Bab 6. HSSSSSSSSSS

216 46 6
                                    

Meski kesal aku tetap berpegang teguh pada prinsipku. Pokoknya harus terus memepet Kak Erwin sampai dapat.

Tenggat waktunya kan kurang 15 hari lagi. Jadi aku harus sat set wat wet. Tidak boleh klemar klemer.

Karena itulah, aku memilih ikutan nimbrung di antara teman-temannya Kak Rhina. Rutinitas ini sudah kulakukan selama hampir sepuluh hari. Dan kurasa, Kak Erwin dan aku benar-benar memiliki chemistry yang baik.

Aku yakin dia mulai menotice bahwa aku bukanlah seorang bocah seperti yang dikatakan oleh Kak Langit.

Karena sejak sepuluh hari yang lalu, ketika Kak Langit bilang tipenya Kak Erwin adalah wanita dewasa, aku pun mulai bersikap sepatutnya wanita dewasa.

Bersikap anggun. Tidak banyak bicara. Bahkan makan pun aku jaga. Pokoknya aku harus henshin¹ menjadi perempuan impian Kak Erwin.

Ada enam orang di sini. Kak Rhina, Kak Erwin, si binatang purba, Kak Faisal, Kak Ziva dan Kak Raya.

Semuanya sudah cukup kukenal baik, kecuali Kak Ziva. Sepertinya dia baru kenal dengan kakakku karena proyek pimnas ini.

Satu tim pimnas terdiri dari tiga orang mahasiswa. Itu artinya mereka adalah dua kelompok yang berbeda.

Lalu kenapa belajar bersama? Jawabannya mudah. Karena dengan berkumpul begini, mereka bisa saling menanggapi kekurangan masing-masing. Apalagi jenis pimnas mereka sangat berbeda. Jadi, tidak akan ada resiko saling contek.

"Lisha cantikkk~ kenapa diem aja dari tadi?"

Hahhh ... Kak Faisal selalu saja suka menggodaku. Dia, Kak Rhiha dan Kak Langit memang teman satu SMA, sih. Karena itulah kami sudah dekat.

Dulu, ketika mereka bertiga duduk di bangku kelas 3, aku duduk di bangku kelas 1. Sekarang aku sudah naik kelas 3, meski baru seminggu. Dan mereka adalah mahasiswa tahun kedua. Jadi, terhitung sudah dua tahunan kita saling mengenal.

"Loh? Kok dedek Lisha malah makin diem, sih?"

Padahal aku sedang sibuk memperhatikan interaksi antara Kak Erwin dengan dua wanita selain kakakku. Biasa, mencoba mencari musuh sebelum terlambat.

Tapi Kak Faisal ini berisik saja. Sekarang, pusat perhatiannya kan berubah menjadi aku. Mau bergerak mengamati jadi susah.

"Kak Faisal mau aku gimana kalo nggak diem aja? Koprol? Nari ballet? Atau guling kayang-kayang?"

"Hahaha ... Ya nggak gitu juga dong cantik. Tapi dulu, kamu kan suka sekali cerita ngalor ngidul. Kok sekarang jadi pendiem, sih?"

"Masa sih?" ini pertanyaan retorik. Sengaja kupakai untuk menghindar.

"Iyaaaa~ Sayang."

"Sal. Yang fokus."

Eheee. Tumben si kanebo kering ada manfaatnya. Biasanya menyusahkan aku mulu. Tapi kali ini dia berhasil menunjukkan kegunaannya sebagai ketua tim.

"Jangan tegang-tegang lah, Ngit. Kita udah ngerjain selama tiga jam lebih, loh. Istirahat bentar bolehlah."

"Iya, Ngit. Rehat bentar yuk." Kak Raya menimpali.

"Ya udah. Kita istirahat bentar, Ngit. Kasihan anak-anak." Kak Rhina yang juga seorang ketua akhirnya memberikan keputusan.

Kak Langit menatap sejenak pada Kak Rhina. Lalu mengangguk samar sebagai jawaban.

"Yeayyyy! Aku mau main sama si Berang ah!"

"Si Berang?" ini pertama kalinya Kak Ziva ikut nimbrung bicara di luar topik pimnas. Dari awal datang, dia lebih banyak diam jika bukan masalah pimnas. Tapi kakaknya sangat sopan. Dia bahkan mengajak aku berkenalan.

Langit Lisha Where stories live. Discover now