f o u r t e e n

9.9K 897 57
                                    


"Bu, Den Kala bangun dari tidurnya."

Kehadiran serta ucapan dari Nanin yang dengan rasa bersalah tiba-tiba muncul di antara Sagara dan Nerissa membuat keadaan yang tadinya tegang berubah sepenuhnya saat Nerissa memutuskan mengalah ketika Sagara memerintahnya untuk menemui Sakala lebih dahulu. Nerissa tahu, Sakala mencarinya karena kini mereka tengah berada di rumah orang tua Sagara, anaknya itu memang tidak ingin jauh darinya.

Lalu kini Nerissa duduk di tepi ranjangnya dulu bersama Sagara sambil memperhatikan Sakala yang berada di tengah-tengah ranjang dengan dua guling yang mengapit anak itu. Sakala terlihat nyaman sembari tersenyum tampan, ia mengangkat tangan mencoba menggapai tangan Nerissa. Namun tatapan Nerissa terlalu sendu untuk membalas senyuman anaknya dan senyumya terlalu samar untuk anak seumuran Sakala yang mementingkan kebahagian orang sekitarnya dari raut wajah.

Beberapa kali Nerissa memejamkan matanya sambil memijit kening dengan sedikit frustasi karena jika begini terus menerus ia tidak akan bisa pergi dari hadapan Sakala. Apalagi anaknya sangat ingin lengket berada di dekatnya, bahkan di tempat kakek dan neneknya berada yang biasanya lebih bisa membuat Sakala super aktif. Sedangkan ia bisa melihat perawakan tubuh Sagara dari balik jendela karena pria itu kini tengah berdiri dan bertumpu tangan  di pinggiran balkon dengan kepala yang menunduk. Dari terakhir percakapan mereka ketika Sagara meminta Nerissa untuk tetap disini karena Sakala terbangun, Nerissa tidak lagi berkata apapun--barang satu kata pun.

"Mom, sini," ujar Sakala yang bingung saat Nerissa diam saja, ia menepuk sisi kosong di sampingnya agar ibunya bisa ikut berbaring bersama ketika ia masih bermalas-malasan untuk bangun dari ranjang.

Nerissa mengangguk, ia mendekati Sakala--mencium serta memeluk anaknya dengan sangat erat. Ia mengembuskan napasnya dengan berat, kedua matanya mulai buram. Nerissa menggigit bibirnya sebelum berkata, "Kala, tidur lagi ya, Sayang."

"Why? Kala baru bangun, sudah nggak ngantuk, Mom," balas Sakala yang kini sudah mendudukkan dirinya.

"Apa masih sakit?" tanya Nerissa saat penglihatannya menangkap luka di kepala Sakala yang kini tinggal bekasnya saja. Luka yang didapat Sakala karena berkelahi dengan teman sekelasnya.

Namun tiba-tiba Nerissa menangis saat Sakala dengan begitu tenang menggeleng. Ia memindahkan tubuh anaknya ke dalam pangkuan, lalu ia peluk dengan sangat erat sampai wajahnya tenggelam di tubuh anaknya yang wangi. Nerissa benar-benar hancur sekarang, hatinya sudah mati dan bahkan ia seperti merasa raganya sudah tak sekuat yang dipikirkan untuk menghadapi segala permasalahan yang datang. Dari mulai mentalnya yang ia coba pertahankan semenjak hidup bersama Sagara, lalu masalah datang setelah Sagara kembali berhubungan dengan masa lalunya padahal dulu seharusnya Nerissa bisa berjaya saat Naura benar-benar meninggalkan Sagara--namun ternyata memang tidak seutuhnya, irisan hatinya yang tersayat selama ini nampaknya bukan apa-apa bagi Sagara sampai pria itu tega mendua dengan sebegitu parahnya sampai membuat Naura mengandung dikala Nerissa sendiri tengah mengandung anak kedua mereka--posisi parahnya Sagara tidak terima dengan kehamilannya dan Nerissa benar-benar harus dipaksa mundur saat seluruh tubuhnya tak berdaya ketika tahu Sagara harus menikahi Naura secepatnya.

Apa semua penderitaan itu masih belum cukup untuknya selama ini? Apa Sagara pikir Nerissa tetap bisa bertahan tanpa bertopang pada siapapun disini?

"Mom? Are you crying? Really? Hey, what happened? Did I do something wrong to you? Mommy?!" ujar Sakala dengan suara paniknya khas anak kecil yang ketakutan melihat ibunya menangis. Ia benar-benar panik, kepalanya menatap kemanapun untuk mencari bantuan. "Daddy! Help!" Ia berteriak ketika melihat Sagara yang berdiri di balkon, kini tengah menatap mereka dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Sagara melihat jelas dengan matanya sendiri. Nerissa menangis terdengar menyedihkan, tidak berniat berhenti walaupun wanita itu sudah membuat Sakala panik--malah tangisannya semakin parah saat raungan pilu itu terdengar. Kini pun ia bisa melihat Sakala yang perlahan ikut mengerutkan wajahnya dan ikut menangis saat Nerissa benar-benar tidak mengindahkan panggilan Sakala untuk membuat wanita itu tersadar dan tidak menangis lagi. Ia juga sama sekali mengabaikan tangisan Sakala, dengan terburu-buru Sagara melangkah keluar dari kamarnya. Saat melewati Nerissa, tangannya mengepal dengan hebat dan ketika pintu kamar ia buka, kehadiran Nanin yang khawatir dan Naura yang menatapnya dengan menghakimi menyambut Sagara. Tanpa berkata sepatah katapun, Sagara kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja pribadinya yang tidak jauh dari kamar tidur, pintu ruangannya reflek ia tutup kencang dan otomatis terkunci sebelum Naura masuk karena wanita itu sudah berlari kecil mengejarnya.

Should Be Love? | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang