14.| Menyebut Namamu

106 15 44
                                    

Dari berbagai hal yang telah aku lalui sepanjang hidupku, aku mendapat trauma tak terobati, tumbuh diam-diam di kedalaman hati yang paling gelap, tanpa ada satu pun orang yang menyadari, bahkan awalnya aku juga tak melihat adanya hal itu.

Kemudian aku membiarkannya menguasai dan mengambil alih kendali pikiranku, dan aku percaya apapun yang aku lakukan akan menghasilkan kegagalan yang sama. Jadi aku tidak ingin berusaha terlalu kuat lagi, sebab yang terdoktrin di dalam pikiranku adalah aku yang tidak bisa melakukannya sebaik orang lain.

Suatu hari di bawah tirai hujan, kau datang padaku. Soobin, awalnya ku kira kau seperti mereka yang memberiku penilaian subjektif, tetapi ketika hujan lambat laun mulai tenang, kau bertanya padaku sambil senyum.

"Sudah selesai, ayo pergi."

Kita bahkan belum pernah sempat bertukar nama dan kau menawari sebuah tangan padaku, secara imajinatif menuntunku pada sebuah pintu, entah masuk atau keluar, tapi yang ku rasa ketika itu terjadi, sepertinya aku diselamatkan.

Aku bertanya-tanya: apakah kau sedang membawaku kabur, atau menyembunyikanku? Kenapa orang yang kau bawa adalah aku? Apakah setelah hari berakhir, sosokmu juga akan tenggelam dalam pekat seperti orang-orang di masa lalu, yang tadinya ku kira baik, tetapi nyatanya sama saja.

Ketika uap mie mengepul di wajah kita, dan orang-orang mulai menutup payung, melangkah di atas trotoar jalan basah yang berkilauan ditimpa cahaya mentari, kau berkata bayanganku telah menghantuimu selama hujan mengguyur kota.

"Kenapa aku?"

Kau tersenyum dengan bibir kelincimu. "Aku penasaran setiap kali melihat hujan, apakah di suatu tempat kau sedang mendengarkannya?"

"Aku mendengarkan."

Senyummu kian lebar, dan aku tiba-tiba saja terbakar dari dalam. Aku takut kau menjauh karena keanehanku. Jadi aku hanya melihat ke dalam wadah mieku, mencari daun bawang dan memakannya satu persatu.

Kau menyeruput mie dengan gembira di sebelahku, lalu berkata. "Berarti kita mendengarkannya bersama, ya."

Soobin, waktu itu hatiku bergetar tanpa alasan yang pasti. Tahu kah kau, itu adalah pengalaman pertamaku, dan aku, entah mengapa, ketakutan setengah mati. Aku berharap kehadiranmu hanya sebuah ilusi agar aku tidak terlalu terluka jika kau hanya menjadikanku sebuah pemberhentian sementara dalam perjalanan hidupmu, karena sejak itu secara sadar aku menginginkanmu dengan begitu sangat.

Aku berusaha keras menganggap pertemuan kita hari itu hanya pertemuan yang biasa saja. Namun aku tidak berhasil. Kau telah menempati tempat spesial di hatiku tanpa permisi. Betapa tidak sopannya kau, tapi aku menyukainya.

Secara teratur kau datang padaku. Dan entah kapan tepatnya, aku juga tidak mengingatnya lagi, aku mulai menggantungkan hidupku padamu. Ketika aku pergi padamu, aku merasa pulang.

Itu perasaan menyenangkan yang tidak pernah aku bayangkan bisa ku terima dari orang sepertimu.

Soobin, jangan pergi, ya? Kalau kau tidak ada, aku bisa mati.

Soobin, jangan lelah padaku, ya? Kalau kau lelah, aku yang lebih cepat menyerah.

Soobin, terima kasih telah mencintaiku lebih dari diriku sendiri, ya. Karena jika kau tidak melakukannya, aku pasti sudah menghabisi diriku sendiri.

Soobin, ayo dengarkan suara hujan bersama-sama lagi. Jika kau ada, setidaknya tangan ku tidak terasa dingin.

Soobin, aku akan menyebut namamu jutaan kali, tolong tetap menoleh, ya. Sebab jika aku memanggilmu dan kau tidak ada, aku ketakutan.

.

Selesai
...

Serpih ~14~

Sabtu, 10 Desember 2022

Serpih || SoobjunWhere stories live. Discover now