Kick Off

946 107 32
                                    

"Han..."

"Tapi jika kak Wonwoo bukan orang yang tepat buat lo... walaupun susah tapi lo harus ikhlasin dia bahagia sama orang lain, gyu."

DEG.

And the thought of him being so happy together with someone new really hurting Mingyu to the point that he couldn't feel anything but absolute pain in hist chest.



{}


Mingyu menatap nanar layar ponselnya yang menampilkan kontak milik Wonwoo. Tidak ada kegiatan yang ia lakukan selain menatap foto profil milik Wonwoo yang ia simpan di kontaknya. Foto sang mantan kekasih yang tengah tersenyum manis nampak begitu sempurna di kedua matanya.

Tidak ada yang Mingyu lakukan selama satu bulan resmi berpisah dengan Wonwoo. Tahun baru telah datang dan masih ada sisa waktu kurang lebih tiga minggu lagi untuk memasuki tahun ajaran baru atau semester genap. Namun, selama satu bulan ini tidak ada yang dilakukan oleh Mingyu selain melamun menatap foto profil sang mantan kekasih dengan nanar.

Perawakannya nampak sangat berantakan dan lebih kurus daripada sebelumnya. Surai panjang tak terurus, kantung mata yang menghitam, pribadi yang lebih pendiam dari pada sebelumnya, juga bulu-bulu halus di area atas bibir dan dagunya mulai tumbuh.

Bahkan Seokmin melihat Mingyu nampak seperti orang dengan gangguan jiwa yang sangat terkenal di daerah kampus mereka. Prihatin sekali tetapi ketiga temannya sudah lelah untuk mencoba membujuk Mingyu.

"Abang... makan dulu, yuk? Ibu sama Lia sama Agas abis buat sop kesukaan abang." Tukas Lia kini duduk di samping sang kakak.

"Ih, abang liatin foto kak Nu terus. Telpon kak Nu dong ajak makan sop buatan Lia sama ibu sama Agas. Hehehehe." Mingyu terdiam mendengar ucapan bocah itu.

Ingin sekali Mingyu mendengar suara Wonwoo tetapi apa daya, bahkan untuk memencet fitur panggil saja Mingyu tidak berani. Sudah terlalu banyak Mingyu menyakiti Wonwoo dan ia kini tidak ingin mengganggu kehidupan Wonwoo lebih jauh lagi.

"Abang? Ih abang kok diem aja. Lia aja deh yang telpon—"

"Lia bisa diem gak?" Lia terdiam. Bocah itu sedikit merinding mendengar nada suara Mingyu yang terdengar begitu dingin membuatnya sontak berlari menuju ibu dengan perasaan takut dan berakhir menangis memeluk ibu.

Mingyu menghela napas pelan. Sedikit merasa bersalah pada adiknya karena tidak sengaja 'sedikit' menaikkan nada suaranya pada Lia. Tidak lama kemudian, ibu pun datang menghampiri. Bahkan Mingyu sudah siap untuk mendengarkan ocehan ibu.

Namun, ketika ibu duduk di sampingnya tidak ada ocehan-ocehan dari ibu melainkan Mingyu dapat merasakan bagaimana lembutnya tangan sang ibu ketika membelai surai hitam panjangnya.

"Adek Lia ibu suruh ajak abang makan.... jangan digalakin dong, abang Mingyu..." Tukas ibu lembut. Mingyu masih diam tidak berniat untuk membalas ucapan ibu. Ibu kini hanya menghela napas pelan.

"Abang, rambutnya udah panjang mau ibu potong? Dulu abang paling suka kalo ibu potong rambutnya. Mau ya, hm?" Tanya ibu lagi. Mingyu masih diam tetapi ibu tidak kunjung menyerah.

Jujur, sebagai seorang ibu melihat keadaan si sulung yang seperti ini sangat menyakiti hatinya. Ibu sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi pada si sulung sehingga lelaki itu menjadi seperti ini. Rasanya ia tidak lagi mengenal anak sulungnya itu.

Kemana si sulung yang selalu menyukai kebersihan diri? Kemana si sulung yang selalu bekerja keras untuk mengayomi keluarga? Kemana si sulung yang selalu ceria? Kemana si sulung yang senantiasa tersenyum dengan lembut?

Love Internship | Meanie ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang