diberi tempat duduk di sebelah sahabat lelakinya yang super gampang ngantukan itu, tapi sekarang ia memilih memprotes kenapa jendela kelas sebesar ini tak punya penutup? Atau minimal gorden gitu? Starla perlu bicara dengan sie perlengkapan kelasnya sehabis ini.

Jadi ia inisiatif rentangkan telapak tangan di atas wajah Erwin yang terlelap. Supaya sang lelaki tak terkena silau matahari dan terpanggang.

"Erwin, Erwin, kamu emang gak pernah berubah."

that's when, sullyoon. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang