Jemariku terus menggerus mata pena tanpa henti, mengisi tiap-tiap lembar kertas dengan tulisan tak beraturan yang mampu membuat dosen naik tensi.
Sudah beberapa hari emosiku tengah kurang stabil, apalagi jika bukan seorang Bintang Narandanu yang turut ambil andil.
Pria itu mengerikan, jauh lebih seram daripada Pak Gio, dosen killer di kampus.
Tangan kiriku lantas menopang dahi, memijitnya pelan akibat pusing sehabis memikirkan bagaimana kelangsungan skripsi. Kedua mataku mengedar, menyelisik seantero restoran cepat saji dengan logo M kuning.
'Ah di sana.'
Netraku menangkap dua muda-mudi yang lagi saling adu mulut, aku segera mengetahui apa yang memicu mereka ribut, memilih antara saus Sweet & Sour atau Barbeque.
Sederhana sekali, bukan?
Kadang aku sendiri heran, apa sudah sedari janin mereka ditakdirkan saling bertikai namun tetap berteman.
Bahkan hal sesederhana lebih enak cilok atau cilung dapat menjadi sumber utama perdebatan mereka.
Aku memijat pelipis pelan, untungnya sekarang sudah awal bulan, jadi bisa makan enak di restoran.
Setidaknya mengawali bulan dengan makanan yang sedikit lebih mahal-serta perbaikan gizi tentunya.
"Oi Jia!" Yudistira melambai padaku seraya melompat-lompat bak anak kecil, bisa ku lihat di tangan kirinya tengah menenteng sekotak menu Happy Meal yang aku duga berisi beef burger seperti biasa.
Kebiasaan Yudistira yang aku yakini tak akan pernah berubah; membeli Happy Meal semata karena ingin hadiahnya.
"Wih dapet Minions!" pekik Yudistira dengan nada bak anak kecil kedapatan permen, aku hanya memperhatikan tanpa mau ikut-ikutan, lagi pula aku lebih menanti kedatangan Nebula.
"Heh, Bocah." Nebula tiba-tiba datang sembari menumpukan nampan berisi paket Big Mac serta McNugget pesanannya di atas kepala Yudistira.
"Bantuin ambil pesanan Jia sana," titah Nebula yang langsung ditanggapi cepat oleh Yudistira.
Pemuda itu meninggalkan kami berdua, aku lantas menyusun kembali buku-buku lalu memangkunya di atas paha. Nebula memangku wajah guna tangan kiri sembari tangan satunya mencomot satu nuget sambil dicocol saus tomat, manik kembarnya menatapku lamat-lamat, raut mukanya tampak ada sesuatu yang tersirat.
Aku menaikkan alis, pertanda bingung. "Kenapa?"
Nebula seketika tersentak, ekspresinya bak orang yang habis ketahuan melakukan sesuatu kemaksiatan.
"E ... enggak, gak papa kok, Ji," pukas Nebula sembari memegangi tengkuknya guna tangan kanan, gelagatnya terlihat semakin aneh.
"Ya elah Bul, bilang aja kali. Nih, Ji," ujar Yudistira tiba-tiba sambil meletakkan nampan berisi paket nasi spesial, pesananku.
"Makasih ya. Ada apaan, sih?" tanyaku seraya mengarahkan pandang kepada Nebula, tanganku sibuk membuka pembungkus nasi dengan tatapan yang masih berpaku pada temanku di seberang meja.
"Malam ini temenin ke Adiksi dong, Ji. Katanya Katarsis mau live music di sana," pinta Nebula, jemarinya sibuk mengaduk-aduk sedotan di cangkir berisi cola, tak mengindahkan Yudistira yang kini asyik mencomoti nuget miliknya.
Katarsis ya ... ah! Itu band si cowok kurang ajar itu.
"Ogah ah," tolakku tanpa pikir panjang, ekspresi Nebula mendadak mendung, senyum temanku yang sedari tadi mengulas kini luruh disusul kedua pipi yang menggelembung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Betelgeuse [FIN]
Romance[ACT IV of V Katarsis - Bintang Narandanu] Hidup Bintang Narandanu tak ubahnya mesin pekerja selama dua puluh empat tahun. Hanya berotasi antara Katarsis─band yang ia bangun selama enam tahun─dan berbagai jadwal entertaiment yang mengharuskan diriny...