Last Winter

1.1K 122 2
                                    

Kata terima kasih yang lembut diucapkan di tengah malam musim gugur yang sunyi itu terakhir kalinya Dazai mendengar suara Chuuya. Hari-hari semakin pendek dan dingin, suara Chuuya menjadi semakin lemah sampai akhirnya menghilang

Dazai menghabiskan sebagian besar hari-harinya dalam diam, melakukan tugas hariannya tanpa ditemani orang lain. Tubuh Chuuya akhirnya mulai menolak makanan yang secara bersamaan hanya membuat penurunan berat badannya lebih cepat.

Sibrunet sering makan sendirian di ruang tamu sambil mencari berita tentang penyakit Chuuya dengan harapan obatnya sudah ditemukan. Tidak ada hal baru yang muncul.
Dia tahu sia-sia untuk terus berharap, terus merindukan keajaiban, namun,
Dazai tidak bisa memaksa dirinya untuk menyerah sepenuhnya, Tidak ketika menyangkut Chuuya-nya.

Dazai berjalan menuju sosok yang meringkuk di sofa. Kehilangan kemampuannya untuk berjalan setelah ucapannya, satu-satunya metode komunikasi Chuuya terletak pada sentuhan dan tatapan lembut menyerahkannya pada Dazai untuk menafsirkan pikirannya.

Untungnya, tahun-tahun yang dihabiskan bersama terbukti tidak sia-sia karena Dazai berhasil memahami pikiran Chuuya sejelas pikirannya sendiri.

Dazai mengambil selimut bersulam yang indah yang telah dilemparkan ke samping kemudian membungkus kain lembut itu ditubuh Chuuya.

"Kau tahu.. ini lebih baik daripada tidak menggunakan selimut yang dibuat ane-san untukmu bukan," Dazai dengan lembut menggodanya saat mata lelah Chuuya menatapnya dengan tajam sebanyak yang dia bisa.

Selimut yang menggambarkan dua burung dengan warna yang sama seperti mata Chuuya bertengger di dahan sementara salju turun dengan lembut di sekitarnya. Pemandangannya sederhana, tapi dengan teknik elegan Kouyou, semakin lama Dazai menatap, semakin terlihat burung-burung itu akan terbang sebentar lagi.

Chuuya terus menutup matanya, mengabaikan Dazai saat si brunet menarik selimut lebih tinggi ke tubuhnya, menutupi mulutnya.

"Lagipula kau kedinginankan Chuuya?"

Dazai tidak asing dengan kesunyian yang menyambut pertanyaannya, namun, dia tidak bisa menahan perasaan tarikan di lubuk hatinya. Meskipun dia tidak akan pernah mengakuinya, dia merindukan suara Chuuya, entah ketika menyemburkan hinaan tanpa henti atau hanya sekadar memanggil namanya.

Eksekutif itu dengan lelah membuka matanya dan mengedipkan terima kasihnya sebelum membenamkan wajahnya kembali ke dalam selimut.
Kantung gelap di bawah mata Chuuya, cekung di tulang pipi, dan wajah pucat itu hanya menjadi pengingat yang menyakitkan akan kelelahan si rambut sinoper.

Dazai dengan lembut menarik selimut menutupi dirinya saat dia duduk di samping Chuuya. menerima pandangan darinya, tetapi kelembutan di mata Chuuya yang biasanya tajam mengkhianati pikiran batinnya. Si rambut coklat tersenyum saat dia mendekatinya, merasakan beban selimut menutupi mereka berdua.

Keduanya duduk dalam diam dimana hanya ada salju yang turun dengan lembut di luar sebagai teman.

Dengan perlahan, Chuuya menyandarkan tubuhnya ke bahu Dazai, gestur yang sering dia lakukan di malam-malam tanpa tidur saat Dazai masih menjadi bagian dari port
Mafia. Sebagai tanggapan, si brunet mengulurkan tangan dan dengan lembut memegang tangan Chuuya.
Dia merasakan jari yang lebih kecil berkedut pada sentuhan tak terduga dan tidak bisa menahan senyum sedih pada sentuhannya. Walaupun Chuuya tidak bisa berjalan, setidaknya dia masih bisa menyentuh Dazai.

Pada titik ini, hanya hal-hal kecillah yang paling penting.

Berada dalam jarak yang sangat dekat dengan si sinoper yang kelelahan itu, Dazai bisa melihat gerakan lembut dada Chuuya yang bergerak seiring dengan setiap tarikan napasnya.
Dazai meremas tangan Chuuya sedikit.

A SPRING WITHOUT YOU IS COMINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang