-06.

732 107 17
                                    

"Sini, noleh! gimana mau nyuapin kalo mukanya kesitu!"

Terdengar amarah seorang pria di kamar pasien, pasien gadis beserta seorang pria yang masih menemaninya di rumah sakit tersebut.

"M-makannya aku makan sendiri aja!" ucapnya dengan merona merah sambil memalingkan muka, suaranya yang terdengar gagap.

"[Name], jangan keras kepala—"

"Bacot!" bentakan dari wanita tersebut.

Dirinya masih enggan menoleh wajahnya ke lelaki, karena tidak ingin menunjukan ekspresi menyedihkannya saat ini. Giginya juga sangat merapat di mulut.

"Aku sehat, aku nggak sakit, kok! lagian, kenapa tiba tiba kamu berubah pikiran buat begini tiba tiba?"

Alis lelaki itu mengerut, menaruh tempat makanannya ke meja kembali. Menatap [Name] dengan raut bingung.

"Enak banget bilang begitu, di pikir aku masih gak kepikiran?! aku ga minta di pertemukan juga, sih! siapa juga yang berharap kita bakal ketemu? kalo—"

"Pfft—HAHAHA—lo lucu ya, [Name]."

Lelaki itu reflek tersenyum mendengar ocehan gadisnya yang menurutnya sedikit imut, padahal dirinya sendiri sedang di bentak. Kenapa dia merasa sedang di perhatikan, ya?

"Ga salah, sih. Gue main bilang begitu, makannya gue minta maap. Tapi, kayaknya maap doang gacukup, kan? terus, ya, gimana ya, gue kabulin satu permintaan, deh."

"Mau nonjok kamu."

"Ha—ARKH!"

Tak lama, tak tanggung. Gadis itu langsung mendaratkan tonjokan ke bagian perut Gentar dengan kencang. Yang di tonjok pun menjadi mendadak sakit dan reflek mengeluarkan suara.

"Uh.. lo kuat juga, [Name]."

Duh, kali ini Gentar langsung mempertimbangkan pernikahan.

Setelah memukul laki laki tersebut, [Name] menunjukan wajah songong nya itu. Mulunya yang tersenyum sedikit puas, alisnya yang menggambarkan perasaan sedikit menikmatinya.

"Mampus."

Lelaki itu sebenarnya sedikit terpancing, tetapi mau tak mau ia menahannya demi wanita yang masih ia kejar hatinya. Seketika suasana di situ tidak runyam lagi, setelah melakukan hal tersebut, [Name] selalu tersenyum terlihat bahagia.

[Name] juga meminta Gentar mengambilkan alat melukisnya untuk dibawa kerumah sakit, walau dia tidak lama lama disana. [Name] tak bisa melewatkan kegemarannya.

Tentunya, Gentar tak liput dari kontrak [Name] untuk menjadi modelnya, kini rautnya sedang tertekan dibuatnya.

"Jadi! liat, deh!" ujarnya dengan senang.

Akhirnya. dalam benak Gentar.

Badannya langsung mendekati wanita tersebut, berniat melihat lukisan yang telah ia selesaikan. Disitu, Gentar sangat terkesan.

Lukisannya, benar benar milik seorang [Name].

"Boleh dijadiin VIP gak?" tak ragu juga menawarkannya pada [Name].

"Apa, sih! belum komen malah mikir bisa VIP apa enggak. Kamu pikir ini barang?"

[Name], selama ini lukisanmu kamu anggap apa?

"Jelek banget, minimal yang lain gitu reaksinya." bicaranya dengan bisik.

"Iya, iya. Bagus, kok. Tapi ga sebagus lukisan gue, sih. HAHA—"

Plak!

Tawaannya, dengan senyum besar ciri khas Gentar. Masih tak lupa sifat narsis pada dirinya. Suasanya masih sama, mereka jadi akrab dan terbiasa satu sama lain.

di tolak?! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang