12. Putus?

392 23 0
                                    


"Apa hubunganmu dengan Pak Brien? Kulihat kalian sangat dekat dan tidak biasanya kamu kaku kalau lagi sama laki-laki. Biasanya kamu enjoy saja, sama Pak Damien saja kamu biasa ajah. Tapi tadi malam kulihat kamu seperti panik dan takut gitu. Apa ...-?"

Miya mengerjabkan mata beberapa kali. Bukan ingin merahasiakan apa-apa pada Tita, tetapi dia sendiri tak paham mengenai hubungannya dengan Brien.

"Aku nggak tahu, Ta." Miya menggaruk pipi. "Tiba-tiba sajah dia ... gila," celutuk Miya sembari mengerutkan kening. Dia sungguh bingung masalahnya. Tidak tahu kenapa Brien tiba-tiba ngotot ingin menikahinya dan terus menguntitnya.

"Gila?" Tita mengerjab beberapa kali.

"Iya, gila." Miya mengangguk pelan, "bayangkan saja, aku sama dia jumpa pas aku ngejar si Al yang mau kabur dari sini. Aku nggak sengaja nabrak dia dan-- gitu doang. Trus entah kenapa tiba-tiba dia terus saja menguntitku, masuk seenak jidatnya ke apartemenku dan ngotot nikahin aku juga. Gila kan? Dia kira ini di novel-novel apa bisa nge klaim anak orang seenak jidat dia ajah? Enggak lah, yang ada aku ilfeel tahu."

Tita memangut-mangut pelan. "Udah pernah kamu tolak nggak, Mi? Siapa tahu ...-"

"Udah!" Miya memotong cepat. "Mulutku sampe bebusa cuma buat nolak dia ajah. Tapi ...-" Miya memicingkan mata.

"Lama-lama aku takut dia nekat. Jadi aku terima saja. Itu pun terpaksa. Biarin ajah dia yang anggap kalau kami pacaran. Aku mah enggak. Hehehe ... lagipula kan aku masih punya pacar. Ya kali aku punya dua pacar sekaligus."

"Anu ... itu--" Tita melirik seseorang yang ada di belakang Miya. "Itu ...-"

"Itu apa lagi? Oh iya, kamu jangan bilang-bilang yah kedua kalau aku sama sekali nggak anggap dia siapa-siapa. Kamu ...-"

Ucapan Miya terhenti, sebuah suara bariton yang tegas tiba-tiba menyahut dari arah belakang; tepat dibelakang Miya. "Oh, jadi begitu, Miya Azizah?"

Deg

Mata Miya seketika membelalak dan seketika menoleh ke arah belakang. Wajah Miya memucat dengan jantung yang berdebar kencang, Brien berdiri tepat dibelakangnya!

Pria itu terlihat menampilkan wajah kaku dengan sorot marah. Aura mengerikan keluar dari tubuhnya, dan mimiknya benar-benar tak bersahabat.

"Pak ...-" Sebelum Miya mengatakan apa-apa, pria itu lebih dulu beranjak dari sana; membuat Miya mengerjab beberapa kali, memperhatikan punggung lebar Brien yang semakin menjauh dari pelupuk.

"Kejar, Mi, kejar!" Tita tiba-tiba memekik, membuat Miya menoleh keheranan pada sahabatnya tersebut.

"Ngapain aku kejar? Dih, kurang kerjaan sekali aku ngejar dia." Miya mengedikkan pundak, "lagian dia kenapa bisa sampai di sini? Salah apartemen?!"

Tita membelalak, "iya yah, kenapa Pak Brien ada di sini?" Dia menggaruk tengkuk, "oh, mungkin karena kamu di sini kali. Jadi Pak Brien datang ke sini."

Miya terlihat acuh tak acuh. Ah, dia malas jika harus memikirkan Brien dan membahas pria itu. Ck, seperti tak ada topik saja. Dan ... aneh saja, tiba-tiba Miya jadi bad mood begini.

"Mi, kamu kejar Pak Brien gih. Sepertinya Pak Brien salah paham pada ucapanmu."

Miya mendelik tak suka. "Bodo amat, Ta. Mau dia salah paham, salah tanggap, salah satu, salah semua kek, aku nggak peduli."

"Tidak boleh begitu, Miya sayang. Setidaknya kamu minta maaf pada Pak Brien."

Miya memicingkan mata. Lah, kenapa jadi dia yang salah di sini? "Kamu kenapa mihak Pak Brien? Kan aku nggak salah, apa yang aku katakan tadi benar."

Obsesi Sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang