Bab 34 - Drama

437 15 0
                                    

Pagi hari Dirga yang hendak akan berangkat ke kantornya begitu juga dengan yang lainnya yang akan memulai aktivitasnya di buat gaduh karena Sena yang sedang merasa nyeri di pinggang dan bagian bawah perutnya.

"Kamu kenapa?" tanya Dirga khawatir yang melihat Sena masih terbaring di ranjangnya.
"Nyeri mas," katanya seraya memegangi bagian perutnya.

"Nyeri di bagian mana?" Dirga semakin khawatir di buatnya.
"Kalian berdua kenapa diam aja sih, Sarah telepon William coba suruh dia kesini," ujarnya yang membuat Sarah kesal karena harus di suruh-suruh.

William dia seorang dokter sekaligus sepupu Dirga ia termasuk dokter kepercayaan Dirga.

"Mas jangan berlebihan deh Sena itu nyeri karena dia lagi menstruasi itu hal yang wajar," Dirga menatapnya tajam, dia tak suka dengan kata wajar itu sudah jelas wanitanya sedang kesakitan.

"Wajar kamu bilang? kamu enggak lihat Sena kesakitan kayak gini," ujarnya dengan nada naik satu oktaf.

Dirga membuka ponselnya dan mencari kontak William dan setelah sambungannya terhubung ia segera meminta William untuk secepatnya datang ke rumahnya.

"Mas aku izin berangkat sekolah dulu ya, aku udah telat." Maudy bergetar mengucapkan kalimat itu, ia mendapatkan tatapan tajam dari Dirga.

"Kamu masih bisa-bisanya mikirin mau berangkat sekolah sedangkan saudara kamu lagi kesakitan kayak gini hah?"

"Mas Maudy tuh mau berangkat sekolah dia hampir telat gara-gara ngurusin beginian, lagian apa kaitannya sama Sena yang lagi menstruasi sih. Maudy udah sana mendingan kamu berangkat ke sekolah nanti telat lagi." Dirga tak suka jika ucapannya di bantah.

"Kamu sekarang udah berani ya ngelawan perintah saya?"
"Mas aku tuh bukannya.. "

"BISA ENGGAK SIH KALIAN SEMUA KELUAR DARI KAMAR AKU, KALAU MAU RIBUT JANGAN DISINI!" semuanya terdiam mendengar bentakan dari Sena, ia benar-benar di buat pusing karena ocehan Dirga dan Sarah.

"Mas Dirga juga, aku tuh nyeri karena menstruasi bukan sakit karena penyakit parah.. "

"Udah Maudy kalau lo mau pergi ke sekolah, pergi aja jangan dengerin omongan mas Dirga," Maudy terdiam percuma juga ia pergi pasalnya ia sudah kesiangan gerbang sekolahnya pun pasti sudah di tutup rapat.

Lagi pula Sena bingung dengan Dirga ia hanya nyeri menstruasi bukannya sakit parah sampai harus di panggilkan dokter segala, pria itu benar-benar sangat berlebihan.

***

"Nanti nyerinya juga langsung mereda kok kalau dia udah minum obatnya, nyeri kayak gini wajar kok bagi perempuan yang sedang menstruasi," Sena tersenyum ramah mendengarkan penuturan dari Wiliam.

"Wajar lo bilang?"
"Mas.. " Sena menatapnya ia tak suka dengan Dirga yang bersikap berlebihan.

"Sorry ga gue enggak bermaksud, oh iya ini resepnya obatnya bisa lo tebus di apotek," Wiliam memberikan secarik kertas yang berisikan resep obat nyeri untuk menstruasi.

Dirga langsung keluar dari kamar dan memanggil Herman untuk menebus obat di apotek secepatnya, ia tak ingin Sena terus merasakan nyeri.

Wiliam yang melihat Dirga begitu sangat khawatir, ia jadi curiga pasalnya Dirga bukan tipe orang yang perhatian terhadap seseorang yang baginya tidak penting di hidupnya, bahkan Wiliam bisa menebak sepertinya Sena orang yang sangat penting bagi sepupunya itu, tapi bagaimana dengan Sarah bukankah wanita itu adalah istrinya.

"Thanks lo udah datang tepat waktu,"
"Your welcome ga,"
"Ini untuk kedua kalinya gue ngeliat lo sebegitu khawatirnya sama perempuan apalagi dia adik ipar lo," bisik Wiliam di telinga Dirga, beruntung Sarah dan Maudy sudah tidak ada di dalam kamar Sena, mereka berdua sudah Dirga usir untuk keluar.

"Dulu lo khawatir banget sama Rania dan sekarang lo begitu khawatirnya sama adik ipar lo, apa jangan-jangan.." Dirga menatapnya tajam, ia tak suka dengan ucapan Wiliam.

"Eits oke ga tugas gue udah selesai jadi sekarang gue boleh balikan?" Dirga mengangguk setelah membereskan tas, Wiliam secepatnya pergi ia tak akan berani menghadapi amukan Dirga jika ia terus menggodanya.

Setelah William keluar dari dalam kamar tinggallah mereka berdua Dirga mengambil duduk di samping ranjang, ia melihat wajah Sena yang terlihat pucat ini untuk pertama kalinya Dirga melihat wanitanya terlihat begitu tidak bertenaga.

"Nyeri banget ya?" Sena mengangguk, ia benar-benar merasakan rasa nyeri yang luar biasa.

"Kata William kamu jangan keseringan makan pedas pada saat tujuh hari menuju masa menstruasi nanti," Sena jadi ingat kemarin ia makan seblak dan jajanan yang pedas lainnya.

Dirga memeluknya ia sudah tidak perduli jika tiba-tiba ada yang masuk ke dalam kamar nanti dan benar saja, baru saja feeling nya mengatakan tidak perduli tiba-tiba suara ketukan membuyarkan lamunan keduanya seketika Sena mendorong tubuh Dirga.

"Itu buka dulu pintunya," Dirga dengan malas melangkah ke arah pintu.
"Maaf tuan menganggu, ini obat yang tuan Dirga minta,"
"Makasih pak, uang kembaliannya untuk Pak Herman saja,"

"Terimakasih tuan," Dirga menutup pintunya kembali, ia kembali duduk di tepi ranjang kembali mengambil kan minuman dan membuka satu butir obat untuk Sena.
"Di minum dulu obatnya biar cepat reda nyerinya." Sena menerima obat dan juga air minumnya ia segera menelannya.

Setengah jam kemudian, Sena mulai terserang kantuk karena efek obat yang ia minum seketika ia tertidur pulas dan saat itu juga Dirga memberikannya waktu untuk beristirahat, ia menyelimuti wanitanya dan sebelum keluar ia tak pernah lupa untuk mencium kening Sena terlebih dahulu.

***

Sarah yang sedang merasa kesal dengan sikap Dirga yang menunjukkan perhatiannya pada Sena ia jadi mulai curiga dengan keduanya, apalagi sekarang di tambah dengan Maudy yang mengompori Sarah untuk terpancing akan ucapannya.

"Kalau aku perhatiin Sena deh mba yang kayaknya kecentilan banget sama mas Dirga,"
"Mba juga ngerasa kayak gitu sih, dari sikapnya aja dia enggak keliatan takut sama sekali sama mas Dirga,"

"Aku pernah lihat mas Dirga malam-malam masuk ke kamar Sena lho mba,"
"APA! Kamu yang bener dy?" Sarah terkejut mendengar perkataan Maudy barusan.

"Beneran mba tapi aku enggak punya bukti yang kuat, buat nunjukin hal itu,"
"Hal apa yang kalian maksud?" baik Maudy dan juga Sarah mereka terkejut melihat kedatangan Dirga di kamar Sarah.

"Mas Dirga.. "
"Maudy kamu ini masih kecil ternyata jago juga ya bikin gosip murahan seperti itu,"
"Maaf mas aku enggak bermaksud buat menuduh tapi aku emang pernah lihat.. "

"Lihat apa? Kamu punya bukti, kamu jangan asal menuduh ya kalau saya mau, saya bisa laporkan kamu ke polisi karena sudah mencemarkan nama baik saya," Maudy menelan salivanya mendengar kata polisi.

"Mas maafin Maudy ya kamu tenang aja aku percaya kok sama kamu," Sarah mengelus punggung Dirga menenangkannya ia tahu betul seperti apa Dirga, pria itu bisa melakukan suatu tindakan tanpa di pikir terlebih dahulu.

"Saya enggak butuh kepercayaan dari kamu! Saya ingatkan kembali sama kalian berdua kalau masih mau hidup enak jangan banyak berulah di rumah saya." Dirga keluar seraya menendang guci yang ada di luar samping pintu kamar.

Kalimat Dirga barusan berhasil membuat kedua kakak beradik itu di buat diam tanpa kata.

TO BE CONTINUED..
Minta Vote dan Komentarnya ya prend karena dukungan kalian sangat membantu semangat author kembali membara :)

Love Toxic [Tersedia Juga di Noveltoon]Where stories live. Discover now